Harry Azhar Azis, Ketua BPK |
SELAMA beberapa minggu, media
nasional memuat cerita tentang Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry
Azhar Azis. Mulai dari perdebatannya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja
Purnama, namanya masuk dalam satu dokumen tentang pendirian perusahaan di luar
negeri, sampai pada diskusi publik mengenai temuan BPK di Rumah Sakit Sumber
Waras.
Siapa sangka, di balik sosok
yang selalu membahas ekonomi itu, terdapat selaksa kisah menarik. Mulai dari
pengalaman seorang bocah kampung yang dahulu adalah penjual kue, pemungut bola
tenis lalu merantau ke ibukota. Kisah seorang organisatoris yang menggapai
mimpi-mimpinya. Namun, ada juga beberapa kontroversi atas dirinya, yang serupa
kerikil namun memberikan gambaran utuh tentang siapa dirinya.
Apakah gerangan sisi lain
dirinya yang tak pernah diungkap media massa?
***
MESKIPUN jurnalis telah
memenuhi satu ruangan di kantor BPK, tak ada gentar sedikit pun di wajah Harry
Azhar Azis. Ia tetap mendekati para jurnalis, dan membiarkan dirinya ditanyai
banyak hal. Bahkan saat seorang jurnalis melontarkan tuduhan tentang pendirian
perusahaan di luar negeri, ia tak juga mengelak. Ia malah berbalik tanya, “Di
mana letak kesalahannya?”
Langkah-langkah Harry
terbilang cepat. Ia tak mau menunggu tensi pemberitaan tentang dirinya
menurun. Ia langsung meladeni semua pertanyaan. Ia mendatangi Presiden Joko
Widodo demi menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Ia mendatangi Dirjen Pajak
lalu meminta agar ada proses investigasi yang berlangsung transparan.
Berbeda dengan politisi lain
yang cenderung menghilang, atau hadir dengan kalimat menyengat, Harry tak
hendak menghindari dari persoalan. Ia juga tampil di televisi dan mengajak
publik berdialektika. Ia membuka dialog agar publik bisa menemukan kisah
langsung dari sumber pertama.
Lelaki yang lahir di Tanjung Pinang, Kepulauan
Riau, pada 25 April 1956
ini, sejak dulu tak pernah menghindar dari masalah. Ia percaya kalau setiap
masalah haruslah dihadapi, dan tak perlu dihindari. Konsistensi dan cara
pandang ini bukan sesuatu yang muncul belakangan.
Ia telah menajamkan konsistensi dan kemampuan menghadapi permasalahan itu sejak mahasiswa, saat menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dalam situasi kemelut karena pergesekan antara HMI dan negara, ia bisa mendamaikan banyak pihak lalu menatap masa depan yang sama-sama dicita-citakan, tanpa ada gesekan.
Ia telah menajamkan konsistensi dan kemampuan menghadapi permasalahan itu sejak mahasiswa, saat menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dalam situasi kemelut karena pergesekan antara HMI dan negara, ia bisa mendamaikan banyak pihak lalu menatap masa depan yang sama-sama dicita-citakan, tanpa ada gesekan.
Meskipun beberapa media
menyebut dirinya akan jatuh karena tudingan Ahok kepada lembaga yang
dipimpinnya, saya meyakini Harry akan terus bertahan. Ia memiliki rentang panjang
pengalaman di organisasi yag memberinya ketenangan untuk menghadapi semua
tantangan. Ia memang tidak berbicara sekeras Ahok ketika membela diri. Tapi kemampuannya
menganalisis persoalan secara logis akan menjadi amunisi kuat yang menentukan
langkah-langkah politiknya.
Kemampuan memahami masalah dan
menemukan jalan keluar didapatkan melalui perjalanan panjang sejak dirinya
masih kecil hingga akhirnya berada pada posisi pijak hari ini, sebagai Ketua
BPK, lembaga negara yang mengawasi keuangan negara.
***
DI hadapan saya terdapat buku
berjudul Amanah Sampai Akhir yang merupakan biografi Harry Azhar Azis.
Seorang kawan menghadiahkan buku ini demi mengenali siapa sosok itu. Sejak
dulu, saya memang menggemari buku-buku jenis biografi.
Yang saya senangi bukanlah kisah-kisah sukses atau kehebatan. Saya tertarik untuk mengetahui bagaimana seorang tokoh membingkai dirinya dan bagaimana ia merespon semua masalah yang mendera. Dalam buku-buku sejenis, saya menemukan sisi manusiawi. Bahwa pencapaian seseorang selalu diawali proses panjang yang sering luput dari pantauan publik.
Yang saya senangi bukanlah kisah-kisah sukses atau kehebatan. Saya tertarik untuk mengetahui bagaimana seorang tokoh membingkai dirinya dan bagaimana ia merespon semua masalah yang mendera. Dalam buku-buku sejenis, saya menemukan sisi manusiawi. Bahwa pencapaian seseorang selalu diawali proses panjang yang sering luput dari pantauan publik.
Lelaki yang berasal dari
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau ini, sejak muda telah berkarib dengan masalah.
Latar ekonomi keluarganya terbilang rendah, sehingga ia terbiasa bekerja sejak
usia belia. Ia pernah menjadi bocah penjual kue, pemungut bola tenis, hingga
beberapa kegiatan yang diniatkan untuk membantu ekonomi orangtuanya.
Ayahnya Abdul Azis Abba dan ibunya Dahniar Thaher berasal dari
Pariaman, Sumatera Barat. Ia dididik dan dibesarkan dengan nilai-nilai khas Minangkabau yang menekankan pada
kerja keras, pendidikan yang baik, dan sikap patuh. Dari ayahnya, ia belajar
bagaimana kerja keras, sementara dari ibunya ia belajar nilai-nilai seperti
keikhlasan dan kerja keras.
Saat ayahnya pensiun, kakaknya
yang berprofesi sebagai dokter lalu menjadi tulang punggung keluarga. Kakaknya
menjadi sosok yang sepenting ayah dan bu dan menentukan perjalanan kariernya. Kakaknya
lalu memboyong semua keluarganya ke Jakarta dan menjalani kehidupan baru di
sana.
Bagi orang Minang, merantau adalah proses dialektis untuk menemukan diri. Demikian pula bagi Harry. Ia melalui petualangan baru demi mematangkan sekaligus menemukan dirinya dalam belantara ibukota.
Bagi orang Minang, merantau adalah proses dialektis untuk menemukan diri. Demikian pula bagi Harry. Ia melalui petualangan baru demi mematangkan sekaligus menemukan dirinya dalam belantara ibukota.
Buku ini tak sedang
menjelaskan Harry sebagai sosok sempurna. Masa SMA-nya digambarkan datar-datar
Ia bukanlah seorang siswa yang menonjol secara akademik. Nilai-nilainya tidak
istimewa. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Jakarta
menjadi rumah yang mempertemukannya dengan banyak orang. Ia memilih menjadi
siswa yang bergaul di mana-mana, ketimbang siswa yang mengejar prestasi di
sekolah.
Dilema muncul saat dirinya tak
diterima di perguruan tinggi favorit. Dia lalu masuk kampus APP, yang tidak
sementereng beberapa kampus besar di masa itu. Ia merasa gagal memenuhi
ekspektasi kakak serta orangtuanya yang menginginkan dirinya bisa lebih
berkembang di kampus besar.
Di tengah perasaan gagal itu, ia menemukan kepercayaan dirinya saat mulai mengenal organisasi. Organisasi menjadi satu “the turning point” atau titik balik dalam kehidupannya. Ia menemukan diri dan minatnya di organsiasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Di tengah perasaan gagal itu, ia menemukan kepercayaan dirinya saat mulai mengenal organisasi. Organisasi menjadi satu “the turning point” atau titik balik dalam kehidupannya. Ia menemukan diri dan minatnya di organsiasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Organisasi ini
mempertemukannya dengan banyak intelektual. Kelebihan Harry adalah kemampuannya menuangkan gagasan ke dalam
tulisan-tulisan yang jernih dan kokoh argumentasinya.
