Maria Loretha saat menunjukkan bibit sorgum |
DI tengah lahan kering bumi Nusa Tenggara
Timur (NTT), di tengah padang-padang terbuka bumi Flobamora yang merindukan air
hujan, di tengah batu-batu bertanah yang sukar ditanami dan menyisakan
kekeringan, terdapat sejumlah pribadi hebat yang menjadi inspirasi zamannya.
Mereka adalah warga biasa yang tak dikalahkan oleh keadaan. Mereka adalah oasis
di tengah kekeringan yang menjadi mata air kecemerlangan serta simbol atas mereka
yang mendedikasikan dirinya untuk orang banyak. Mereka menyadarkan kita semua
bahwa republik ini masih punya harapan.
***
PEREMPUAN itu bernama Maria Loretha.
Usianya sekitar 40-an tahun. Beberapa hari lalu, ia datang ke Kupang sambil
membawa beberapa jenis benih. Ia menyusun bibit sorgum, jewawud, serta beberapa
benih lokal lalu meletakkannya di atas meja. Pada pertemuan yang diadakan oleh
Oxfam, sebuah lembaga yang concern
dengan isu perubahan iklim, Maria datang untuk ikut berbagi pengalaman.
Tadinya saya tak tahu apa profesinya. Saat
memperkenalkan diri, ia menyebut dirinya sebagai petani di Adonara, Flores. Tak
ada sedikitpun rasa minder ketika memperkenalkan diri. Di saat banyak orang
merasa malu berprofesi sebagai petani, ia justru menyebutnya dengan penuh
kebanggaan. Mulanya ia tak banyak berbicara. Namun saat mulai berkisah, saya
tiba-tiba saja melihat untaian inspirasi pada kisah-kisah sederhana yang
dikemukakannya.
Di saat banyak orang tak ingin menjadi
petani, ia justru memilih profesi itu. Lahan kering di Adonara menjadi
tantangan pertama yang harus ditaklukannya. Ia lalu memutar otak demi menemukan
solusi atas lahan. Ia sadar bahwa bumi Adonara bukanlah tempat yang ideal untuk
menanam padi dan jenis tanaman lainnya. Nusa Tenggara Timur adalah negeri yang
kering serta dipenuhi batu-batu karang di seluruh permukaan permukaan buminya.
Namun, sebagaimana dikatakan Mahatma
Gandhi, alam memang selalu murah hati kepada manusia. Di tahun 2005, Maria
Loretha lalu menemukan inspirasi untuk menanam pangan khas wilayah itu seperti sorgum
dan jewawut. Pilihan ini dianggapnya strategis sebab tanaman itu telah lama
tumbuh dan menjadi pangan utama di wilayah itu. Hanya saja, tanaman ini seakan
terabaikan sebab masyarakat beralih untuk mengonsumsi beras yang didatangkan
dari luar. Pantas saja jika warga NTT sering mengalami krisis pangan.
Mama Loretha, demikian ia disapa, berpikir
bahwa krisis pangan mulai terjadi sejak masyarakat beralih menjadi pengonsumsi
beras. Di saat pasokan beras dari luar berkurang, krisis pangan bisa merebak
bak jamur di musim hujan. “Saya berpikir
bahwa jika saja masyarakat setia dengan pangan lokal yang merupakan anugrah
Tuhan sejak wilayah ini terbentuk, maka mustahil ada krisis pangan di sini,”
katanya dengan penuh semangat.
Di Dusun Waiotan, Desa Pajiniang, Mama
Loretha merenda harapan. Ia lalu berburu benih lokal untuk diselamatkan serta
disedekahkan kepada bumi lewat proses menanam. Ia mengunjungi banyak desa demi
menemukan lalu melestarikan benih sorgum lokal, padi hitam, jewawut, jelai,
padi merah, jagung merah, jagung ungu, jagung pulut, wijen hitam, wijen coklat.
Tanaman ini memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dari beras. Sayangnya,
tanaman itu mulai langka di Flores.
tanaman sorgum, khas Nusa Tenggara |
lahan kering di NTT |
Harapan yang dianyamnya terus ditebar ke
mana-mana. Dari rumah sederhana yang ditinggalinya, alumnus fakultas hukum
sebuah universitas di Malang ini lalu menebar inspirasi ke mana-mana. Ia
memberikan bibit gratis hasil kebunnya kepada petani agar ikut menanam
tanaman-tanaman lokal. “Daratan Flores 70
persen adalah lahan kering, tidak bisa mengandalkan beras. Saya berharap bisa
membantu banyak orang” ungkapnya.
Sebuah inspirasi memang selalu memiliki
kaki-kaki untuk bergerak. Ia membentuk kelompok tani yang bernama Cinta Alam
Pertanian serta mengajak petani untuk kembali menanam tanaman pangan lokal. Kini,
ia mendampingi tujuh kelompok petani di Flores Timur, Ende, Manggarai Barat dan
Nagekeo. Total luas lahan petani yang didampingi Mama Loretha sudah mencapai kurang
lebih 11 hektar. Loretta memberi kontribusi pada upaya untuk melawan krisis
pangan dengan bertumpu pada penguatan pangan lokal. Maria Loretha adalah pahlawan di masa modern.
