Setelah menang lomba esai ekonomi yang diadakan Sekretariat Kabinet RI, hasrat saya ikut lomba menulis yang berhadiah besar belum padam. Bagi saya, ikut lomba menulis adalah aktivitas yang cocok untuk orang pemalas seperti saya. Cukup kirim tiga lembar, hadiahnya bisa untuk hidup beberapa bulan.
Hari itu, kompasianer asal Bandung, Maria G Soemitro, memberi tautan tentang lomba menulis yang diadakan operator seluler XL. Lomba menulis yang tajuknya XL Awards 2014 itu hadiahnya cukup besar, yakni 30 juta rupiah. Lomba ini ditujukan untuk kategori umum, jurnalis, dan fotografer. Tanpa banyak menimbang, saya memutuskan untuk ikut.
Saya lihat komposisi jurinya adalah para influencer senior. Sebagaimana di tulisan sebelumnya, jangan menulis sesuatu mengenai Jakarta atau tema-tema yang sering diangkat di televisi. Juri lomba, yang kebanyakan domisili di Jakarta, pasti jenuh dengan topik itu.
Carilah topik mengenai kampung, atau hal menarik di titik yang jauh dari kota. Indonesia ini amat luas. Di setiap tempat, ada banyak hal menarik. Ada banyak kisah petualangan, kisah inspiratif, ataupun kisah-kisah perjalanan.
Saya pun melihat penyelenggaranya adalah operator seluler. Saya pikir ketika korporasi mensponsori lomba, pasti mereka punya kepentingan. Bisa jadi, mereka ingin diapresiasi, tapi malu-malu mengungkapkannya. Sebagai peserta, kita penuhi keinginan diam-diam itu, sembari tetap menjaga kualitas. Kita memelihara peluang besar.
Sebagaimana saya katakan sebelumnya, ketika menang lomba bukan berarti tulisanmu yang terbaik, melainkan tulisan yang paling pas dengan selera para juri dan penyelenggara lomba.
Dalam setiap lomba, pemenangnya adalah tulisan yang vibranya positif. Jangan penuh teori dan bahasa tinggi. Bikin tulisan yang memuji, tapi dalam takaran yang pas. Sebab kelebihan memuji juga bisa overdosis. Orang2 gak suka.
Kebetulan sekali, ketika menyiapkan tulisan untuk lomba, saya nyambi kerja sebagai Konsultan Media and Knowledge Management di Destructive Fishing Watch (DFW). Ini lembaga keren yang diisi anak muda peduli kelautan. Berkat lembaga ini, saya beberapa kali turun lapangan ke pulau-pulau demi bertemu nelayan dan menemani fasilitator lapangan.
Hari itu, ketika berkunjung di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, saya menemukan kisah tentang anak muda yang berprofesi sebagai nelayan, namun menerapkan teknologi yakni fish-finder. Teknologi menentukan posisi ikan, kemudian anak muda itu tinggal datang untuk menangkapnya.
Saya temui anak muda itu kemudian berbincang-bincang. Dulu Daeng Baco, demikian dia disapa, sering membom ikan, namun beralih menjadi nelayan muda yang memaksimalkan teknologi. Sayang, saya lupa tanya apakah dia memakai XL ataukah tidak. Namun, saat saya datang ke lokasi, saya mengetes sinyal XL ternyata cukup kencang.
Saya ramu semua bahan-bahan itu menjadi tulisan. Ada beberapa bagian yang didramatisasi biar nampak wow. Ini kan bukan laporan jurnalistik yang faktanya harus tepat. Saya juga tidak yakin para juri akan melakukan verifikasi di lapangan.
Saya lihat di media kalau XL lagi promosi program yang namanya Internet Ngebut. Saya gambarkan, nelayan muda itu tertarik dengan promosi di internet, lalu menerapkannya untuk aplikasi fish-finder. Saya kemas jadi cerita yang menarik dan bernas. Saya beri judul: Kisah Ajaib Mantan Pembom Ikan.
Saya kirim tulisan itu, lalu lupakan. Dengan cara begitu, saya tidak banyak berharap. Eh, dua minggu berikutnya, keluar pengumuman kalau saya jadi pemenang. Pengumuman itu dipasang di banyak media-media besar. Selain nama saya, ada nama Maria G Soemitro sebagai pemenang favorit.
Pihak XL menyiapkan tiket agar saya ke Bandung menghadiri penyerahan hadiah. Semua tiket ditanggung. Sayang, saat itu saya tak bisa datang. Saya hanya bisa memantau beritanya di media online.
Jika ada netizen bertanya, apa bisa mobil dengan menang beberapa lomba itu? Jawabannya iya. Sayang, saya cukupkan cerita mengenai lomba menulis. Tiga seri tulisan di FB rasanya cukup untuk sekadar narsis.
Tujuan saya adalah semua orang bisa belajar dari kiat ikut lomba serta bisa menerapkannya untuk menghasilkan tulisan yang bergizi. Yang terpenting dari menulis adalah bisa menjadi jalan silaturahmi dengan siapa pun, di mana pun berada.
Soal menang lomba, itu hanya bonus. Tapi, penting juga sih. Hehehe.
0 komentar:
Posting Komentar