Seorang kawan yang mukim di luar negeri terheran-heran melihat Twitter selama dua hari terakhir. Percakapan didominasi oleh berita mengenai bebasnya Basuki Tjahaja Purnama (BTP), yang dahulu dipanggil Ahok.
Kawan itu bertanya-tanya, mengapa bebasnya seseorang dari penjara justru disambut dengan begitu meriah oleh para netizen dan rakyat Indonesia? Apa yang diharapkan dari BTP sehingga bebasnya dirinya sontak dibicarakan bagi banyak orang?
Media asing juga ikut meramaikan peristiwa bebasnya BTP. Media Australia, Sydney Morning Herald, menulis bahwa bebasnya BTP adalah "pengingat" akan undang-undang penistaan agama yang sudah "digunakan sebagai senjata" di Indonesia.
Sementara itu, South China Morning Post menulis bahwa BTP, "Keluar dari Penjara...Ke Pelukan Pengawal Mantan Istrinya". New York Times menyebut bahwa setelah bebas dari penjara, dia akan, "berdoa di kuburan ayahnya dan melakukan perjalanan ke luar negeri untuk menghindari keramaian politik Indonesia".
Pianis dan komposer Ananda Sukarlan ciptakan komposisi “No more moonlight over Jakarta.” Beberapa artis seperti Cinta Laura memasang foto bersama BTP. Bahkan ekonom dan mantan menteri di era SBY, Chatib Basri, memasang foto sedang bersama BTP. Selain mereka, ada banyak orang yang memajang foto saat bersama BTP.
Melihat reaksi netizen dan masyarakat Indonesia, serta pemberitaan media, bisa dilihat kalau BTP masih menempati ruang khusus di hati masyarakat. Bahwa kasus penistaan agama yang disematkan padanya tidak lantas memupus kecintaan masyarakat kepadanya.
Dia tetap dikenang sebagai sosok yang punya jejak. Dengan segala kontroversi yang melekat padanya, BTP masih diingat publik sebagai sosok ksatria yang berani menghadapi semua masalah yang menderanya. Dia tak berniat untuk lari dari masalah.
Justru semua tuduhan dihadapinya di pengadilan hingga akhirnya menjalani masa tahanan. Dia adalah kepala daerah yang kerja-kerjanya diakui, tapi kemudian dihantam dengan berbagai isu agar dirinya tidak terpilih.
Hebatnya, di tengah hantaman demo berjilid-jilid serta seruan jihad banyak orang, dia tetap tegar dan menghadapi semuanya.
Saya teringat buku Winnetou Ketua Suku Apache yang ditulis Karl May. Dalam buku itu disebutkan bahwa orang Indian selalu menghargai semua keberanian, meskipun itu datang dari pihak musuh. Mereka akan memberi apresiasi pada orang yang dianggap berani menghadapi semua kenyataan apa pun.
Itu yang terasa ketika melihat BTP. Anggaplah dia bersalah. Tapi dia telah melakukan semua prasyarat yang untuk menebus semua kesalahan itu. Dia telah meminta maaf secara terbuka, menerima fakta kekalahan di pilkada, juga telah menjalani semua hukuman.
Memang, hukuman itu tidak lantas menghilangkan ketidaksukaan sejumlah orang kepadanya. Tapi setidaknya publik tahu bahwa orang ini bukan tipe yang lari dari masalah. Dia hadapi semua perdebatan dan juga semua proses di pengadilan, tanpa harus meminta ribuan orang berdemo untuk dirinya.
Dia tidak seperti tersangka ujaran kebencian yang berharap agar salah satu capres menang biar dirinya bisa bebas. Dia juga tidak seperti sosok yang memukul anak kecil dan selalu membawa massa saat hendak diperiksa polisi.
Seorang teman bercerita, jika BTP mau bekerja di perusahaan skala nasional dan internasional, maka banyak yang akan memperebutkan dirinya. Dia bisa menjadi CEO handal yang mengorkestrasi perubahan.
Dia tipe pemimpin yang tahu arah dan tujuan, serta tahu apa saja yang perlu dikerjakan untuk menggapai tujuan tersebut. Kalau pun dia menolak, maka banyak hal bisa dilakukannya. Dia bisa menggelar talkshow yang pasti akan ditonton jutaan orang.
Begitu dirinya mengumumkan akan membuka kanal Youtube, langsung dikuti ribuan orang. Dia tipe orang yang punya penggemar setia. Lihat saja film tentang dirinya pun laris manis dan ditonton lebih sejuta orang.
Dari sisi manajemen, BTP adalah simbol dari berbagai inovasi kebijakan publik di satu kota yang terbiasa dengan hal-hal yang mapan. Inovasinya masih diingat banyak orang, khususnya dalam hal pelayanan publik yang lebih responsif pada rakyat.
Banyak yang tak suka kebiasaannya menggusur, tapi warisannya dalam hal penataan sungai serta pengendalian banjir selalu dikenang publik. Dia tipe yang terbuka, sampai-sampai rapat para birokrat direkam dan diunggah di internet, satu hal yang kemudian menjerat dirinya.
Biarpun kebijakan ini ibarat senjata makan tuan, tetap saja dia mewariskan hal yang baik yakni publik tahu apa yang terjadi di balik bilik pemerintahan. Dari sisi politik, kartu BTP jelas belum habis. Banyak lembaga, khususnya elemen gerakan masyarakat sipil dan masyarakat internasional, yang menilai dirinya tidak bersalah.
Tuduhan penodaan agama ibarat karet yang bisa ditarik ulur. Sering digunakan sebagai pasal untuk menjerat seseorang yang tak disukai. Selepas keluar dari masa tahanan, BTP akan menemui banyak undangan dari berbagai lembaga internasional di luar negeri.
Dia seperti para aktivis di zaman Orde Baru yang ketika keluar dari tahanan langsung berangkat keluar negeri dan mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. Dia akan menjadi wajah dari minoritas Indonesia yang berhasil naik menjadi pejabat publik, setelah itu kalah dalam kontestasi politik dengan tudingan berbagai isu.
Dia akan menjadi sketsa dari bagaimana dinamika hubungan antar politik dan religi di negeri mayoritas warganya beragama Muslim. Syukurlah, BTP tidak lantas hilang begitu saja. Penahanan tak akan menenggelamkan dirinya.
Namanya akan terus melambung dan dirindukan publik. Dia akan menjadi sosok yang inspiratif, yang kalimat-kalimatnya ditunggu untuk sesuatu yang lebih baik.
Pada BTP, kita menitip harapan agar selalu menjadi mata dan telinga untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar