DIGITAL STORYTELLING untuk Menang Pemilu Legislatif




Dulu seorang politisi butuh biaya besar untuk sekadar turun ke konstituen dan menyapa semua orang. Kini, politisi cukup bermain di dunia digital demi menyentuh hati banyak orang. Namun, tak semua tahu apa yang harus dilakukan di dunia itu.

Tak semua paham bahwa sekadar memosting foto atau status bijak tak cukup. Bahkan rajin sebar link di WhatsApp dan Facebook juga tak cukup. Selalu sebar foto wajah tampan atau cantik serta nomor urut, tidak menjamin orang akan memilih. Bahkan menguasai big data, algoritma medsos dan semua profil pengguna juga tak cukup.

Lantas, apa dong?

***

Tahun 2016, publik Amerika Serikat heboh. Semua lembaga survei yang terlanjur memprediksi kemenangan Hillary Clinton kemudian gigit jari. Tak diduga, Donald Trump memenangkan pemilihan itu. Dia yang dianggap rasis dan kalimatnya menyengat banyak orang itu malah terpilih sebagai pemimpin negara adidaya.

Beberapa waktu kemudian, beberapa lembaga kredibel memberikan bocoran tentang pola kerja konsultan politik Cambridge Analytica (CA) di belakang Trump. Dalam situs resminya, lembaga ini mengungkap bagaimana mereka membantu kemenangan Trump.

Salah satu strategi yang digunakan adalah bagaimana mengidentifikasi pemilih yang dapat dibujuk (persuadable voters) dan isu-isu yang para pemilih itu pedulikan. CA kemudian mengirimkan 'pesan-pesan' yang berdampak pada sikap mereka.

Ringkasnya, CA memiliki akses pada jutaan data semua pengguna medsos, setelah itu mulai melakukan riset untuk mengolah data lalu merancang pemasaran digital. Kerja mereka sangat efektif sehingga bisa mengubah pihak yang diprediksi kalah menjadi menang. Di mana letak kehebatan CA?

Dalam banyak kasus, orang-orang menuding kehebatannya pada tools atau perangkat teknologi yang digunakan. Namun, saya punya pendapat lain.

Memahami pengguna media sosial dan kebiasaan-kebiasaan mereka memang penting, namun yang juga sama pentingnya adalah bagaimana merancang satu konten yang bisa membuat orang-orang tergugah lalu memutuskan untuk memilih seseorang.

Kekuatan CA ada pada dua sisi yakni “mengenal dan membidik.” Pihak CA bisa mengenali profil semua pengguna medsos, kebiasaan, kesukaan, hingga isu-isu yang direspon. Setelah itu, CA bisa memproduksi konten yang serupa peluru bisa dipakai untuk membidik semua konsumen langsung ke jantung kesadarannya, sehingga berdampak pada tingkat kesukaan serta keterpilihan.

Memang cerita-cerita yang dibuat pihak CA sering dituding sebagai penuh hoaks, kebencian, dan permusuhan. Banyak yang menuding narasi itu dipenuhi kebohongan sehingga publik dijejali cerita horor yang membuat ketakutan, agar memilih seseorang.

Tetap saja kita harus anggap pembuat cerita itu hebat sebab bisa tahu jenis cerita macam apa yang bisa dipercaya orang lain sebagai kebenaran. Melalui perangkat teknologi, CA tahu bahwa ada sejumlah orang yang memelihara ketakutan sehingga perlu dipupuk dengan berbagai cerita. Pada satu titik bisa mempengaruhi orang lain untuk memilih kandidat tertentu.

Kita tak setuju dengan semua hoaks dan kebencian itu. Tapi, pelajaran besar dari CA adalah orang-orang bisa tergugah karena permainan kata. Bahwa konten yang dibuat dengan dosis tepat bisa mempengaruhi khalayak.

Pertanyaannya, bisakah kita menggunakan prinsip-prinsip dalam CA itu untuk sesuatu yang positif yakni memenangkan pemilu legislatif bagi caleg kita yang berada di satu wilayah? Bisakah kita menyederhanakan cara kerja CA untuk membuat seseorang disukai di media sosial?

***

Sejak dulu, dunia politik kita penuh dengan cerita-cerita. Kesan tentang seseorang dibentuk oleh cerita-cerita yang sampai pada kita. Jika kita berkeliling dan melihat baliho politisi, maka kita akan melihat bagaimana cerita hendak dibangun mengenai orang itu.