Ia juga seorang pengorganisir aksi-aksi perlawanan terhadap rezim pemerintahan. Dunia organisasi telah memperkenalkannya dengan dunia gagasan-gagasan, khususnya pemikiran tentang Islam sebagai mata air semua nilai. Kariernya melejit. Ia melalui banyak dinamika, yang kemudian mengantarkannya ke kursi ketua umum. Sebagai ketua, ia hadir dalam banyak momen sejarah yang penting, khususnya pada masa Orde Baru tengah kuat-kuatnya.
Ia juga seorang pengorganisir aksi-aksi perlawanan terhadap rezim pemerintahan. Dunia organisasi telah memperkenalkannya dengan dunia gagasan-gagasan, khususnya pemikiran tentang Islam sebagai mata air semua nilai. Kariernya melejit. Ia melalui banyak dinamika, yang kemudian mengantarkannya ke kursi ketua umum. Sebagai ketua, ia hadir dalam banyak momen sejarah yang penting, khususnya pada masa Orde Baru tengah kuat-kuatnya.
Ia seorang aktivis yang banyak
mengkritik Orde Baru. Malah, ia pernah merasakan bagaimana meringkuk di penjara
bersama aktivis lain. Penjara itu lalu menjadi kawah candradimuka bagi dirinya.
Orde Baru serupa ayah yang menghardik anak-anaknya, namun sekaligus sebagai ibu
yang memberikan banyak pelajaran.
biografi Harry Azhar Azis |
Ia seorang idealis, sekaligus
realis. Sebagai seorang Islam, ia sangat idealis dan memandang nilai-nilai
Islam adalah mata air yang mengaliri semua sendir kehidupan. Akan tetapi, di
saat pemerintah Orde Baru menyeragamkan semua asas organisasi menjadi
Pancasila, ia mengalami dilema.
Sebagai pemimpin organisasi HMI, ia percaya kalau Pancasila adalah sesuatu yang terbuka yang tak harus dipaksakan sebagai satu-satunya asas. Akan tetapi, ia juga realistis saat melihat semakin mengguritanya kekuatan rezim, serta ancaman yang bakal dihadapi organisasinya jika menolak permintaan pemerintah.
Sebagai pemimpin organisasi HMI, ia percaya kalau Pancasila adalah sesuatu yang terbuka yang tak harus dipaksakan sebagai satu-satunya asas. Akan tetapi, ia juga realistis saat melihat semakin mengguritanya kekuatan rezim, serta ancaman yang bakal dihadapi organisasinya jika menolak permintaan pemerintah.
Setiap pilihan menyisakan
risiko politik yang harus dihadapinya. Pilihannya untuk mengakomodasi keinginan
pemerintah lalu membawa dampak pada organisasi yang dipimpinannya.
Pasca-kepemimpinannya, HMI lalu terpecah menjadi dua yakni HMI Dipo (yang
berkantor di Jalan Diponegoro), dan HMI MPO yang mengklaim dirinya sebagai
penyelamat organisasi. Sebagai bentuk protes pada pemerintah Orde Baru, Harry
memutuskan untuk tarik diri dari politik selama 10 tahun.
Mulailah ia menjalani
tantangan baru yakni melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat, setelah
sebelumnya meminang aktivis HMI yakni Amanah Abdul Kadir. Ia memilih dunia
senyap, melanjutkan pendidikan magister dan doktoral bidang ekonomi di Amerika
Serikat. Episode rantau kembali dilakoninya. Posisi pijaknya sebagai ekonk kian kokoh. Ia
menyerap banyak pelajaran dan hikmah di Amerika Serikat, yang kemudian menjadi
bekal baginya saat kembali ke Indonesia.
***
SAAT membaca kisah hidup Harry
Azhar, saya teringat pada buku Sociological Imagination yang dibuat C Wright
Mills. Dalam buku itu terdapat penjelasan tentang tiga hal yang menjadi dasar
untuk memahami satu masyarakat, yakni biografi,
sejarah, dan struktur sosial.
