DI awal tahun 1990-an, pengarang Arswendo
Atmowiloto menulis buku yang serupa mantra dalam kepenulisan. Katanya, “Menulis Itu Gampang.” Kalimat itu
sederhana, namun efeknya sangat dahsyat. Berkat buku itu, banyak orang yang
kemudian terinspirasi hingga menjadi penulis.
Setiap kali mengingat buku yang ditulis
Arwendo, saya berpikir bahwa kalimat itu hendak mengajarkan bahwa yang
terpenting dalam kepenulisan adalah ide atau gagasan, kemudian cara-cara kita
untuk mengalirkan gagasan tersebut. Yang juga penting adalah pandangan kita
tentang menulis. Ketika kita menganggap menulis itu sukar, kita tak akan pernah
melahirkan satu karya. Sebaliknya, ketika kita menganggap menulis itu gampang,
maka kita akan dengan mudah menemukan cara untuk mengalirkan gagasan.
Sejak masih kuliah, saya berpengalaman
dalam mengelola training jurnalistik ataupun kepenulisan. Akan tetapi, dalam
setiap training, yang benar-benar jadi jurnalis atau penulis, selalu hanya bisa
dihitung dengan hari. Mengapa? Sebab kebanyakan pelatihan itu dikelola dengan pendekatan
yang standar. Formatnya adalah materi tatap muka, kemudian peserta
diperkenalkan dengan berbagai materi atau teori-teori jurnalistik.
Sering pula dihadirkan pemateri yakni para
jurnalis senior. Yang terjadi adalah bukannya proses transformasi pengetahuan.
Para jurnalis senior itu lebih banyak bercerita tentang diri serta
pencapaian-pencapaiannya. Yang muncul adalah kekaguman peserta kepada mereka,
bukannya kemampuan untuk menggoreskan sesuatu di kertas atau layar laptop, yang
menyimpan makna.
Materi yang penuh teori-teori serta
pembicara tamu itu tak selalu bisa membuat seseorang menjadi penulis. Barangkali,
hal terpenting adalah bagaimana menemukan ide serta gagasan, kemudian
mengalirkannya. Dunia kepenulisan ibarat air jernih yang berdiam di dalam
sebuah sumur. Semua orang memiliki akses serta kesempatan yang sama untuk
menimba air dari sumur itu. Hanya saja, tak semua orang memiliki kemampuan
untuk mengulurkan tali lalu menimba mata air gagasan tersebut.
Idealnya, latihan kepenulisan adalah
latihan untuk menemukan tali lalu mengulurkannya ke sumur gagasan demi menimba
inspirasi yang kemudian menjadi tulisan. Inilah hal paling penting yang
kemudian diabaikan. Latihan kepenulisan harus seperti training motivasi, di
mana orang-orang dibangkitkan percaya dirinya, kemudian dibukakan matanya untuk
melihat satu kenyataan, lalu dituliskan.
Latihan kepenulisan harus menjadi latihan
untuk menemukan cahaya yang kemudian digunakan untuk menelusuri gagasan-gagasan
penting yang tersimpan di gua-gua kenyataan. Mereka yang mengikuti pelatihan
itu mesti dibangkitkan rasa percaya dirinya bahwa mereka sanggup menghasilkan
sebuah kerja kepenulisan, sesuatu yang sebelumnya dianggap sukar.
Namun, saya juga sadar bahwa membahas soal
ini amatlah mudah, sedang menerapkannya tidaklah sederhana.
Dua hari silam, saya coba menerapkan
beberapa prinsip dasar itu dalam pelatihan di Baubau. Hal pertama yang saya
sadari adalah para mahasiswa di Baubau tidaklah sama dengan mahasiswa di
Makassar atau Jakarta yang memiliki akses pada bacaan seperti novel, buku, atau
karya-karya lainnya. Akan tetapi saya meyakini bahwa mahasiswa di Baubau
memiliki akses yang cukup baik pada televisi. Dalam proses interaksi dengan
televisi, mereka bisa menyerap berbagai kisah atau cerita yang kemudian
menggoreskan sesuatu pada benak mereka.
Saya lalu membuat diskusi kecil demi
menyegarkan ingatan mereka pada film atau tayangan televisi. Saya meminta
mereka untuk bercerita tentang pengalamannya. Saya juga mengajak mereka untuk
membangun mimpi-mimpi tentang karya apa yang kelak ingin mereka hasilkan. Saya
juga memutar beberapa tayangan yang menyentuh, kemudian menyuruh mereka
berimajinasi dengan tayangan tersebut.
Pendekatan melalui teknik berbagi
pengalaman ini cukup efektif. Para
mahasiswa itu dengan penuh semangat bercerita tentang kisah-kisah yang
menginspirasi mereka, setelah itu, mereka sangat senang ketika diajak bercerita
tentang mimpi-mimpinya di dunia kepenulisan. Dan betapa berharganya mimpi-mimpi
tersebut. Sebab jika mimpi tak tumbuh di dasar hati seseorang, jangan berharap akan
tumbuh pohon-pohon pencapaian di dunia kepenulisan. Mimpi itu adalah awal dari
semuanya.
Saya sangat ketagihan dengan teknik memfasilitasi
kemampuan menulis ini. Sayangnya, saya hanya diberikan kesempatan selama empat
jam untuk mengajar. Jika saya dberikan kesempatan lebih lama, saya percaya
bahwa saya akan sukses menularkan virus-virus menulis pada mahasiswa itu.
Apakah saya behasil mengajari mereka dalam
waktu empat jam? Entah. Di akhir acara, saya memberikan hadiah kepada mereka
yang berhasil menulis artikel yang baik. Betapa terkejutnya saya ketika melihat
kemampuan para mahasiswa itu untuk menemukan isu menarik, lalu mencari cara
untuk mengalirkannya dalam tulisan. Di kota sekecil ini, tersimpan begitu
banyak mutiara berharga yang hanya butuh sedikit polesan demi menjadi penulis
yang baik.
Sehari setelah kegiatan itu berakhir, saya
membuka email dari seseorang yang tidak saya kenali. Email bertuliskan kalimat
singkat namun amatlah membahagiakan.
“Dear kakak yang baik. Terimakasih telah menguraikan ketakutan-ketakuan saya dalam menulis. Terimakasih karena telah memberikan larik cahaya untuk melihat di tengah pekatnya ketidaktahuan untuk mencari jalan kepemulisan.”
Tiba-tiba saja, hati saya mekar. Kebahagiaan
terbesar seorang pengajar adalah ketika seorang murid berhasil menemukan cahaya
di tengah kegelapan pengetahuan. Kepadanya saya berterimakasih karena telah
memberi saya kesempatan untuk jadi pengajar yang baik. Ia menyadarkan saya
bahwa jauh lebih baik mengajarkan jalan untuk menggapai cahaya, ketimbang
menghadiahkan cahaya yang kemudian sirna ditelan kegelapan.
Baubau, 17 Juni 2013
5 komentar:
catatan yang indah pak, terimakasih.
saya juga sedang belajar menulis, menulis di blog meski sering kali padanan kata dan kalimat yang tak selaras, biar lebih mudah ketika menulis untuk skripsi.
semoga dengan catatan ini saya bisa mengalirkan gagasan dengan baik.
luar biasa....sukseski mencerahkan adik-adik
makasih. kita bisa belajar sama2
makasih bang hamzah
Alhamdulillah nemu tulisan ini. Berfaedah sekali, Mas.
Posting Komentar