A Tribute to Muliadi Mau




SEORANG guru akan selalu menjadi guru. Saya mengenal Muliadi Mau saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus merah. Dia mengajari saya dasar-dasar kepenulisan dan jurnalistik. Meskipun saya sekampung dan masih berkeluarga dengannya, saya memosisikannya sebagai guru.

Bacaannya berkelas. Kuliah-kuliahnya selalu bermakna. Pertama kalinya saya mendengar istilah seperti proksimitas, cover both sides, analisis framing, analisis wacana, dan juga analisis isi. Dia seorang guru yang sabar, meskipun kepala saya sulit mencerna beberapa istilah yang dikemukakannya.

Yang bikin saya saya kagum karena dia tidak pernah memosisikan dirinya lebih tinggi. Dia sungguh sabar. Dia tak pernah sensi dan baper hanya karena kebodohan saya. Dalam berinteraksi, dia lebih banyak mendengar setiap komentar, bahkan sebodoh apapun komentar itu. Sembari bercanda, dia meluruskan pikiran yang keliru. Bersamanya, dunia menjadi cair dan amat menyenangkan.

Saya memosisikannya lebih dari sekadar guru. Dia sahabat, pembelajar, kakak yang baik, dan juga ustad yang dengan caranya sendiri mengajari saya pencarian pengetahuan dan spiritualitas.

Hari ini, saya bertemu kembali. Dia datang ke kota Bogor untuk mengantar anaknya yang diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB). Anak yang dulu masih belia, kini akan menjadi mahasiswa. Saya bahagia menjadi supir yang mengantarnya ke mana-mana. Untuk seorang guru, saya siap melakukan apapun sebagai tanda terimakasih saya atas upayanya membuka gerbang pengetahuan untuk saya jelajahi.


Bogor, 29 Mei 2016

0 komentar:

Posting Komentar