Ketiga aspek ini saling berkaitan erat, saling meresap, dan saling berpotongan
di banyak titik.
Setiap tindakan individu
adalah produk sejarah yang dipengaruhi struktur masyarakat. Maka, upaya untuk
memahaminya bukanlah sekadar menyalahkan individu, melainkan meletakkan
tindakannya dalam satu konteks sosial, yang kemudian diurai secara perlahan,
dan dipahami maknanya.
Di kalangan para ahli politik, berkembang pendekatan yang menggabungkan antara pengalaman personal dan struktur sosial di mana seseorang hidup. Peristiwa sejarah dan realitas sosio-antropologis diamati melalui pengamatan manusia. Sebab manusia dianggap sebagai subyek yang menyaksikan dan memberikan respon atas kondisi di sekitarnya.
Di kalangan para ahli politik, berkembang pendekatan yang menggabungkan antara pengalaman personal dan struktur sosial di mana seseorang hidup. Peristiwa sejarah dan realitas sosio-antropologis diamati melalui pengamatan manusia. Sebab manusia dianggap sebagai subyek yang menyaksikan dan memberikan respon atas kondisi di sekitarnya.
Terdapat lima titik balik yang mempengaruhi cara berpikir Harry
Azhar Azis. Pertama, masa kecil di Tanjung Pinang, saat dibesarkan dalam
keluarga yang memiliki kultur pekerja keras, lalu menginternalisasi nilai dan
karakter sebagai orang Minang. Kedua, masa-masa menjalani sekolah menengah
dalam situasi keterbatasan, hingga menemukan kenyamanan dalam interaksi bersama
tema-teman kelompoknya. Di titik ini, sekolah tidak bisa menjadi lahan yang
menyuburkan semua
potensinya.
Ketiga, masa-masa ketika
menjadi aktivis HMI yang mempertemukannya dengan banyak orang, mengasah kepekaannya sebagai seorang penulis
dan pemikir. Masa-masa ini adalah masa terbaik yang menyiapkan bekal baginya
untuk menjadi pemimpin nasional. Keempat, masa-masa belajar di Amerika Serikat, memahami
struktur sosial baru, belajar banyak hal, lalu kembali ke tanah air demi
mempraksiskan ide-idenya untuk Indonesia yang lebih baik. Kelima, masa-masa
memilih karier sebagai akademisi lalu politisi.
Memang, setiap manusia akan selalu mempertanyakan
pilihan-piihannya, sembari melihat sekelilingnya. Saat ia menyaksikan paradoks,
ataupun menemukan manusia lain yang serba ambigu, maka seseorang bisa memilih
posisi yang abu-abu, dengan pertimbangan bahwa orang lain pun melakukannya.
Setiap manusia selalu menghujam banyak tanya, menyerap pengalaman, lalu
memutuskan apa yang terbaik baginya. Di setiap pilihan itu terdapat sedemikian
banyak konsekuensi.
Di mata saya, kisah hidup
Harry bukanlah kisah-kisah perlawanan dan pemberontakan terhadap rezim,
melainkan kisah seorang manusia yang selalu hendak mencari
keseimbangan baru untuk mencapai keadaan yang lebih baik.
Potret Harry adalah potret manusia yang berada di tengah dialektika dan tarik-menarik, kemudian berusaha menemukan titik paling seimbang. Keseimbangan itu tak akan memuaskan semua pihak. Boleh jadi, akan ada pihak yang merasa dirugikan, ada juga pihak yang akan diuntungkan. Keseimbangan itu menuntut sikap ikhlas untuk menerima keadaan yang paling bisa diterima semua pihak.
Potret Harry adalah potret manusia yang berada di tengah dialektika dan tarik-menarik, kemudian berusaha menemukan titik paling seimbang. Keseimbangan itu tak akan memuaskan semua pihak. Boleh jadi, akan ada pihak yang merasa dirugikan, ada juga pihak yang akan diuntungkan. Keseimbangan itu menuntut sikap ikhlas untuk menerima keadaan yang paling bisa diterima semua pihak.
