THANOS, Sang Filsuf dan Ekonom




Tiket Avengers: Endgame sudah di tangan. Saya tak sabar menyaksikan film ini. Sejujurnya, tokoh yang paling saya sukai di film ini bukanlah para Avenger. Saya menyukai Thanos, seorang penjahat super yang menjadi musuh bersama.

Entah kenapa, saya selalu fokus pada super villain atau para penjahat dalam semua film bertemakan superhero. Saya selalu tertarik melihat bagaimana para penjahat menghadapi para pahlawan hebat dengan senjata-senjata canggih. 

Saya menyukai kejeniusan Lex Luthor dalam Superman. Dia seorang manusia biasa, bukan alien super seperti Clark Kent. Tapi dia punya otak jenius yang bisa merencanakan berbagai kejahatan hingga mengancam nyawa manusia lainnya.

Clark Kent amat beruntung karena punya tubuh kebal peluru, pandangan super, dan kemampuan terbang. Tapi Lex Luthor jauh lebih hebat. Dia bisa menjadi penjahat nomor satu tanpa punya kemampuan super. Dia punya otak cerdas yang bisa menyusun teka-teki kriminal dengan rapi, dengan efek teror yang menakjubkan.

Sosok favorit saya adalah Joker dalam Batman. Joker adalah sosok yang melakukan kejahatan, tanpa ada alasan kuat. Baginya, teror dan kematian ibarat orkestra yang dinikmati dengan penuh bahagia. Saya suka melihat kecerdasannya saat beradu taktik dengan Bruce Wayne.

Sosok penjahat hebat lain adalah Thanos. Dia bukan tipe penjahat biasa. Dia mengejar sisi puncak kesaktian, ketangguhan, dan juga teratas dalam rantai para jagoan antar galaksi. Dia melakukannya itu karena satu alasan filosofis yang kuat.

Dalam kisah Avenger, Thanos membunuh tanpa ampun. Hebatnya, dia tetap respek pada siapa pun lawannya. Dia mengingatkan saya pada Indian Apache dalam kisah yang dikarang Karl May, yang tetap menghargai keberanian, meskipun itu dari musuh. 

Ketika mengalahkan Tony Stark, Thanos sempat berkata: “Stark, You have my respect. I hope the people of earth will remember you.”

Dalam banyak adegan, dia tipe penjahat yang rajin berkontemplasi. Dia selalu melakukan perenungan yang membawanya pada keputusan untuk menguasai dunia. Di mata saya, Thanos adalah seorang filosof, sosok yang menerjemahkan semua kenyataan menjadi kearifan.

Dia juga seorang ekonom. Saya tidak paham, apa dia pernah membaca karya ekonom Robert Malthus (1776-1824), tapi niatnya untuk memusnahkan separuh warga bumi punya irisan yang sama dengan teori Malthus. Thanos ingin melenyapkan separuh warga bumi untuk menciptakan keseimbangan.

Dalam Essay on Population yang terbit tahun 1798, Malthus mengatakan, pertumbuhan penduduk bumi jauh lebih cepat dari bahan makanan. Suatu saat akan terjadi perbedaan besar antara penduduk dan kebutuhan hidup. Manusia bertambah menurut deret ukur, sedangkan makanan bertambah menurut deret hitung.

Teori Malthus memang banyak dibantah. Tapi, banyak negara justru menjadikan Malthus sebagai patokan dalam mengendalikan populasi. Malthus sempat menyebut positive checks dalam teorinya untuk menurunkan populasi manusia, yakni melalui bencana alam, wabah penyakit, kejahatan, dan peperangan.

Thanos menyempurnakan gagasan yang melintas dalam pikiran Malthus. Dia memicu peperangan, menguasai semua kesaktian, lalu melenyapkan separuh penduduk galaksi. Dia tahu bahwa sumber daya makanan amat terbatas sehingga populasi harus dikontrol dan dikendalikan. Kelak, anak-anak akan tumbuh dalam kekenyangan, serta melihat langit biru.

”Your planet was on the brink of collapse. I was the one who stopped that. You know what’s happened since then? The children born have known nothing but full bellies and clear skies. It’s a paradise,” katanya.

Thanos tahu bahwa tindakannya bukan pilihan mudah. Kepada Thor, dia berkata, “The hardest choices require the strongest wills.” Pilihan tersulit selalu membutuhkan keinginan paling kuat.

Saya belum nonton film Avengers: Endgame. Bisa ditebak, Thanos akan kalah. Saya berharap para Avengers tidak hanya menunjukkan kehebatan mereka dalam bertarung serta parade kekuatan super. Saya ingin para Avengers bisa menunjukkan betapa lemahnya basis berpikir Thanos.

Saya ingin mereka mendiskusikan bumi secara proporsional. Saya ingin ada yang membahas pemanasan global serta andil manusia. Saya berharap ada yang mengurai bagaimana manusia membuang sampah plastik dan membunuh banyak satwa laut. Saya yakin, tak ada yang secerdas Thanos. 

Jika memang tak ada, saya menganggap Thanos punya visi ekologis yang hebat, meskipun cara mencapainya adalah melenyapkan manusia. Saya suka kata-katanya dalam Avengers: Infinity War, saat dia memandang sawah yang membentang:

“When I’m done, half of humanity will still exist. Perfectly balanced, as all things should be.”




0 komentar:

Posting Komentar