DI
negeri ini semua tanda tak selalu merepresentasikan hal yang ditandakannya. Ada
pemimpin yang telah disumpah, namun ternyata malah korupsi. Aneh. Bukankah dulu ia menjalani sumpah jabatan? Entah. Kita juga tahu bahwa sebagai sebuah tanda, kepolisian
identik dengan penegakan hukum, namun realitasnya, banyak polisi yang malah
melanggar hukum.
Publik sama mafhum bahwa di belantara hukum, ada banyak belukar, onak, dan duri serta
lumpur hidup yang bisa menelan siapa saja. Memasuki rimba hukum ibarat memasuki
satu gurun pasir yang tak jelas arahnya. Anda bisa tersasar ke mana-mana, atau
bisa tertimbun gurun pasir setiap saat. Untunglah di rimba belantara itu, kita
masih bisa menemukan penunjuk jalan: Abraham Samad.
Duhai
Abraham! Dirimu sedang berusaha
menegakkan wibawa dan tanda KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi. Prestasimu
belum banyak jika dibandingkan dengan si kumis yang kini di tahanan gara-gara
kasus cewek pegolf itu. Akan tetapi dirimu membuat kami sedikit tersenyum lega.
Dirimu sudah menunjukkan nyali dengan menetapkan beberaa orang penting. Kamu
juga berani mengobrak-abrik institusi polisi yang memiliki senjata yang setiap
saat bisa memuntahkan peluru ke dadanya.
Duhai
Abraham. Nyalimu memang tak pernah habis. Dirimu seakan punya banyak nyawa
sebagai cadangan jika kelak dirimu akan modar di rimba hukum itu. Melalui dirimu,
kami rakyat kecil bisa sedikit berharap bahwa ada titik terang di ufuk sana,
yang sekiranya bisa menghibur di tengah ruwet dan runyamnya rimba raya hukum
kita.
Namun,
dirimu dan institusi itu hanyalah sendirian. Sejumlah pihak justru berusaha
dengan segala cara untuk mengkriminalisasi insitusi serta penyidik yang
dipimpinnya. Bahkan presiden yang katanya pemimpin tertinggi dan sedang
memimpin barisan pemberantasan korupsi itu malah sibuk dengan urusan lain.
Mungkin ia sedang mempersiapkan album baru untuk diluncurkan bersama si Ariel,
pria yang dulu pernah dikenai kasus video porno.
Marahkah
dirimu wahai Abraham? Kuharap demikian. Jika memang ada konspirasi di situ, ungkapkan
saja. Biar kami semua rakyat yang akan menjegal dan menutup mulut para polisi
jahat itu. Biar kami yang datang menemui presiden peragawan itu kemudian
menagih janjinya untuk melindungi dirimu yang sedang berikhtiar untuk
menyelamatkan negara.
Ceritalah
apa yang sedang terjadi. Biar kami yang akan datang dan mengobrak-abrik markas
polisi sambil memaki setinggi-tingginya agar mereka kembali di jalur tugas dan
sumpahnya sebagai pelayan masyarakat. Biar kami yang akan menagih setiap sen
yang kami keluarkan demi mengurus SIM atau saat berurusan dengan mereka.
Duhai
Abraham. Mungkin kamu sedang berkepala dingin. Amarahmu sudah dilepaskan
melalui kanal lain. Mungkin dirimu sedang mengatur strategi. Atau mungkinkah
dirimu sedang mengasah badik, senjata khas orang Bugis yang bukan saja symbol
keberanian, tapi juga symbol kultural yang menandakan dirimu sebagai seorang lelaki
yang memegang janji?
Jika memang dirimu hendak marah, marilah kita lepaskan bersama-sama kemarahan itu. Marilah kita mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini. Kita akan beramai-ramai menghunus badik lalu menancapkannya ke jantung angkara-murka. Kita akan tikam segala kesewenang-wenangan serta upaya melindungi segala orang jahat. Kita akan putuskan nadi segaa sistem yang melindungi orang jahat negeri ini.
Namun
apakah kamu masih punya nyali itu wahai Abraham? Ataukah dirimu sedang duduk
nyaman di singgasana kursi ketua itu sembari membayar utang pada partai politik
yang dahulu merekomendasikan namamu? Lantas, dimanakah kau meletakkan badik bertuahmu itu?
Athens, 5 Oktober 2012
0 komentar:
Posting Komentar