MACROWIKINOMICS di Era Kecerdasan Terhubung




INI adalah cerita tentang Rob McEwen. Dia adalah seorang CEO Goldcorp Inc, perusahaan pertambangan kecil di Toronto, Kanada. Perusahaan itu sudah nyaris tutup ketika utang semakin membengkak, pemogokan karyawan, serta kondisi pasar yang tidak menguntungkan.

Bagi McEwen geolognya sudah tidak bisa diandalkan lagi untuk menemukan sumber emas baru. Dia sudah habis-habisan menyuntik dana agar para geolog di perusahaan itu bisa maksimal bekerja, tapi hasilnya selalu nihil.

Suatu hari, McEwen membaca informasi tentang bagaimana Linux Torvalds dan sekelompok pengembang piranti lunak merakit sistem operasi komputer kelas dunia melalui internet. Torvald membuka semua sandi, menggratiskan layanan, sehingga para pengembang bisa mempelajari dan memberikan kontribusi. 

Di masa itu, Linux seperti Facebook dan Google yang menggratiskan layanan. Semua orang menjadi member yang memperkaya data yang kian menyempurnakan. Tanpa sadar, semua orang ibarat menyumbang kepingan bata yang menyusun bangunan kokoh perusahaan itu.

McEwen berpikir, kolaborasi semacam itu pasti bisa diakukan di industri pertambangan. Selama ini, pertambangan adalah industri yang tertutup. Industri ini punya banyak rahasia, sebagaimana perusahaan Cadburry merahasiakan kandungan coklatnya. 

McEwen membuat keputusan penting untuk mengumumkan sayembara kepada semua orang di seluruh dunia agar menemukan emas di arena yang mereka miliki. Dia membocorkan semua data geologi di internet, disertai tantangan sebesar 500.000 dolar bagi siapa pun yang bisa memberi informasi di mana letak emas.

BACA: Dari Big Data, Artificial Intelligence, dan Kediktatoran Digital

Dia tahu bahwa para geolognya sudah tiba pada level frustrasi. Tindakannya pun pasti dianggap gila sebab membocorkan data perusahaannya sendiri. Melalui pengumuman itu, dia berharap mendapatkan otak-otak terbaik dari berbagai disiplin ilmu yang memberinya informasi di mana letak emas yang berlimpah.

Tantangan itu dijawab banyak orang. Setiap hari kantornya dibanjiri hasil studi dan analisis di mana letak emas. Tidak semuanya dari geolog, banyak yang justru berasal dari disiplin ilmu lain yakni matematika, fisika, ilmu komputer, hingga para ahli tanah. Dia mendapatkan berbagai analisis dan cara kerja yang selama ini tidak pernah dibayangkannya.

Akhirnya, pemenang dari sayembara itu adalah ahli komputer modelling yang membuat peta tiga dimensi di mana lokasi emas, serta bagaimana menemukannya. Dia mendapatkan 500.000 dollar. Apakah McEwen rugi karena mengeluarkan uang banyak untuk hadiah lomba?

Nah, berkat analisis dari pemenang itu, McEwen berhasil mendapatkan emas dan uang senilai 3,4 juta dollar. Nilai valuasi perusahaan itu di pasar saham kian menanjak, yang tadinya hanya 10 juta dollar menjadi 90 juta dollar. McEwen pun pensiun dalam kondisi kaya-raya.

***

Saya menemukan kisah McEwen dalam buku Don Tapscott berjudul Macrowikinomics: Rebooting Business and The World, yang pertama terbit tahun 2010 namun selalu direvisi dan terasa selalu update. Kata Tapscott, pemikiran McEwen mewakili cara pandang baru yang melihat pentingnya kolaborasi dan bekerja sama dengan banyak orang.

Dulu, pebisnis melihat talenta hanya ada di dalam perusahaannya. Sekarang pebisnis bisa memaksimalkan semua netizen di seluruh dunia untuk memberikan masukan atau pun memperkuat gagasan, sekaligus menjadi pasar dari ide-ide yang akan memajukan perusahaan.

Dalam buku Tapscott lainnya Wikinomics yang terbit tahun 2004 dia menyebut pasar bagi semua ide-ide yang berinteraksi itu sebagai ideagora. Istilah ini bermula dari kata “agora” yang pada masa Yunani Kuno adalah pasar bagi semua aktivitas sosial dan politik warga Athena. Istilah Ideagora mengacu pada dunia maya yang bisa menjadi lalu lintas pertukaran ide-ide dan gagasan.

Konsep inti Ideagora ini bisa dilihat pada Wikipedia, ensiklopedia online terbesar di dunia. Wikipedia hanya punya beberapa orang karyawan. Tapi dia bisa menyerap gagasan dari seluruh dunia. Semua orang bisa jadi editor dan kreator konten yang memperkaya Wikipedia sehingga punya bank koleksi konten terbesar. 

Wikipedia menjadi contoh bagaimana kolaborasi bisa dilakukan oleh orang-orang yang tidak saling mengenal, tapi bisa bekerja sama karena diikat oleh aturan dan rambu-rambu yang disepakati bersama.

Kata Tapscott, social media bisa berkembang menjadi social production ketika orang-orang berkolaborasi untuk sesuatu yang positif. Media sosial menjadi penghubung dan jembatan bagi kolaborasi ide-ide cerdas untuk satu kegiatan. Tantangannya adalah bagaimana bisa menemukan pikiran cerdas itu dan membuat koneksi sehingga bisa menjadi sesuatu yang produktif.

Di era sekarang, semua organisasi mesti memahami peta sosial yang berubah berkat penetrasi internet, sehingga perlu cara pandang baru dalam orkestra perubahan arsitektur organisasi. 