Dan selalu ada kaitan antara pilihan itu
dengan kondisi sosial. Sehingga penting memahami konteks, setting, ataupun
dinamika sosial yang menyebabkan seseorang memilih untuk di titik tertentu.
Dengan cara memahami konteks sosial, kita bisa melihat kaitan atau relasi
antara satu tindakan dengan tindakan lain, antara setiap keping peristiwa dan
kepingan peristiwa yang lain, sehingga upaya untuk menyelesaikan masalah sosial
bisa lebih holistik, dengan cara melihat kaitan antara dunia sosial dan dunia
manusia yang saling berkelindan.
Sepintas, keseimbangan yang dibangun Harry
Azhar Azis itu terkesan berkompromi dengan tekanan yang dihadapi. Sejak
muda, ia berusaha membangun keseimbangan sebagai seorang Minang yang berbakti
kepada orangtuanya dengan cara belajar dan bekerja, tapi di sini lain, terdapat
panggilan kuat untuk memasuki rimba raya dunia aktivis. Di dunia aktivis, ia
kembali harus mencari kompromi antara idenya yang digali dari ajaran Islam saat
berhadapan dengan kebijakan dan tangan besi negara.
Kompromi dan titik
keseimbangan juga dipegang
oleh Harry Azhar saat menjalankan tugas-tugas politik hingga menjadi anggota
dewan. Ia berusaha mengalirkan anggaran negara yang sebelumnya dipegang
pemerintah pusat ke berbagai daerah melalui berbagai skema. Ia merancang skema
pemberian dana beasiswa kepada ribuan rakyat Indonesia sebagai amanah dari
Undang-Undang Dasar 1945.
Akan tetapi keseimbangan yang
dimaksudkannya itu bukan bermakna dirinya akan selalu menghindari setiap
masalah. Keseimbangan di sini
adalah sikap aktif untuk mengupayakan alternatif dan solusi terbaik di tengah
berbagai pilihan. Justru dirinya akan menghadapi setiap masalah demi
menemukan satu keseimbangan dari aspek idealisme dan aspek pragmatis dari
ide-idenya.
Dalam hal Orde Baru, ia menghadapinya sebagai aktivis yang memperjuangkan rakyat. Dalam hal Orde Reformasi, beliau memasuki dunia politik melalui Partai Golkar. Dalam periode Jokowi, beliau menjadi Kepala BPK dan bertanggungjawab untuk mengawal keuangan negara. Bukan tak mungkin, setelah posisi Ketua BPK, ia akan melesat ke posisi lain yang lebih tinggi.
Dalam hal Orde Baru, ia menghadapinya sebagai aktivis yang memperjuangkan rakyat. Dalam hal Orde Reformasi, beliau memasuki dunia politik melalui Partai Golkar. Dalam periode Jokowi, beliau menjadi Kepala BPK dan bertanggungjawab untuk mengawal keuangan negara. Bukan tak mungkin, setelah posisi Ketua BPK, ia akan melesat ke posisi lain yang lebih tinggi.
***
JIKA Harry Azhar menginginkan adanya keseimbangan dalam
berbagai ranah kehidupan, bagaimanakah gerangan filosofi ini diterjemahkan saat
dirinya memimpin lembaga pemeriksa keuangan? Bagaimanakah dirinya berhadapan
dengan dinamika politik serta media sosial yang tak selalu mendukung dirinya?
Seiring waktu, jawaban akan muncul dengan
sendirinya. Namun dengan kapasitas, pengalaman, serta kemampuannya, Harry akan
kembali menemukan keseimbangan. Mungkin, keseimbangan itu tak akan membuat
nyaman semua pihak. Namun satu jalan terbaik harus ditempuh demi menjaga agar
kereta besar bernama Indonesia tetap melaju demi menggapai cita-cita para
pendirinya.
Yang pasti, dalam buku setebal 186 halaman,
yang diedit Indra J Piliang ini, kita menemukan banyak sisi lain dari Harry
Azhar Azis, sisi lain seorang negarawan yang kini mengawasi anggaran negara.
Bogor, 4 Mei 2016
BACA JUGA:
0 komentar:
Posting Komentar