Kiat Menang (1)




Ada orang yang menjadikan media sosial sebagai arena untuk menyebar benci dan dengki. Ada juga yang menjadikannya sebagai ladang untuk menceramahi orang lain. Tapi ada juga yang menjadikannya sebagai arena untuk cari uang. Nah, saya salah satunya. 

Untuk itu, saya ingin berbagi cerita.

Pada pilpres empat tahun lalu, saya melihat ada pengumuman lomba menulis yang diadakan Seknas Jokowi. Jurinya adalah para sastrawan nasional yakni Seno Gumira Adjidarma, Linda Christanty, dan AS Laksana.

Namun, saya tergiur melihat hadiahnya yakni 10 juta rupiah (pemenang pertama), 7,5 juta rupiah (pemenang kedua), dan 5 juta rupiah (pemenang ketiga). Saya membayangkan, kalau bisa menyabet juara tiga, maka bisa dipakai traktir nonton, makan2, dan sisanya untuk beli buku2. Bisa juga untuk ajak kencan kenalan baru. 

Saya pun memutuskan untuk ikut. 

Pengalaman saya, yang beberapa kali menang lomba menulis, ada beberapa pantangan jika ingin menang lomba. 

Pertama, jangan pernah menulis apa-apa yang dibahas televisi dan semua media Jakarta. Tema itu biasanya sudah basi dan umum. Kedua, jangan gunakan bahasa yang rumit-rumit sebab juri hanya membaca paragraf awal. Ketiga, topiknya jangan terlalu serius dan mengawang-awang sebab ini bukan skripsi. Keempat, jangan juga terlalu mendayu-dayu. Kelima, jangan bahas tentang orang-orang hebat di tivi.

Saya juga punya beberapa kiat menang lomba menulis. Pertama, cari topik yang tidak biasa. Kedua, sebaiknya angkat cerita-cerita kampung sebab tidak banyak yang tahu. Ketiga, gunakan gaya bertutur seperti laporan pandangan mata. Keempat, bikin tulisan yang serupa dialog dengan kenyataan yang dilihat. Kelima, temukan makna atau pembelajaran di situ. 

Nah, kebetulan, saat itu saya sedang berada di Lombok untuk mengawal satu program yang diadakan salah satu NGO bidang kelautan. Saya pikir tema tentang anak muda yang memilih bekerja di pulau kecil akan menarik untuk ditulis. Makin seru pula ketika anak muda itu memilih mendukung capres dan secara mandiri menyebar virus positif di sekelilingnya.

Setelah tulisan itu dikirim, ternyata malah terpilih sebagai juara kedua. Saya ingat juara tiganya adalah mas Fandy Hutari, sejarawan muda yang bukunya selalu keren.

Saya sengaja berbagi pengalaman ini karena saya mulai melihat banyak informasi lomba menulis. Malah, saya melihat ada yang hadiahnya kamera mirrorless yang harganya di atas 10 juta rupiah. Tiba-tiba saja, jemari saya langsung gatal pengen ikut lomba.

Nah, daripada sibuk debat kusir dan saling serang di medsos, mending energi itu dipakai untuk memperbanyak peluang menang lomba. Sebab kata seorang kawan, makin banyak ikut lomba, makin besar peluang menang, makin cerah masa depan. Hehehe.


0 komentar:

Posting Komentar