Menyerap Hikmah di Kampanye Obama


saat Presiden Obama berpidato di kampus Ohio University

-->
DI hadapan sekitar 16.000 orang di College Green, kampus Ohio University di kota Athens, pria itu lalu naik ke atas podium. Lelaki yang sempat menghabiskan masa kecil di Indonesia itu menuju podium di tengah sorak-sorai. Tepukan gemuruh membahana ketika ia tersenyum dan mulai menyapa semua hadirin yang telah menunggu sejak jam 10 pagi untuk menyaksikan kehadirannya pada pukul 5 sore seminggu silam.
  
“Hallo Athens. Hallo Ohio!,” ia memulai dengan sapaan. Semua histeris. Saya serasa menyaksikan pargelaran musik di mana seorang pemusik menjadi magnet yang menyedot semua perhatian. Hari itu, Barack Obama, Presiden Amerika Serikat (AS) datang berkunjung ke kampus Ohio University (OU) untuk berkampanye. Saya merasa beruntung karena bisa menyaksikan Obama berpidato dan berkampanye di negerinya sendiri. Ini pengalaman yang amat langka buat saya.

Kedatangannya menjadi sejarah bagi kampus ini selama beberapa dasarwarsa sejak berdiri. Puluhan tahun silam, John F Kennedy juga pernah datang untuk berkampanye, yang kemudian menjadi sejarah baru sebab setahun berikutnya ia terpilih sebagai presiden Amerika Serikat.

Obama datang pada momentum yang tepat. Hari itu adalah sehari setelah debat kandidat presiden yang memperhadapkan dirinya dengan Mitt Romney, pesaing dari Partai Republik. Dalam debat kandidat yang kedua, Obama seakan menang telak. Kata seorang pengamat, ia sukses menembakkan nuklir ke jantung pertahanan Romney hingga membuatnya tak berkutik.

“Saya datang ke sini karena saya dengar kalian punya tim football yang hebat. Apakah benar? Saya dengar tim kalian punya rekor 7 – 0. Apakah saya tidak salah?” Obama memulai pidato dengan hal-hal yang menjadi wacana di kampus Ohio. Entah ia tahu dari mana, yang pasti kemenangan tim football universitas selama tujuh kali berturut-turut menjadi buah bibir banyak warga Athens.

saat Presiden Obama datang dan menyapa Presiden OU College for Democrat
panggung disiapkan sehari sebelum pidato

-->
Dua tahun silam, ia juga hadir di Jakarta. Di awal pidatonya, ia mengucapkan kalimat-kalimat seperti “Assalamuaikum”, “Selamat pagi dan salam sejahtera”, serta kalimat “pulang kampung nih.” Tak pelak, pengucapan kalimat ini disambut histeris oleh para mahasiswa yang menyaksikan pidato tersebut. Hari ini, saya kembali menyaksikan aspek kultural yang diselipkan dalam pidatonya.

Amerika Serikat (AS) tengah menggelar kampanye kepresidenan. Para kandidat presiden itu berlomba unuk memenangkan hati banyak orang. Mereka menerapkan berbagai strategi demi pundi-pundi suara yang terkumpul untuk memenangkan persaingan. Obama tak sendirian. Ia di-backup oleh banyak tangan-tangan yang sukses mentransformasikan politik menjadi satu industri kreatif berskala besar.

Yup. Politik memang telah lama menjadi industry. Politik bukan saja arena yang mentransfomasikan kontestasi dan titik persaingan ide serta gagasan, namun juga pertarungan antara tim-tim kreatif yang bekerja untuk memasarkan seorang kandidat.

Berbeda dengan keadaan di banyak tempat, kampanye di Amerika dikelola dengan sangat kreatif. Di banyak tempat, kampanye identic dengan hal-hal yang akan mengotori kota; baliho berisi wajah tersenyum yang tersebar ke mana-mana, serta parade jual kecap dan menebar janji. Di Amerika, tak satupun saya menemukan baliho kandidat presiden atau kandidat calon legislatif. Mereka berkampanye dengan cara kreatif, melalui diskusi, karnaval, serta melalui media sosial. Mereka menggali kreativitas untuk memenangkan hati masyarakat.

Salah satu bentuk kreativitas serta strategi itu adalah pilihan-pilihan kata dalam pidato. Mendengar pidato Obama, saya tidak sedang mendengar pidato yang membosankan dan kaku, serta bikin mengantuk. Obama tak perlu menyuruh stafnya untuk membangunkan mereka yang tidur saat dirinya pidato. Sebab gerak tubuh, pilhan tema, serta intonasi kalimatnya mengalir dengan alamiah, serta ditunjang dengan isi pidato yang ‘bertenaga’ dan menggerakkan.

