Mengubur Pesimis, Menebar Optimis




KISAH yang tersaji dalam film Tomorrowland (2015) sungguh sarat makna. Meskipun jalinan kisahnya terkesan melompat-lompat dan kerap membingungkan, film ini membawa satu pesan indah tentang masa depan. Ada optimisme yang harus terus-menerus ditanami dan disirami demi mengalahkan segala pesimisme yang dibalur energi negatif.

***

PEREMPUAN muda itu bernama Casey Newton. Hasrat belajarnya meluap-luap. Ia merakit drone, lalu menerbangkannya ke beberapa instalasi rahasia NASA, lembaga antariksa amerika, demi hasrat ingin tahunya yang sangat besar. Ia melabrak aturan dan harus berurusan dengan kepolisian.

Di kantor polisi, ia dibebaskan dengan jaminan. Saat mengambil beberapa barang-barangnya, terselip sebuah pin aneh bergambar roket. Saat menyentuhnya, ia tiba-tiba saja terlempar ke ladang gandum, lalu melihat bangunan megah di kejauhan. Ia semakin penasaran dan hendak ke bangunan itu.

Ia berada di dunia masa depan. Semuanya serba canggih dan menakjubkan. Dunia yang dilihatnya adalah dunia yang sarat kemajuan. Semua manusia berada dalam keadaan riang gembira serta saling menyapa dengan senyuman. Dunia yang dilihatnya penuh dengan optimisme serta pengharapan.

Sayangnya, pin itu tak bisa berfungsi selamanya. Ia terlontar kembali ke masa kini. Ia lalu mencari jalan untuk kembali ke dunia yang serba canggih dan indah itu. