DI banyak tempat, saya melihat orang-orang
melakukan reuni. Mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Ada jarak
dan waktu panjang di mana semua orang pernah bersama-sama lalu terpisah jauh.
Ada spasi yang berisi kenangan yang nyaris terlupakan, mengendap di dasar hati,
yang kemudian diangkat lagi ke permukaan. Ada ruang berisi pertemuan yang masih
mengharu-biru. Mungkin, ada sesuatu yang perlu diluruskan dari sepenggal
kenangan masa silam itu.
Di setiap reuni, selalu ada diskusi tentang
masa silam. Yang dikenang selalu momen-momen indah, mengharukan, ataupun
pertemuan dalam suasana penuh keceriaan. Yang dikenang dari masa silam adalah detik-detik
pertemuan, saat-saat kegilaan, ataupun masa-masa yang diisi dengan aktivitas bersama.
Tak hanya hal menyenangkan. Bahkan hal-hal yang memilukan pun akan dikenang.
Kisah itu akan diurai kembali, dikisahkan lagi dengan segenap jenaka, lalu tawa
bersama membuncah.
Detik pertama dalam kehidupan adalah pertemuan,
dan setiap detik berikutnya adalah reuni. Filsuf Plato menulis tentang semua
orang yang pernah berada di rumah ide, lalu tersebar ke banyak titik. Belajar
adalah proses mengingat kembali semua pengalaman saat berada di alam ide. Jika
satu momen bisa disebut sebagai satu rumah ide, maka momen-momen selanjutnya
adalah proses mengenang segenap pertemuan di satu rumah ide.
Dengan demikian, setiap orang bisa memiliki
banyak spasi untuk reuni. Seseorang mengenang setiap perjumpaan, merumuskan
ulang titik berangkat, mencari titik pertemuan. Setiap orang akan mencari
asal-usul dirinya, mencari di mana dirinya pernah tumbuh, setelah itu menatap
masa kini dan masa depan yang lebih gemilang.
Hanya di Indonesia, reuni bisa menjadi energi
kultural yang serupa dahaga selalu menuntut untuk dipuaskan. Setiap kampus,
sekolah, komunitas, dan organisasi, mengadakan reuni. Bahkan setiap tahun, pada
setiap momen Lebaran, jutaan orag serentak berpindah ke kampung halaman demi
reuni dengan keluarga. Tak sekadar reuni, mereka yang pulang itu juga
mengunjungi tempat-tempat yang pernah didatangi, meneusuri masa silam,
menghangatkan kenangan yang nyaris beku di pelosok hati.
Jika kehidupan serupa perjalanan, maka tujuan
dari semua perjalanan itu adalah reuni. Ya, reuni. Bukankah hakekat perjalanan
adalah pertemuan kembali dengan Dia yang menciptakan, Dia yang memberi ruh, Dia
yang memberikan napas, Dia yang menghadiahkan anugerah terbesar bagi manusia,
yakni kehidupan itu sendiri.
Saya mengenang pengalaman bertemu seorang ulama
yang menjadi imam di Masjid Keraton Buton. Saya memintanya untuk menulis
naskah tentang Islam di tanah Buton. Saya pun memintanya membuat profil singkat
tentang dirinya. Batin saya basah saat membaca apa yang dituliskannya. Setelah
menulis nama, ia menulis aktivitas. Ditulisnya: “Aktivitas saya adalah menunggu
kehadiran Izrail yang membawa saya pada reuni dengan Dia yang selalu saya
rindukan.”
Ah, sungguh reuni yang indah.
1 komentar:
Tulisan yang selalu bermakna di hati pembaca.
Posting Komentar