Gaya retorik seperti ini tidaklah muncul begitu saja. Gaya ini ditunjang oleh kerja tim yang sebelumnya telah melakukan riset, menghitung jumlah potensi pemilih di satu tempat, serta memberikan masukan tentang tema-tema atau isu yang hendak dibahas. Ini juga termasuk idiom-idiom kultural atau isu hangat di satu tempat, yang ketika disampaikan dalam pidato, sontak akan memikat hati banyak orang.

Pelajaran Berharga

Pidato Obama di Ohio telah memberikan banyak pelajaran berharga buat saya untuk mengenali politik di negeri Abang Sam. Pertama, saya menyaksikan sendiri bagaimana tim kreatif memaksimalkan sebuah kunjungan menjadi dukungan suara. Di tanah air, setiap kampanye di lapangan terbuka hanya sekadar mendatangkan penyanyi dangdut serta massa yang datang hanya untuk menonton. Tak lebih.

Di Amerika, jauh sebelum kedatangan sang kandidat, maka informasi sudah tersebar melalui banyak kanal media. Semua yang hadir mesti memiliki tiket untuk memasuki lapangan. Beberapa hari sebelum Obama datang, ribuan mahasiswa dan warga Athens telah mengantri demi mendapatkan tiket.

dua tiket untuk menghadiri kampanye Obama
demonstrasi di luar arena kampanye

-->
Mereka tak sekadar antri. Namun semua harus mengisi lembaran yang berisikan nama serta alamat email. Demi tiket, saya pun ikut menuliskan email. Usai kampanye, saya menerima beberapa email yang dikirimkan Michelle Obama dan Bill Clinton. Isi emailnya sangat simpatik yang berisikan ajakan untuk memilih Obama. Pada email itu juga tertera ajakan untuk memberikan donasi demi pemenangan Obama.

Kedua, saya akhirnya belajar bahwa politik dan dunia kemahasiswaan bisa menjadi kawan seiring. Hampir semua partai politik di Amerika memiliki perwakilan di kampus. Partai itu memiliki organ lembaga kemahasiswaan yang berfungsi sebagai wadah pembelajaran, serta pematangan untuk memasuki rimba politik. Di kampus Ohio University terdapat organisasi Ohio University College Democrats. Lembaga ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk belajar politik serta menjadi relawan untuk mengampanyekan program partai politik. Di tanah air, kampus terkesan ‘malu-malu kucing’ dengan dunia politik. Padahal, banyak mahasiswa yang bergerak di belakang layar dan sering menjadi kaki tangan politisi.

Ketiga, seorang presiden mesti mengenali isu-isu hangat di masyarakat. Sebelum mengunjungi suatu tempat, tim kreatif mesti memetakan apa topic yang menarik dibahas, serta apa-apa saja yang menarik untuk dibahas. Ketika Obama membahas tentang kemenangan tim football Ohio, maka antusiasme public langsung mencuat. Semua orang langsung bersorak sebab apa yang dibahas telah menyentuh sisi kebanggaan para audience.

Keempat, meyaksikan pidato Obama serta berdasarkan diskusi dengan banyak orang, saya akhirnya menyimpulkan kalau isu-isu yang menarik bagi masyarakat Amerika adalah isu-isu domestic. Kampanye dan wacana yang dibahas seiring kedatangan Obama adalah isu asuransi atau jaminan kesehatan, pendidikan, serta pajak. Inilah yang paling banyak dibahas dan didiskusikan.

antri untuk tiket
salah satu pengantri

-->
Kelima, pelajaran berharga yang saya dapatkan adalah seyogyanya politik melibatkan partisipasi banyak orang. Di Athens, Ohio, Obama memiliki banyak simpatisan yang bekerja tanpa meminta bayaran. Mereka membantu untuk menejlaskan program, mengampanyekan di pasar petani (farmer market), serta membuka beberapa stand yang berisi tempat untuk berdiskusi atau bertukar pikiran tentang rencana-rencana sang kandidat presiden.

Pada titik ini, politik bukanlah arena untuk memenangkan kuasa, dan setelah itu mengabaikan para pemilih. Politik bukan arena untuk membodohi banyak orang dengan sejumlah omong-kosong tentang rencana yang tak pernah dievaluasi. Politik menjadi satu arena yang menyempurnakan kehidupan manusia. Politik menjadi arena pembelajaran di mana antara kandidat dan masyarakat bisa saling mengasah diri dan mengembangkan kapasitas, sekaligus menyalurkan idealisme.



Athens, 20 Oktober 2012

bersama istri dan anak, saya pun ikut kampanye Obama di Ohio


0 komentar:

Posting Komentar