hamster yang menunggu makanan |
ORANG desa sering iri melihat ke kota.
Tapi orang kota justru menyukai hal-hal mengenai desa. Barangkali orang desa
tak membayangkan bahwa wisata yang saat ini disukai warga kota adalah aktivitas
yang setiap hari dilakukan orang desa. Mulai dari memberi makan kambing,
membersihkan kerbau, hingga memancing di tengah danau.
Setidaknya itulah yang saya rasakan saat
berkunjung ke Kuntum Farmfield di Bogor, Jawa Barat. Tempat wisata ini tengah
menjadi primadona bagi warga Jakarta dan Bogor. Terletak di tempat strategis,
tempat ini selalu ramai dikunjungi orang-orang. Penasaran, saya pun datang
berkunjung.
Kesan saya, tempat ini menyajikan
aktivitas desa, yang dikemas jadi tempat wisata. Di bagian depan, saya melihat
kandang kambing. Orang-orang mesti membayar untuk mendapatkan susu serta rumput
yang akan disodorkan ke kambing-kambing itu untuk dimakan. Bagi para
pengunjung, memberi makan kambing menghadirkan sensasi. Bagi saya yang lahir
dan besar di kampung, saya tak menemukan di mana unsur menariknya. Aktivitas
itu hal biasa saja di kampung halaman.
memberi susu pada kambing |
saat di kandang kelinci |
Setelah memberi makan kambing, atraksi
berikutnya adalah memberi makan sapi. Kembali, orang-orang menyodorkan rumput
agar di makan sapi itu. Aneh saja melihat beberapa orang bertepuk-tangan saat
sapi itu melenguh. Saya tersenyum-senyum melihatnya. Saya membayangkan
bagaimana perasaan mertua saya di Bone, Sulawesi Selatan, datang ke tempat ini.
Apa pula kata dirinya yang punya banyak sapi di sekitar rumah tiba-tiba diminta
memberi makan sapi. Boleh jadi, ia akan ngomel-ngomel dan minta dipulangkan ke
kampung halaman.
Saya lalu berjalan lagi. Di satu bagian,
terdapat banyak itik. Para pengunjung membeli makanan itik untuk disodorkan
kepada itik yang mulai menolak makan. Setelah itu, ada kolam ikan. Untuk
mendapatkan pancing dan umpan, pengunjung mesti membayar 15 ribu rupiah.
Selanjutnya, rumah kelinci. Kembali, orang-orang harus membayar untuk
mendapatkan wortel demi memberi makan kelinci.
Tak hanya itu, terdapat banyak kebun sayur
yang siap panen. Para pengunjung diijinkan untuk memanen sayur, setelah itu
mencucinya. Terdapat pula banyak sawah-sawah yang siap ditanami. Bergantian
orang kota menanam padi, memandikan kerbau, lalu beristirahat di beberapa
dangau yang ada di situ. Dihembus angin sepoi-sepoi, mereka memandang sawah dan
kebun-kebun di situ dengan perasaan gembira.
Fenomena aktivitas desa yang menjadi
wisata di kota ini menarik dibahas. Seorang sahabat berkisah bagaimana membawa
keluarganya dari satu pulau kecil di Sulawesi untuk berkunjung ke Bogor, Jawa
Barat. Sebelum datang, keluarganya berpesan untuk diajak ke tempat-tempat
wisata orang Jakarta. Ia lalu mengajaknya ke kebun raya Bogor, satu tempat
wisata yang disukai warga Bogor dan Jakarta. Setelah tiba dan menelusuri kebun raya,
keluarga teman itu malah bersungut-sungut. Ia berkata, “Kenapa saya dibawa di
sini? Saya ini lahir dan besar di hutan. Kenapa pula saya diajak melihat
hutan?”
Kesan yang sama muncul saat diajak wisata
ke kebun raya Cibodas, ataupun melihat kebuh teh dan strawberry di Cipanas.
Bagi keluarga di desa, tempat-tempat itu tak unik. Yang tampak berbeda hanyalah
penataannya yang rapi, serta ada biaya retribusi yang harus dibayarkan. Hanya
saja, orang desa masih bisa mengakses hutan serta sungai dengan air yang
jernih. Tapi di mata orang Jakarta yang terbiasa kemacetan dan asap knalpot
kenderaan bermotor, tempat-tempat wisata di atas adalah surga.
berpose di dekat sawah |
jalan lebar menuju sawah yang siap ditanami |
Sebagai orang desa yang kini tinggal di
kota, ada banyak hal menarik yang saya rasakan. Tempat-tempat ini menjadi
wahana nostalgia atas kehidupan di kampung halaman. Bagi generasi baru kota,
kehidupan warga desa menjadi sesuatu yang eksotik, menyenangkan, serta
membahagiakan. Orang-orang kota ini mengalami perasaan bagaimana menjadi orang
desa dan menjalankan aktivitas ala desa. Terdapat dua hal yang bisa disoroti.
Pertama, pada dasarnya, masyarakat kota
adalah mereka yang dahulu tinggal di desa, kemudian hijrah ke kota demi
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dalam beberapa riset lapangan, saya
temukan fakta tentang tingginya urbanisasi, serta tiadanya peluang ekonomi di
desa-desa. Kota lalu menjadi primadona untuk didatangi lalu ditinggali. Akan
tetapi, kenangan atas aktivitas dan keindahan di desa itu tetap kuat tertancap
di benak. Kenangan itu telah menjadi satu gambaran ideal tentang kehidupan ala
desa yang indah, lingkungan yang hijau, air yang jernih, serta kicau burung
yang memenuhi pagi.
dua bebek yang menunggu makanan |
berebut menangkap ikan |
Kedua, generasi baru di kota-kota
memandang desa sebagai sesuatu yang eksotik. Buktinya, kehidupan desa menjadi
tema utama untuk pariwisata kota. Orang rela membayar mahal untuk sekadar
mendapatkan rumput dan memberi makan sapi, kambing dan kelinci. Anak-anak kota
menganggap aktivitas menangkap ikan di kolam adalah sesuatu yang sangat
menyenangkan dan mengasah adrenalin.
Anak-anak kota itu tidak punya pereferensi
tentang bagaimana kehidupan desa, tetapi mereka menyaksikannya di berbagai
tayangan media. Mereka membayangkan kehidupan desa sungguh menyenangkan sebab
alam masih hijau, pepohonan di mana-mana, juga sungai jernih yang menjadi
tempat bermain. Kehidupan ala kampung itu dianggap jauh lebih sehat, jauh lebih
membahagiakan, ketimbang kehidupan ala kota yang setiap hari harus bergegas.
Jika anda tinggal di kota, sukakah anda
dengan wisata ala desa?
BACA JUGA:
0 komentar:
Posting Komentar