Dendam Kesumat The Count of Monte Cristo

KISAH The Count of Monte Cristo, salah satu novel petualangan karya Alexander Dumas, adalah kisah tentang balas dendam atas tindakan kejahatan yang tiada tara. Balas dendamnya juga tak kalah kejam, malah lebih kejam, namun bisa diterima oleh semua pembacanya atas dasar nalar: "Mata ganti mata dan gigi ganti gigi."

Tersebutlah kisah tentang remaja bernama Edmond Dantes, calon nakhoda kapal Pharaon, serta calon suami gadis cantik Mercedes. Di tengah kegembiraan karena kapalnya merapat di kampung halamannya, ia lalu dijebak melakukan kesalahan fatal sehingga dikurung di penjara bawah tanah paling menakutkan di Perancis. Setelah 14 tahun ditahan, ia berhasil kabur berkat seorang pastor yang juga ditahan dan menjelang kematiannya, membisikkan lokasi harta karun terbesar. Dantes berhasil lolos, kemudian menjadi kaya-raya dan bergelar The Count of Monte Cristo. Mulailah ia menyiapkan balas dendam dengan cara yang tak terduga.

Kisah ini tidaklah baru bagiku. Sebab sebelumnya, aku pernah menyaksikan versi film dari novel ini. Setelah membaca novelnya, barulah terang semua pertanyaan yang tak terjawab di film. Terang pula rasio di balik setiap tindakan yang dipilih Dantes serta balas dendam yang kreatif dan cerdas. Mulanya kuanggap kisah ini menjemukan. Namun setelah menyelaminya, aku menemukan keasyikan mengikuti nalar dan lika-liku balas dendam tersebut.

Novel ini unik sebab menggambarkan kehidupan para aristokrat Eropa, serta petualangan mengikuti emosi Dantes yang menyiapkan jebakan demi jebakan demi menuntaskan dendam yang ditanamnya selama 14 tahun, sejak dirinya menghuni penjara bawah tanah paling mengerikan di Perancis. Alur novel ini mendebarkan serta penuh kejutan. Dan di akhir novel ini kita akan termangu dan tiba-tiba saja mempertanyakan secara filosofis untuk apakah dendam dituntaskan? Apakah setelah semua dendam tuntas, maka semuanya selesai?


Pengarang novel ini Alexander Dumas bukanlah seorang penganut kearifan timur. Ia tidak mengenal istilah permaafan serta rekonsiliasi dengan para penjahat. Cara berpikirnya hitam putih, akan tetapi ia menyisipkan pesan sederhana nan bijak bahwa seperti apapun kejahatan, akan selalu ada balasannya. Bahkan di saat sang pelaku kejahatan tersebut masih hidup, sebuah balasan bisa menjerat semua kaki-kaki. Bahkan sebuah balasan bisa hadir melalui tangan siapa saja.

Pelajaran berikutnya, berhati-hatilah pada manusia di sekitar kita. Jangan sekali-sekali mencelakakan seseorang, sebab seseorang tersebut bisa saja diberi kekuatan ekstra oleh Tuhan untuk menuntaskan balas atas apa yang kita lakukan. Mungkin, Tuhan meminjamkan tangan-Nya untuk menghukum segala sesuatu yang pernah kita lakukan.

Berhati-hatilah dalam bertingkah laku. Sebab tak semua orang bisa sebijaksana Gandhi atau sebaik Mandela yang tak suka balas dendam. Kedua tokoh besar itu bahagia dalam kedamaian saat memaafkan semua orang yang menjahatinya. Sanggupkah kita seperti Mandela dan Gandhi? Ataukah kita memilih jalan balas dendam sebagaimana Edmond Dantes?


Jakarta, 17 April 2001

0 komentar:

Posting Komentar