Tapscott memang seorang yang sangat optimis dalam melihat perkembangan digital. Buku lainnya Grown Up Digital berisikan optimisme tentang kelahiran generasi baru, yang disebutnya Net Generation, yakni para digital native yang terbiasa dengan digital, dan secara perlahan mengubah lanskap dunia. Generasi baru ini mengubah dunia bisnis, pendidikan, media, organisasi, bisnis, hingga politik.

Tapscott melakukan riset mendalam dan menyajikan optimisme tentang dunia yang lebih baik dengan adanya generasi baru ini. Tentu saja, Tapscott banyak ditentang para pemikir yang lebih pesimis melihat dunia digital. Seorang di antaranya adalah Nicholas Carr, yang bukunya The Shallow pernah saya resensi di sini.

BACA: Nicholas Carr dan Era Bodoh di Internet

Yang menarik dari buku Macrowikinomics ini adalah penjelasan Tapscott tentang The Age of Networked Intelligence atau Zaman di mana kecerdasan saling terhubung. Dia menilai ada lima prinsip yang mendasari zaman baru ini.

Pertama, kolaborasi. Yakni kerja bersama yang melibatkan banyak orang. Tapscott menunjukkan bahwa kolaborasi banyak orang adalah prinsip kerja baru yang harus dipahami semua organisasi. Melalui kolaborasi, terbuka peluang lahirnya ide-ide baru dan masukan yang membuat satu organisasi akan semakin berkembang.

Kedua, keterbukaan. Di era ini, semua organisasi akan terbuka. Publik akan mudah memantau apa yang terjadi di perusahaan itu sehingga menuntut adanya keterbukaan. Julian Assange adalah sosok di balik Wikileaks yang banyak menelanjangi kebijakan luar negeri di banyak negara.

Di masa depan, keterbukaan akan menjadi mata uang baru dalam pergaulan internasional. Organisasi mesti membuka dan berkomunikasi kepada publik melalui berbagai platform media yang sudah ada. 

Ketiga, sharing. Yang dimaksud sharing adalah berbagi pengetahuan dengan cara menempatkannya pada ruang yang disebut “common.” Dulu, orang suka bicara tentang intellectual property sebagai aset yang tidak boleh diambil orang lain. 

Kini, intellectual property menjadi milik publik. Di era digital, beberapa produk kreatif seperti musik, tulisan, hingga desain beredar secara gratis di internet. Industri ini bisa kolaps jika tidak ada pergeseran cara pandang atau perubahan skema bisnis. Kini, pekerja industri kreatif bisa menemukan model bisnis yang tepat ketika berselancar di samudera digital.

BACA: Manuel Castells dan Kuasa Komunikasi

Bagi Tapscott, sharing sama pentingnya dengan kolaborasi. Bahkan lembaga-lembaga pendidikan pun mulai membuka kelas untuk masyarakat luas. Mereka mesti membagikan pengetahuan dan riset yang mereka miliki sehingga perlahan memiliki posisi kuat di masyarakat. Demikian pula lembaga pemerintah. Dalam iklim berbagi, organisasi yang sehat ibarat air yang menyuburkan sekelilingnya.

Keempat, semua organisasi harus punya integritas. Dahulu, integritas diukur dari penyediaan dana untuk CSR, kini maknanya ebih luas. Integritas adalah komitmen dan rekam jejak untuk tidak merusak lingkungan, serta memiliki good value, keterbukaan, dan contoh baik bagi sesamanya. 

Kita bisa melihat apa yang terjadi di negara lain, contohnya Tunisia. Media sosial bukanlah penyebab dari revolusi. Penyebab revolusi adalah ketidak-adilan. Anak-anak muda yang saling berbagi melalui media sosial berpandangan bahwa pemerintahnya tidak punya integritas. Melalui media sosial, mereka menyebar pesan sehingga isu integritas tersebar ke mana-mana sehingga memicu revolusi. 


Beberapa waktu lalu, saya bertemu beberapa perusahaan skala internasional yang beroperasi di Indonesia. Mereka sangat peduli pada integritas dan tidak ingin bisnisnya dicap merugikan lingkungan. Di era keterbukaan dan transparansi, setiap isu mengenai perusahaan bisa berakibat pada ambruknya bisnis. Di titik ini, integritas menjadi penting agar rasa percaya (trust) bisa terbangun.

Kelima, interdependence (ketergantungan). Di era sekarang, tidak ada satu pun organisasi yang berdiam di tengah pulau. Semuanya saling terhubung dan terkoneksi, serta saling tergantung satu sama lain. 

*** 

Masih banyak hal yang dibahas Tapscott dalam Macrowikinomics ini. Di antaranya adalah bagaimana mengubah universitas menjadi pembelajaran kolaboratif, sains di era kolaboratif, media-media yang mulai berubah, masa depan musik dan industri televisi, hingga bagaimana menerapkan prinsip wikinomics di era yang kian terhubung.

Bagi saya, buku Don Tapscott membuka wawasan baru tentang dunia yang terus bergerak cepat. Kita hanya bisa sesaat membekukan kenyataan demi mengamatinya, sementara kenyataan itu terus bergerak. Kita selalu terlambat sebab hanya bisa menangkap bayangan yang terus berlari.

Tantangan bagi kita bangsa Indonesia adalah bagaimana mengelola semua gagasan yang berhamburan di media untuk memperkokoh pilar ekonomi bangsa kita. Di era ekonomi padat pengetahuan, sepantasnya kita memikirkan hal-hal strategis, bukan sekadar bagaimana menanam padi kemudian menjualnya.(*)




0 komentar:

Posting Komentar