kampanye Obama di kampus |
DI
dekat lahan parkir kampus, aku melihat sebuah mobil sebagaimana sering
digunakan di padang golf. Dua gadis manis berdiri di dekat mobil sambil
membagikan selebaran. Dipenuhi rasa penasaran, aku lalu mendekat. Kedua gadis
itu mengenakan pin bertuliskan Obama serta latar belakang lambang Partai
Demokrat. Ia membagikan selebaran bertuliskan, “Today is last day to register to vote. Don’t wait!”
Amerika
Serikat (AS) akan menggelar pesta demokrasi. Bahkan para mahasiswa pun ikut
meramaikan pesta demokrasi. Jika di Indonesia, kampus menjadi arena terlarang
untuk kampanye, maka di AS, partai-partai masuk kampus. Mereka merekrut pemilih
pemula, lalu membangkitkan kesadaran mereka tentang pentingnya politik.
poster Obama di farmers market |
Sejak
setahun silam, aku telah menyaksikan bagaimana poster Obama bertebaran. Bahkan
di arena farmers market (pasar petani), aku juga menyaksikan stand yang
berisikan ajakan untuk memilih Obama. Saat singgah, aku melihat pin kampanye,
penjelasan tentang program, serta beberapa orang yang siap diajak diskusi.
Sayangnya,
aku belum pernah melihat poster dari kubu Mitt Romney di sini. Maklumlah, Ohio
adalah basis bagi Obama. Pada pemilihan umum yang lalu, Obama menang mutlak di
Ohio. Andaikan ada poster Mitt Romney, pastilah akan lebih menarik. Au
membayangkan akan ada diskusi intens yang membahas tentang nasib negeri
superpower itu di masa mendatang.
Suasana
kampanye di AS sangat kontras dengan apa yang tampak di tanah air. Aku
membayangkan bahwa kampanye pilpres di tanah air akan diramaikan oleh baliho,
gambar sosok tersenyum yang disebar di mana-mana, hingga iklan melalui televisi
yang berhamburan di setiap program atau acara. Di tanah air, kampanye serupa
pasar di mana banyak penjual kecap saling mengklaim dagangannya sebagai yang
paling laku. Tanpa proses pendidikan politik. Tanpa proses belajar.
registrasi pemilih pemula |
mobil kampanye |
Mungkin
ini tantangan, sekaligus sebagai peluang. Banyak hal yang harus dibenahi di
negeri yang masih muda sana, negeri yang mendapatkan kemerdekaannya dengan
berdarah-darah. Namun, harapan harus dikerek tinggi-tinggi. Sebab tanpa harapan,
saatnya kita membubarkan negeri itu.(*)
0 komentar:
Posting Komentar