ilustrasi |
TOILET itu nampak seolah-olah tertutup
dari luar. Namun setelah mendekat, saya melihat bahwa pintunya tidak tertutup
rapat. Ketika saya membukanya, sontak saya tersentak. Saya melihat seorang
sahabat terduduk dalam kondisi yang mengenaskan. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya gemetaran.
Ketika melihat saya, ia menunjukkan lengannya yang telah diiris-iris silet,
lalu berbicara dengan suara bergetar, “Tolong,
selamatkan saya!”
Tangannya seolah hendak menggapai sesuatu,
akan tetapi gagal. Ia kemudian ambruk. Beberapa orang datang melihat sahabat
itu, lalu membawanya pergi. Saat itu, saya tak paham apa yang sesungguhnya
sedang terjadi. Namun seorang teman berbisik bahwa sahabat di toilet itu tengah
sakaw. Ia sedang dikepung hasrat
untuk memakai narkoba yang sukar untuk dilawannya. Demi keinginan itu, ia
menderita dan hendak mengisap darahnya sendiri.
Dua tahun silam, saya menyaksikan lelaki
itu terkapar di toilet karena kecanduan. Selanjutnya kami jarang bertemu. Saya
sempat membayangkan dirinya akan senasib dengan para selebriti yang berjuang
untuk lepas dari ketergantungan narkoba. Atau mungkin ia akan seperti Cory
Monteith (31), pria Kanada yang juga bintang serial Glee, menghembuskan napasnya yang terakhir karena narkoba sebulan
silam. Mungkinkah sebelum meninggal, ia akan mengirimkan pesan agar semua anak
muda menjadi anak baik-baik dan rajin sekolah sebagaimana dilakukan Cory?
Beberapa hari lalu, saya tiba-tiba bertemu
kembali dengan sahabat itu. Saya tersentak saat melihat penampilannya. Ia bukan
lagi seorang anak muda yang dekil, kurus, dan seakan tengah menanti datangnya
maut, sebagaimana yang saya saksikan dua tahun lalu. Ia bukan lagi anak muda
yang terkapar di toilet kemudian dipapah. Ia telah menjelma sebagai lelaki yang
sehat dan selalu mengembangkan senyum. Rona keceriaan seakan tak pernah lepas
dari wajahnya.
Saya tiba-tiba saja terkenang tentang masa
yang lewat khususnya masa ketika dirinya dikepung rasa ketergantungan ada obat.
Ia berkisah tentang turning point
atau titik balik dari ketergantungan pada narkoba. Ia bercerita tentang sesuatu
yang sederhana, namun amat powerful.
Ia bercerita tentang sekuntum kasih yang kemudian membebaskannya dari segala
ketergantungan obat. Sekali lagi sekuntum kasih. What?
Dahulu, dirinya merasa diabaikan keluarga.
Ia lalu menghabiskan waktu bersama sahabat-sahabatnya di satu gang. Setiap hari
mereka mengonsumsi alkohol dan obat terlarang. Di masa itu, ia menganggap bahwa
narkoba adalah ajang uji nyali. Ketika memakai narkoba, ia merasa amat gagah
dan perkasa. Ia merasa hebat sebab berani menjelajah ke area tabu yang dilarang
dunia sosial.
Para peneliti menyebutkan bahwa data
penderita narkoba sebagai fenomena gunung es. Yang nampak dalam data hanya
sedikit atau serupa puncak gunung. Di bawah lautan, terselip jauh lebih banyak
penderita. Mereka tidak tercatat dalam data sebab mereka menyembunyikan masalahnya
dari orang lain. Mereka menghabiskan semua uang demi membeli narkoba, kemudian
setelah itu membiarkan tubuhnya dihisap hingga akhirnya rontok dan nyaris tak
berbekas.
Lantas bagaimanakah kisah selanjutnya? Ia
terdiam sesaat. Di masa ketika dirinya dianda ketergantungan obat, ia sempat
lari dari rumah. Suatu hari ibunya datang mencarinya ke komunitas gang tempat
ia selalu berumah. Ibunya tak banyak berkata. Ibunya hanya menatapnya dengan
sorot mata yang tak akan pernah bisa dilupakan lelaki itu. Ibunya meneteskan
setitik air mata, seraya berkata, “Pulanglah
Nak! Semua orang di rumah mencintaimu. Semua sayang kamu.”
Dunianya kemudian berubah. Setetes air
mata ibunya telah meleburkan semua ego, hasrat untuk bebas, serta kekangan
ketergantungan obat. Setetes air mata itu menjadi penjebol dari semua keinginannya
untuk memberontak dari dunia sekolah dan dunia sosial. Ia seolah terlahir
sebagai manusia baru yang merasa dicintai dan dikasihi semua orang. Ia
tiba-tiba saja menyadari bahwa dirinya berdiam di tengah kuntum kasih banyak
orang yang tak henti menyiraminya untuk tumbuh dan berkembang.
Sekuntum Kasih
Pengalaman sahabat itu memberikan banyak embun
inspirasi. Ada banyak anak muda di sekitar kita yang menyia-nyiakan masa
depannya karena ketergantungan pada narkoba. Ada satu hal substansial yang
seringkali diabaikan bahwa sesungguhnya anak-anak muda itu tengah membutuhkan
kasih sayang. Mereka membutuhkan perhatian, butuh didengarkan, butuh
diperlakukan sebagai manusia bermartabat, dan butuh dipahami. Mereka
membutuhkan kehangatan keluarga.
Hal ini nampak sederhana, namun amatlah kuat
menyentak kesadaran. Kita sedang hidup pada satu masyarakat yang sering
terjebak dalam kecemasan yang kemudian memaksa kita untuk masuk dalam sirkuit
pencarian duit sebanyak mungkin. Kita sering hanya berpikir tentang bagaimana
memperkaya diri, tanpa pernah berpikir untuk memperkaya hati. Kita alpa untuk
menghadirkan kehangatan dalam keluarga, sesuatu yang amatlah sederhana, namun
seringkali amat sukar untuk diwujudkan. Kita sering lupa bahwa semua orang menginginkan
kebahagiaan. Dan kebahagiaan ibarat udara yang sering tak dirasakan, namun
senantiasa melingkupi. Mereka yang mencari bahagia ibarat ikan di lautan yang
sibuk mencari air laut.
Sebagaimana sahabat saya, anak-anak muda yang
sedang terjebak narkoba butuh penerimaan serta rasa untuk dihargai dan
dikuatkan. Mereka butuh diperlakukan sebagai manusia yang bermartabat. Mereka
menginginkan kasih sayang, sesuatu yang nyaris hilang karena semua orang sibuk
dengan dunianya sendiri-sendiri. Mereka butuh kekuatan untuk tumbuh dan kelak mengeluarkan
kembang-kembang kasih.
Di saat merenungi butir-butir inspirasi
yang saya temukan hari ini, sahabat itu tiba-tiba saja memberikan pertanyaan
yang menohok. “Apakah kamu yakin jika
kamu adalah lahan gembur yang kelak akan memberikan kekuatan bagi anak-anakmu
untuk tumbuh dan berkembang hingga menggapai mega-mega impiannya?”
Baubau, 30 Juli 2013
0 komentar:
Posting Komentar