LIMA tahun silam, saya menulis sebuah
tesis sebagai syarat kelulusan di Universitas Indonesia (UI). Pada masa itu,
saya belajar banyak, membaca banyak, dan menulis banyak demi sebanyak 300
halaman lebih. Setelah lima tahun, tiba-tiba saya terpikir untuk menerbitkannya.
Mulailah saya mengingat dan mengemas kembali data yang sebelumnya pernah
ditulis dan dipresentasikan.
Mengapa harus menunggu lima tahun? Saya
bingung menjawabnya. Alasan paling masuk akal adalah saya sering merasa tidak
percaya diri pada apa yang saya hasilkan. Saya merasa bahwa tulisan itu mesti
disempurnakan. Namun, selama lima tahun, saya tidak terpikir untuk
menyempurnakannya. Saya juga tidak memperkayanya dengan berbagai studi-studi
terkait topik tersebut. Bahkan ketika saya tinggal di negeri yang berlimpah
dengan pustaka, saya juga tidak memperdalam pengetahuan.
Tadinya saya pikir naskah itu masih amat
mentah dan tidak cukup bagus untuk terbit. Ketika saya iseng mengirimkannya ke
satu penerbit besar, hanya dalam waktu sejam, penerbit itu langsung merespon.
Mereka meminta agar sesegera mungkin naskah dikirimkan dan langsung
diterbitkan. Mereka menargetkan tulisan itu bisa terbit dalam sebulan. Mereka
juga siap menghubungi sejarawan kondang agar menulis kata pengantar. Maka
paniklah saya sebab harus segera melengkapinya dalam waktu
sesingkat-singkatnya.
Padahal, ketika membaca website-nya,
penerbit itu mengatakan bahwa mereka membutuhkan waktu dua bulan untuk
menyeleksi naskah dan memberitahukan apakah layak terbit ataukah tidak. Apakah
naskah saya bagus? Entah.
Saya tergoda untuk segera menerbitkannya. Namun saya teringat bahwa riset saya mengenai isu yang sangat
sensitif dan kontroversial pada satu masyarakat. Kalau saya tergesa-gesa, maka
publikasi itu bisa berpotensi akan menjebak saya di masa mendatang. Akan jauh
lebih baik jika saya tetap tenang dan menuliskan ulang. Sebab rentang waktu
lima tahun sejak dituliskan, ada banyak perkembangan di ranah pustaka yang
seharusnya di-cover.
Mungkin, yang terbaik adalah saya harus
bersabar dan tak tergesa-gesa. Saya mesti membaca ulang smeua data dan jika ada
kesempatan, sebisa mungkin harus mengkonfirmasi beberapa pihak agar semua
data dan fakta bisa dipertanggungjawabkan. Ini yang terbaik agar saya tidak terjebak
dalam masalah di kemudian hari.
Yup. Saya mesti bersabar.
0 komentar:
Posting Komentar