Gadis yang Membaca Sastra di Tengah Kafe



DI Kafe Batavia, di kawasan Kota Tua, gadis itu duduk sendirian sambil membaca sebuah buku. Aku yang duduk tak jauh darinya bisa menyaksikan bahwa di tengah riuh dan ramainya kafe itu dengan banyak orang, ia tetap fokus menyelesaikan bacaannya. Ketika kuperhatikan lagi, ternyata ia membaca sebuah novel karya Remy Silado. Keren!

Rasanya sudah lama aku tak menyaksikan seorang gadis membaca buku sastra di tengah keramaian. Rasanya amat jarang melihat seorang perempuan manis, yang sesekali mengintip HP, lalu membaca sastra dengan tekun. Yang kutahu, pengunjung kafe ini kebanyakan hanya duduk, ketawa cekikikan, sambil ngobrol dengan rekan-rekannya. Tapi gadis di sudut sana agak unik. Ia membaca sastra.

Aku terkenang kata-kata seorang dosen. Dahulu, penggemar sastra adalah mereka yang menggelandang di jalan-jalan, hidup serba memprihatinkan, serta rentan terserang TBC. Kini, penyuka sastra adalah kelas menengah perkotaan yang setiap hari kerja di kantoran dan memakai dandan necis dan wangi. Mereka menggilai sastra, menyerap kearifan dalam banyak kisah, lalu belajar meniti di jembatan nilai yang seelumnya diserap dalam buku fiksi.


Gadis di hadapanku ini menjadi jendela bagiku untuk melihat banyak hal. Memang, masih butuh waktu lama bagi bangsa ini untuk menjadi penggila buku fiksi sebagaimana warga Amerika dan Eropa yang amat rajin membaca fiksi. Setidaknya, gadis ini menyajikan satu keping kenyataan bahwa buku sastra bisa menjadi teman terbaik ketika sedang sendirian di sebuah kafe.

Aku yakin, dia tak sendirian. Ada banyak orang yang meniti di jalan yang sama. Jakarta adalah rimba raya di mana banyak orang berjalan bersisian, bersilangan, ataupun saling berpegangan tangan di jembatan takdir yang sama. Ada banyak kelompok pembaca buku yang rajin membicarakan sastra-sastra terbaru.

Usai memperhatikannya, aku meninggalkan kafe itu lalu beranjak ke lapangan di dekat kota tua. Aku singgah memotret seorang penjual balon udara yang menghadiahkan beberapa balon cantik kepada bebeapa anak kecil. Aku tak melihat sekeliling, hingga akhirnya aku menabrak seseorang yang bersepeda. What? Ternyata yang kutabrak adalah gadis muda yang tadi membaca fiksi di dalam kafe. Kali ini, gadis itu memakai topi lebar yang unik. Aku terkejut. Gadis itu lebih terkejut lagi. Aku hendak minta maaf. Tiba-tiba ia langsung bertanya,

“Ini abang yang tadi perhatikan saya di kafe itu khan?”



0 komentar:

Posting Komentar