Pelaut yang Bertemu Keluarga Setiap 2 Bulan

GIMANA sih rasanya menjadi anak buah kapal (ABK)? “Kadang stres karena terlalu berada di laut dan jarang bertemu keluarga,” demikian kata Dory, seorang ABK yang kutanya. Berada di laut kadang membosankan baginya sebab pekerjaannya di kapal bersifat rutin dan setiap hari mengalami pengulangan. “Yah, mau gimana lagi. Ini sudah menjadi pekerjaanku,” katanya dengan nada sedih.

Bagi seorang ABK di KM Labobar, masa kerja di kapal adalah selama dua bulan, kemudian mereka diberikan masa cuti dengan jangka waktu dua minggu. Selama dua bulan, ia harus tetap stand by di kapal dan mengerjakan semua pekerjaan rutin yang biasa ditangani ABK, mulai dari satpam, membersihkan, merawat mesin, menyiapkan tangga turun, memeriksa tiket, menjadi pelayan di kafe atau restoran, menunggui ruang informasi, kadang sebagai mekanik atau membetulkan perlengkapan yang rusak. Pekerjaan ABK cukup banyak dan biasanya ditentukan berdasarkan jadwal. ABK bekerja di bawah koordinasi mualim (saya tak tahu dari mana asal kata ini) serta nahkoda. Apa yang menjadi perintah mualim, harus ditepati ABK. Jika tidak, maka ABK itu bisa terancam dipecat atau diberhentikan dengan alasan tidak patuh.

Makanya, Dory bekerja dengan giat sejak pertama kali memilih karier sebagai ABK sejak 20 tahun yang lalu. Ia sudah bekerja di banyak kapal milik Pelni dan sudah mengerjakan berbagai pekerjaan yang biasa dilakukan ABK. Dory tidak punya kendala berarti selama menjalani tugasnya. Kendala besarnya adalah rasa rindu kepada keluarga yang kadang sudah meluap-luap. Apalagi menjelang masa cuti, ia mulai merasa tidak betah bekerja. “Tiap hari yang dipikirin cuma anak-anak sama istri. Saya jadi malas-malasan dan ingin cepat lompat ke darat,” lanjut Dory.

Masa paling sulit baginya adalah ketika punya bayi –yang sedang lucu-lucunya-- sementara ia diharuskan bekerja selama 2 bulan. “Saya punya bayi setelah menikah selama delapan tahun. Segala cara sudah saya lakukan, mulai dari pijat, minum ramuan, hingga menemui dukun. Semuanya saya lakukan demi punya anak. Eh, pas punya bayi, tiba-tiba saya harus kembali bekerja di kapal selama dua bulan. Perasaan saya agak sedih,” katanya lagi. Tapi kan bisa nyari istri di setiap pelabuhan? “Ah, siapa bilang. Malah, saya heran jika ada orang yang kayak gitu. Kok tega-teganya menyakiti istrinya sendiri. Apa dia bisa tanggungjawab dan menghidupi banyak orang. Hubungan suami-istri memang enak. Cuma, selanjutnya apa dia bisa ngasih makan?” katanya. Itulah Dory, pelaut yang berusaha menjaga komitmen.(*)

4 Juli 2007,
Pukul 08.00 pagi


0 komentar:

Posting Komentar