“Sihir” Baru JK Rowling dalam The Casual Vacancy

novel JK Rowling sebagaimana kulihat di toko buku di Athens, Ohio

-->
NOVEL terbaru karya J.K. Rowling sudah beredar. Beberapa hari silam, aku melihat novel itu terpajang di banyak rak toko buku. Aku sudah membuka-buka dan membaca beberapa bab. Berharap di situ ada keajaiban atau sihir baru yang bisa membuat dunia ini kembali menakjubkan dan penuh teka-teki. Sayang, dari beberapa bab yang kubaca itu, tak kutemukan satupun mantra atau sihir.

Apakah Rowling kehilangan magisnya sebagai pengarang?

Nampaknya, semua calon pembaca, termasuk diriku, berharap agar ia bisa menghadirkan tokoh sejenius Harry Potter. Sebanyak tujuh seri Harry Potter telah dituliskannya, dan membuat namanya menjadi buah bibir serta dicatat engan tinta emas dalam sejarah perbukuan. Harry adalah penyihir, yang bukan saja menyihir dunia untuk antri dan membaca kisahnya serta menyaksikan filmnya, namun sukses menyihir pengarangnya hingga menjadi pengarang terkaya dalam sejarah.

Ketka novel terbaru The Casual Vacancy beredar, semua orang berharap agar Rowling kembali dengan magis ala Harry Potter. Atau setidaknya sihir sebagaimana The Tale of Beedles the Bard, sebuah  dongeng sihir yang melengkapi kisah Harry Potter. Ternyata novel baru ini amat jauh dari dunia sihir. Novel ini berkisah tentang dunia muggle atau dunia manusia dengan segala problematikanya.

Dunia dalam novel baru ini adalah dunia yang amat membosankan dengan manusia-manusia yang menyebalkan, berpikir pendek, serta lebih mementingkan diri sendiri, mengingatkan pada tokoh Paman Vernon dan Bibi Petunia dalam serial Harry Potter. Novel ini adalah novel dewasa yang karakter tokohnya melihat kehidupan dengan amat dangkal, sering mengeluarkan kata-kata jorok seperti mengucapkan kemaluan, hingga pemikiran yang serba dangkal.

The Casual Vacancy
-->
Baru membaca beberapa bab, aku sudah tahu kalau novel ini bukanlah novel untuk segala umur, yang bisa dibaca dengan keterkejutan yang tak habis-habis. Novel ini berkisah tentang bunuh diri, kejahatan, ketergantungan ada heroin, hingga beberapa adegan seks di pekuburan umum, yang digambarkan memakai kondom serta tindak kekerasan. Meskipun ada sedikit humor di sini, namun kebanyakan adalah adegan yang tak pantas dibaca anak-anak.

Wajar saja jika banyak pembacanya yang kecewa. Para pembaca itu berharap lebih. Mereka masih menanti sihir Rowling yang kemudian membuat dunia menjadi demikian berbeda. Namun, apakah Rowling salah ketika hendak memperkenalkan sesuatu yang berbeda?

Meskipun novel ini mengecewakan, aku amat salut dengan keberanian Rowling untuk merambah ruang baru dalam dunia kepenulisan. Bagiku, seorang penulis sejati adalah mereka yang mendedikasikan hidupnya untuk bertualang di jagad kata dan melihatnya dari segala sudut penceritaan. Ketika seorang penulis hanya berkutat pada satu gaya bertutur, maka ia terlanjur memencilkan dirinya pada satu bentuk penceritaan sehingga kehilangan daya-daya kreatif dan daya imajinatif. Jika Rowling masih berkutat pada dunia sihir, maka ia gagal meambah berbagai dimensi kepenulisan, yang mestinya bisa membuat dirinya kaya secara batiniah.

-->
Kutukan bagi seorang penulis adalah ketika ia terlanjur identik dengan satu karya, dan tak mampu keluar dari bayang-bayang karya tersebut. Aku sudah melihat tipe seperti ini pada penulis Andrea Hirata. Ia terlanjur identik dengan Laskar Pelangi, dan hingga kini, hanya bisa mereproduksi kisah sejenis Laskar Pelangi, yang kemudian jeblok di pasaran. Kita bisa melihat saat Hirata meluncurkan novel Ayah dan 11 Patriot. Bagiku, dua novel ini gagal sebab ia tak bisa keluar dari gaya penceritaan dalam tetralogi Laskar Pelangi serta dwilogi Padang Bulan. Publik kembali disodori sesuatu yang udah basi, alur yang mudah ditebak, hingga karya yang mulai menjenuhkan.

Andaikan J.K Rowling masih menggarap tema sihir, maka ia gagal total sebagai seorang penulis. Ia menjadi penulis dengan tipe yang hanya nyaman berpijak pada satu genre atau style kepenulisan. Dengan merambah area lain, ia bisa belajar banyak sekaligus membuat kepekaannya kian tajam sebab telah melakukan satu petualangan pada dunia kepenulisan.

Namun, semuanya bergantung pada sang penulis. Aku amat yakin kalau niat Rowling ketika menulis bukanlah uang atau kategori best seller. Aku amat yakin kalau dirinya adalah bagian dari mereka yang menulis sesuatu sebagai panggilan jiwa, serta keinginan untuk menyentuh hati banyak orang. Maka menulis menjadi tantangan sekaligus pengabdian. Juga petualangan yang tak habis-habisnya di belantara kata-kata.

Pada titik inilah, aku mengangkat dua jempol buat Rowling, salah satu penulis terbaik yang karyanya telah menyihir jutaan anak di seluruh dunia. Selamat!


Athens, 10 Oktober 2012

0 komentar:

Posting Komentar