Beda JARWO, Beda Sutan Bhatoegana




DI gedung-gedung parlemen, di kantor-kantor pemerintah, hingga ruang-ruang publik, politik kita adalah dunia yang serba serius dan formal. Para politisi seolah mengemban wahyu Ilahi untuk mewujudkan kebijakan publik yang membawa maslahat bagi banyak orang. Namun di layar kaca, politisi menjadi tontonan yang mengasyikkan untuk dilihat.

Para politisi sering dijadikan parodi dan olok-olok melalui berbagai meme, karikatur, maupun sosok dalam animasi bergerak. Politisi seringkali jadi obyek candaan yang direkam dalam bentuk gambar. Berbagai produk budaya populer lahir demi merepresentasikan pandangan publik terkait dunia politik. Di antara sedikit politisi yang karakternya dijadikan sosok dalam produk budaya populer adalah Sutan Bhatoegana, yang beberapa hari lalu meninggal dunia.

Dua tahun terakhir, wajah Sutan Bhatoegana menjadi inspirasi untuk menggambarkan sosok Jarwo dalam serial animasi Adit & Sopo Jarwo. Tak hanya wajah yang mirip, gaya tutur hingga takdir dunia animasi pun dimiripkan dengan kehidupan Bhatoegana di dunia nyata. Pada sosok Jarwo, kita melihat cermin Bhatoegana. Pada sosok Jarwo, kita melihat takdir politisi kita yang sering merasa lebih tahu, namun menjadi bulan-bulanan. Pada sosok Jarwo, kita melihat politik sebagai panggung penuh gelak tawa, kelucuan, dan juga peran-peran sebagai pelengkap penderita.

Pada sosok Jarwo, kita melihat sesuatu yang melampaui teks berita politik.

***

SUATU hari, Jarwo tersentak saat membaca koran. Di situ disebutkan tentang imbalan bagi para hansip yang berhasil menemukan anak yang hilang. Jarwo merasa tertantang untuk mengumpulkan uang sebanyak mungkin. Dia lalu mengajak sahabatnya Sopo untuk mencari anak hilang dengan harapan bisa mendapatkan uang 10 juta rupiah. Jika makin banyak anak hilang yang ditemukan, maka jumlahnya bisa berlipat-lipat.

Jarwo, lelaki hitam dengan kumis tipis serta memiliki suara serak-serak basah itu, melihatnya sebagai peluang. Sebagai pengangguran, ia memang sering kehilangan akal bagaimana mendapatkan uang. Di saat bersamaan, anak kecil bernama Adit tak ada di rumah. Bundanya lalu meminta bantuan Jarwo untuk mencari anak itu. Di kepala Jarwo, uang 10 juta rupiah langsung melintas. Ia membayangkan hadiah yang akan diterimanya sebagai penemu anak hilang.

Ternyata, Adit sedang bermain bersama Dennis, Mitha, dan Devi di taman kampung. Tak lama, ketika Jarwo-Sopo melintas, motornya mogok. Adit dan Dennis meledek Jarwo-Sopo. Begitu melihat Adit, Bang Jarwo baru sadar dan teriak memanggil Adit.Dennis berpikir kalau Bang Jarwo marah. Adit-Dennis segera kabur. Terjadi kejar-kejaran antara Jarwo-Sopo dengan Adit-Dennis hingga akhirnya Adit tertangkap.

Saat itu juga, Haji Udin lewat. Setelah tahu permasalahannya, Haji Udin, Adit, dan Jarwo-Sopo ke rumah Adit. Haji Udin memberi nasihat ke Adit. Adit pun minta maaf ke Bunda. Kemudian, Bang Jarwo menagih imbalan sama Bunda. Bang Jarwo berpikir akan mendapat 10 juta. Tapi ternyata, Bang Jarwo hanya mendapat es krim. Itu pun diminta sama Adel.

Kisah Jarwo ini bisa dilihat pada serial Adit Sopo Jarwo, episode ke-8, yang ditayangkan oleh stasiun televisi MNC pada tanggal 4 Agustus 2014. Episode ini memang membahas tentang Jarwo, seorang pengangguran yang berusaha menemukan anak hilang demi mendapatkan uang sebesar 10 juta rupiah.

Bersama keponakan, saya menyaksikan kisah itu. Setelah itu, saya lalu melihat berita politik yang tayang di satu televisi. Berita itu menayangkan tentang politisi Sutan Bhatoegana yang sedang menjelaskan kebijakan pemerintah. Saat itu, keponakan saya spontan berteriak, “Itu Jarwo.” Saya baru sadar kalau Jarwo dan Bhatoegana memiliki wajah yang mirip.

Nampaknya, karakter Jarwo memang mengambil inspirasi dari Bhatoegana. Tak hanya fisik, tapi juga intonasi suara. Tak hanya itu, mimik saat berbicara juga disesuaikan dnegan Bhatoegana. Makanya, saat Jarwo muncul di layar kaca, ia langsung populer. Kalimat-kalimatnya khas. Ia serupa Bhatoegana yang produktif melahirkan istilah-istilah yang lalu ikonik. Misalnya “masuk itu barang” saat mengomentari prilaku korupsi. Istilah lain adalah “ngeri-ngeri sedap” yang juga menggambarkan tingkah politisi.

Politik kita memang serupa panggung. Kata Brian Mc Nair, politik adalah arena pertunjukan, di mana para politisi menampilkan gaya, penyajian, retorika yang menghibur, hingga penampilan yang menyenangkan di mata publik. Politik tak hanya soal bujuk-membujuk, tapi juga kemampuan memainkan peran-peran yang disorot publik. Pada titik ini, Bhatoegana adalah seorang aktor yang lihai mencuri perhatian publik.