Kita melihat slogan, misalnya: merakyat, peduli, mengabdi, atau saleh. Semuanya adalah cerita yang hendak dibangun. Di era digital, cerita-cerita itu juga bisa dengan cepat dibangun dan disebarkan. Di era ini, tak perlu mengeluarkan biaya mahal, cukup menyempatkan waktu untuk berbagi kabar di media sosial, maka pesan bisa cepat menyebar ke mana-mana.

Sayangnya, banyak politisi cenderung menggunakan strategi pesan yang sama. Kalau bukan berbagi pesan bijak, link berisi dakwah, atau foto diri disertai nomor urut dan logo partai. Hal-hal seperti ini memang wajar, namun bisa tidak efektif. Sebab jika tidak dikemas dengan baik, kesan yang muncul adalah menggurui.

Apalagi jika seseorang hanya melakukan itu ketika dekat pemilu. Di media sosial, kita lebih sering melihat wajah tersenyum yang diiringi nomor urut dan kata-kata bijak. Sepertinya caleg kita kurang kreatif sehingga suka copy-paste apa yang dilakukan rekannya. Padahal harusnya buat pembedaan (diferensiasi).

Beberapa ahli komunikasi sudah memperingatkan bahwa pesan-pesan yang selalu disampaikan berulang memang berpotensi untuk disukai, tapi yang sering terjadi adalah munculnya rasa bosan dan muak. Demikian pula selalu mengulang-ulang pesan yang menampilkan wajah senyum. Ini juga bisa berujung pada rasa bosan.

Nasihat memang baik, tapi kalau terus-menerus dijejalkan ke telinga seseorang yang terjadi adalah penolakan. Apalagi jika pemberi nasihat itu diyakini sedang punya motif politik. Sama halnya dengan pernyataan bahwa senyum itu bagus, namun jika Anda bertemu seseorang yang tiba-tiba senyum, maka yakinlah orang itu adalah caleg.

Jika kata hendak dijadikan mantra yang bisa mengubah kesadaran orang, maka kata-kata harus masuk dengan strategi yang tepat. Salah satu strategi yang diterapkan dalam dunia pemasaran adalah menggunakan soft campaign. Gunakan kampanye yang tidak lantas menonjolkan diri secara berlebihan.

Nah, Anda mesti memahami teknik bercerita (storytelling) yang benar. Jika diamati, semua budaya dan peradaban selalu memiliki berbagai cerita-cerita yang kemudian memberikan makna bagi setiap generasi. 

Storytelling sama tuanya dengan keberadaan manusia. Sebab manusia selalu ingin bercerita dengan sesamanya, berbagi kisah dan kegembiraan, serta mewariskan banyak kearifan. Semua manusia pasti menyenangi bercerita dengan sesamanya.

Di semua budaya, manusia suka berkumpul lalu bercakap-cakap dan membagikan informasi. Pengetahuan tentang bercerita ini sudah lama diterapkan dalam bisnis. Salah satu brand yang konsisten membangun cerita adalah Coca-Cola.



Sejak awal, iklan Coca-Cola tidak pernah menggurui khalayak. Selalu dimulai dengan cerita, kemudian diakhiri dengan pesan kuat yang bisa tertinggal di benak orang-orang yang menyaksikannya.

Jika Anda seorang politisi yang hendak memasarkan diri ke hadapan orang lain di era digital, apa yang harus dilakukan?

Pertama, rumuskan lebih dahulu apa konsep yang merupakan keunggulan Anda. Kalau Anda merasa sebagai caleg mewakili anak muda, punya kapasitas, serta kepedulian, jadikanlah itu sebagai tagline. Jadikan sebagai narasi besar untuk kampanye di dunia digital.

Kedua, turunkan narasi besar itu dalam bentuk cerita-cerita sederhana yang menarik. Misalnya, ketika Anda merumuskan kekuatan Anda adalah peduli, maka buatlah berbagai cerita pendukung yang menunjukkan kepedulian.

Tak perlu cerita-cerita besar dengan berbagai teori dan bacaan canggih. Cukup tampilkan pengalaman Anda yang sederhana, misalnya bertemu sejumlah pencari kerja yang kesulitan mengakses informasi lapangan kerja. Berikan contoh pengalaman Anda ketika memulai karier atau wirausaha.