Inspirasi Geng Motor
Di Kupang, saya belajar banyak bahwa
perubahan selalu dimulai dari gagasan-gagasan kecil yang kemudian ditopang oleh
tindakan-tindakan sederhana. Itu yang saya lihat pada Mama Loretha. Yang
membuat saya merinding adalah di tengah banjir prestasi dan penghargaan, ia
masih bersedia untuk belajar kembali pada sejumlah pemuda hebat yang bergabung
di kelompok Geng Motor Imut.
Pada hari itu, Mama Loretha ikut menimba
inspirasi pada sosok Noverius Nggili, lelaki pemimpin Geng Motor Imut.
Mendengar kata geng motor, maka anggapan banyak orang adalah sebuah kelompok
bermotor yang sering membuat keonaran. Namun Noverius Nggili, lelaki asal
Kupang, mengubah image geng motor itu ke arah sesuatu yang positif. Melalui
geng motor, ia mengunjungi banyak desa demi berbagi ilmu peternakan kepada
warga.
Pria yang disapa Frits ini adalah seorang
pembelajar yang tak pernah merasa puas. Ia membentuk Geng Motor Imut, di mana
kata “Imut” adalah singkatan dari Aliansi Masyarakat Peduli Ternak. Mereka
memiliki mantra yakni “Tapaleuk Urus
Ternak.” Dalam bahasa setempat, tapaleuk
bermakna keluyuran atau jalan-jalan. Lewat mantra itu, mereka mempertegas visi
mereka untuk berbuat sesuatu bagi warga melalui pengetahuan akan dunia ternak.
Frits, di sela-sela penghargaan yang diterimanya |
lambang geng motor imut |
anggota geng motor imut memprsentasikan cara membuat pakan organik |
teknologi tepat guna |
Frits dan anak muda anggota gengnya adalah
alumni Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana (Undana). Mereka sama-sama
dijalari kegelisahan bahwa dahulu bumi Nusa Tenggara Timur identik dengan ternak
yakni sapi serta kuda-kuda, yang
digambarkan penyair Taufiq Ismail, sering berlarian dengan suara gemuruh ke
bukit-bukit yang jauh. Sayangnya, belakangan ini, ternak-ternak itu semakin
berkurang. Riset tentang peternakan tersisa menjadi arsip berdebu di berbagai
perpustakaan.
Frits memang mencengangkan. Anggota Geng
Motor Imut lalu mengajari warga untuk membuat pangan organik bagi ternak.
Mereka mengolah apa yang ada menjadi potensi. Kotoran sapi diolah menjadi
bio-gas. Mereka membuat teknologi sederhana yang bisa dialikasikan untuk warga
desa. Di beberapa pulau, mereka membangun instalasi desalinator air laut demi
mengubah air laut menjadi air tawar. Inivasi ini adalah bentuk persembahan
berharga yang diberikan Frits dan geng motornya kepada masyarakat pulau yang
selalu kesulitan memenuhi kebutuhan air.
***
Mama Loretha dan anggota Geng Motor Imut
adalah dua dari sekian banyak pribadi-pribadi hebat di Kupang. Selain mereka,
ada pula anak-anak muda yang membuat gerakan Kupang Berkebun demi membantu warga
untuk mengembangkan perkebunan di tengah kota. Ada pula mereka yang bekerja
diam-diam untuk menghijaukan hutan serta mengembalikan keanekaragaman hayati.
Di Tanah Kupang, saya beruntung sebab bisa
bertemu sejumlah pahlawan yang bekerja secara diam-diam, dan tanpa publikasi,
demi melihat negeri ini menjadi lebih baik. Dalam pertemuan jaringan perubahan
iklim yang digagas Oxfam, mereka saling belajar dan menginspirasi. Saya merasa
beruntung sebab bisa dipertemukan dengan sejumlah pribadi hebat itu.
Saat itu, saya memikirkan tema besar
diskusi yang digagas Oxfam yakni Ideas +
Action = Change. Rumus ini sangatlah inspiratif sebab semua perubahan besar
selalu dimulai dari gagasan sederhana yang kemudian diwujudkan dalam
tindakan-tindakan kecil. Ide ibarat tanaman yang dipupuk oleh imajinasi
kemampuan mengenali sekitar, serta angan-angan untuk melakukan sesuatu. Tanpa
tindakan, maka ide akan terperangkap dalam lemari sejarah dan kehilangan
momentum untuk berdetak dijantung perubahan.
Pribadi seperti Mama Loretha, Noverius
Nggili dan anak-anak muda Kupang menjadi inspirasi bagi banyak orang bahwa
sebuah ide selalu memiliki kaki-kaki tindakan untuk menggapai perubahan. Pada
pribadi seperti merekalah, kita menyandarkan harapan bahwa bangsa ini kuat
bukan karena para politisinya yang membobardir media dengan iklan tentang
kehebatan atau prestasinya yang mentereng di bidang bisnis serta kekayaan
berlipat-lipat. Bangsa ini akan kokoh sebab di dalamnya terdapat sejumlah
manusia-manusia biasa yang bertindak luar biasa demi menghadirkan senyum di
wajah orang lain, serta mimpi untuk menguatkan hati serta jiwa bangsa.
Merekalah pahlawan-pahlawan sejati yang bekerja untuk negeri.
Kupang, Juni 2013
BACA JUGA:
Yang Akan Saya
Rindukan dari Amerika
0 komentar:
Posting Komentar