Di masa menjadi anggota DPR RI, Bhatoegana adalah salah satu sosok paling vokal di DPR. Dia dipercaya Partai Demokrat sebagai salah seorang narasumber atas berbagai sikap partai berwarna biru itu. Dia seorang yang loyal dan setiap saat melindungi presiden sekaligus ketua umumnya yakni SBY. Gaya komunikasinya cenderung ceplas-ceplos serta mudah dipahami. Saat berbicara, mimiknya khas. Matanya bisa melotot. Akan tetapi saat tertawa, ia bisa membuka mulut dengan amat lebar. Ia tertawa lepas, tanpa bersikap jaim.

***

SEBELUM reformasi, nama Sutan Bhatoegana tak pernah terdengar. Ia memasuki gelanggang politik saat mendompleng pada Partai Demokrat yang mengusung nama Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI. Lelaki yang lahir di Pematang Siantar pada tahun 1957 ini malang-melintang di berbagai organisasi.

Di Indonesia, banyak politisi yang memulai karier dari pendirian berbagai lembaga yang berisik dan gaduh, walaupun tak jelas benar apa yang dilakukan lembaga itu. Bhatoegana pernah menjadi Ketua Umum Gerakan Penyelamatan bangsa dan Tanah Air RI di wilayah Jakarta Selatan. Lembaga-lembaga seperti ini gampang dibentuk dan gampang bubar. Biasanya dibentuk untuk merespon satu isu, selanjtnya sering turun ke jalan untuk berdemnstrasi. Setelah itu nasi bungkusnya dibagikan. Demonstrasi dianggap selesai.

Dia juga mendirikan organisasi primordial yakni Ketua Umum Batak Islam. Pernah pula namanya tercatat sebagai Sekretaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Cilacap, Jawa Tengah. Nampaknya, latar organisasi ini menjadi tangga-tangga bagi seseorang untuk menapak jalur politik. Melalui organsiasi, ia bisa bertemu banyak kalangan, lalu menebar jejaring yang kelak digunakannya untuk meniti karier.

Biarpun bergabung di organisasi yang berlatar cendekiawan, hampir tak pernah terdengar Bhatoegana melahirkan buku atau naskah ilmiah, sebagai ciri khas seorang cendekiawan. Dia lebih menampilkan karakter sebagai seorang politisi yang mudah meledak-ledak dan bisa berbantah-bantahan dengan retorika yang masuk akal. Tentu saja, kita tak perlu berdebat tentang substansi di sini.
Karier politiknya terjegal ketika drinya terlibat kasus korupsi SKK Migas pada 2015 lalu. Sutan divonis 10 tahun pidana penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 19 Agustus 2015. Dia terbukti bersalah menerima suap dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013.

Ia menerima duit suap dari bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) senilai US$140 ribu untuk didistribusikan ke sejumlah anggota, pimpinan dan sekretariat Komisi Energi DPR. Alasannya, untuk memuluskan pembahasan APBNP 2013.  Kiprahnya di dunia politik, Sutan dikenal sebagai pribadi yang tegas. Sutan juga dikenal sebagai kader Partai Demokrat yang setia dari awal partai berdiri hingga saat ini.

Biarpun dirinya adalah salah satu pendiri Partai Demokrat, dirinya langsung dijauhi saat terlibat korupsi. Dia dipecat dari partai dan disingkirkan seolah najis bagi partai yang selalu ingin nampak bersih. Dia dianggap noktah yang bisa menodai partai dan bisa merusak nama baik partai itu di hadapan konstituennya. Dia lalu dibuang dan menjalani proses hukum soerang diri, hingga akhirnya ditahan seorang diri. Ia meninggal seorang diri, tanpa ada gegap gempita pengurus partai yang dahulu susah payah ikut didirikannya.

***

Jarwo dan Bhatoegana menjalani takdir yang sama. Jarwo melihat celah. Demikian pula Bhatoegana. Bedanya, Jarwo mencari uang demi sekadar bertahan hidup dan sesuap nasi. Sementara Bhatoegana mencari uang untuk berbagai kepentingan di luar dirinya. Di tanah air, kasus-kasus korupsi hanya berhenti pada satu atau dua orang, tanpa ditelusuri sejauh mana mata rantainya, siapa saja yang terlibat dan diuntungkan dengan korupsi itu. Korupsi adalah tindakan kolektif yang menguntungkan banyak orang, namun risikonya justru ditanggung oleh individu.

Setahun sebelum kematiannya, Bhatoegana menjalani dunia yang serba sepi. Saat dirinya tersangka dan terpidana, semuanya menjauh. Ia tak lagi mendapat senyum sapa dan kagum orang-orang yang menyaksikan dirinya di layar kaca. Selucu apapun diksi atau kalimat yang dibuatnya akan diabaikan publik. Ia seorang pesakitan yang dijauhi oleh rekan sejawat dan massa partai. Di saat dilanda sakit parah, ia pernah menyampaikan keinginan agar dikunjungi oleh SBY, sosok yang pernah dibelanya sepenuh hati. Ia seperti samurai yang pernah ke medan laga demi membela tuannya, namun setelah itu ditampik oleh sang tuan.

Hingga akhirnya ia menjalani hukuman penjara. Kesehatannya terus turun. Dunia yang dihadapinya kian berubah. Uang hasil korupsi yang segunung itu tak lagi sanggup menghadirkan kesehatan pada dirinya. Seseorang bisa kaya raya, tapi tetap saja tak bisa membeli kesehatan. Seseorang bisa bergelimang uang dan emas, tapi belum tentu bisa membeli ketulusan persahabatan.

Bhatoegana meninggal dalam keadaan sepi.

Bogor, 21 November 2016



0 komentar:

Posting Komentar