Jika Anda menampilkan diri sebagai sosok yang merakyat, berceritalah tentang pengalaman menjadi rakyat. Berikan optimisme bahwa di tengah rakyat itu ada kekuatan dan solidaritas yang jika dikelola bisa menjadi sesuatu yang hebat.

Ketiga, rumuskan strategi dalam membuat postingan. Beberapa postingan yang disukai adalah postingan yang sederhana, tidak menggurui, serta punya pesan penting.

Dalam buku Political Personal Branding: Strategi Jitu Menang Kampanye di Era Digital yang ditulis Silih Agung Wasesa, disebutkan, beberapa jenis postingan yang disukai orang adalah mengenai harapan, cinta, perjuangan hidup, rasa tertindas, anak-anak, kemenangan, dan banyak lagi.

Anda bisa memilih satu topik kemudian dikaitkan dengan pengalaman Anda, setelah itu selipkan pesan-pesan penting kepada netizen. Setiap hari, evaluasi semua postingan. Dalam waktu tertentu, Anda sudah bisa paham mana yang disukai publik dan mana yang tidak.

Keempat, kembangkan aset digital. Semua akun di media sosial bisa menjadi aset digital. Yang perlu dilakukan adalah kumpulkan pengikut sebanyak-banyaknya sehingga Anda punya sasaran yang bisa dipersuasi dengan postingan-postingan bermutu.

Agar mereka menjadi pengikut setia, cari tahu apa yang mereka sukai, kemudian buat postingan yang sesuai dengan hasil pengamatan Anda. Pahami dengan baik bahwa semua media sosial punya kekuatan dan arena bermain yang berbeda.

Twitter digunakan untuk hal-hal yang mesti cepat disampaikan. Instagram menekankan pada visualisasi yang menarik dipandang. Facebook untuk postingan yang agak panjang dan mendalam. Prinsip kerja media sosial adalah satu isu bisa dikembangkan untuk berbagai kanal. Yang berbeda adalah kemasan dan format penyajian.

Untuk Twitter, Anda mesti meringkas informasi itu lalu ditulis dalam kalimat pendek. Sementara Facebook bisa menjadi ruang untuk menulis lebih dalam sekaligus bisa memancing reaksi pembaca.

Kelima, gunakan strategi untuk memviralkan postingan. Sejauh yang saya amati, ada beberapa cara untuk memviralkan postingan. Yakni: menggunakan fasilitas Ads atau iklan yang disiapkan semua media sosial sehingga kita bisa menambah jangkauan postingan ke ribuan orang di wilayah yang dituju.

Cara lain adalah bekerja sama dengan para influencer atau para penggiat media sosial di berbagai wilayah. Anda bisa memetakan siapa pendukung Anda yang paling intens di media sosial dan punya banyak pengikut.

Kalau dirasa repot, minta semua relawan Anda untuk me-retweet atau meneruskan semua pesan-pesan yang disampaikan di akun pribadi. Dengan cara ini, jangkauan dari semua postingan bisa lebih luas sehingga banyak orang berpotensi melihat postingan itu.

Keenam, pertahankan interaksi dan dialog. Kekuatan media sosial adalah adanya interaksi dan saling jawab antar penggunanya. Ini yang tidak dimiliki oleh media-media arus utama. Media sosial memungkinkan kita untuk saling diskusi dan tukar pikiran. Hanya saja, diskusi ini harus dijaga agar selalu menyehatkan.

Anda mesti pandai-pandai memilah kapan mesti menanggapi dan kapan mesti diam. Sebab tidak semua orang di meida sosial berniat untuk diskusi. Banyak di antaranya yang malah ingin debat kusir dan memanas-manasi sesuatu. Di sini, dibutuhkan sat kearifan dan kejernihan untuk tidak larut dalam perdebatan tak berujung.

***

Digital Storytelling hanyalah cara untuk memasarkan diri di media sosial. Penggunaan berbagai software dan tools hanya sebagai alat saja. Yang terpenting adalah bagaimana membangun konten yang positif dan strategi menjaga interaksi sehingga penggemar Anda terus bertumbuh.

Kalau dikerjakan dengan konsisten, maka bisa menjadi kekuatan dahsyat yang ada di tangan seseorang. Buktinya, media sosial bisa membuat revolusi merebak di banyak negara, bisa membuat rejim tumbang, dan bisa membuat perubahan besar.

Kita tak perlu muluk. Cukup bisa meloloskan seseorang ke parlemen. Itu saja cukup. Iya kan?



0 komentar:

Posting Komentar