Selly Yustiawati |
SELAMA seminggu ini, media massa Indonesia ikut-ikutan membuat framing (bingkai) yang tidak adil tentang kategori siapa yang pantas melakukan sebuah kejahatan. Selama seminggu ini, terdapat dua liputan yang banyak diulas yakni penipuan yang dilakukan Selly Yustiawati, serta pembobolan bank yang dilakukan karyawati Citibank, Malinda Dee. Liputan tentang mereka sangat tidak adil sebab media massa kita selalu saja membesarkan kecantikan keduanya. Mereka disebut penipu cantik atau pembobol cantik. Bukankah ini sangat tidak adil?
Dengan penyebut penipu cantik, maka media massa seolah menuding bahwa penampilan cantik adalah sesuatu yang langka dalam dunia tipu-menipu. Seolah cantik itu sesuatu yang unik. Seolah cantik itu identik dengan kebaikan dan tingkah laku terpuji. Sejak kapan tindak kategori cantik dianggap unik sehingga tidak pantas melakukan penipuan?
Kecantikan hanyalah tampilan luar seseorang. Ibaratnya, cantik itu hanya pakaian yang menutupi nilai-nilai yang sesungguhnya. Ketika seseorang cantik, tidak lantas berarti orang tersebut akan melakukan tindakan terpuji. sebab perangai yang jahat bisa merasuk dalam penampilan cantik atau jelek. Makanya, sungguh aneh ketika media massa kita selalu menonjolkan cantik dan jelek yang dilekatkan pada tindakan tipu-menipu.
Nah, ketika mengatakan penipu cantik, maka media kita seolah hendak mengatakan bahwa mereka yang menjadi penipu dan melakukan tindakan kriminalitas adalah mereka yang berwajah jelek. Media kita terbiasa melihat sesuatu secara berpasangan atau opposite meaning. Ketika cantik identik dengan kebaikan, maka jelek langsung identik dengan kejahatan. Saya tiba-tiba teringat analisis yang mengkritik cara berpikir yang senantiasa mengidentikkan warna hitam dengan kejahatan.
Milanda Dee |
Saya sudah sering mengkritisi, mengapa kejahatan identik dengan warna hitam? Jika kita lihat film-film Hollywood, gambaran tentang iblis selalu saja mereka yang berwajah jelek dan memakai baju hitam. Iblis digambarkan berwajah seram, menakutkan, serupa monster yang layak dibenci atau dimusuhi. Pertanyaannya, apakah semua yang berwajah jelek akan berprilaku jahat? Perhatikan pula gambaran tentang malaikat yang selalu saja berwajah cantik dan berbaju putih. Sering digambarkan malaikat adalah sosok berambut pirang, cantik, memegang tongkat yang ujungnya adalah bintang. Gambaran ini sudah sering dikritik kaum kulit hitam sebab memposisikan hitam dengan kejelekan atau kejahatan, sedang cantik identik dengan warna putih dan kebaikan. Konsep cantik dan jelek adalah konsep yang lahir dari pergulatan kolonialisme yang memosisikan orang lain sebagai posisi rendah, bawahan, dan hina, sedangkan pada posisi sebaliknya, mereka yang cantik dan putih justru menjadi sosok baik. Bukankah ini adalah konsep rasisme yang direcoki dalam pikiran kita oleh media massa?
Kembali ke liputan media kita. Saya agak kesal karena kosa kata cantik selalu diulang-ulang dalam setiap liputan tentang Selly dan Malinda. Padahal, tak ada kaitan secara langsung antara fisik keduanya dengan penampilan fisik. Namun, apalah daya sebab saya hanyalah penonton yang pasif. Sementara media massa laksana Tuhan baru yang mengatur-ngatur apa isi kepala kita. Duh!
Jakarta, 4 April 2011
2 komentar:
Cantik apanya mereka itu?? udah hatinya busuk tampilannya juga biasa aja nya..
posting ke kompasiana dong!!!!
Posting Komentar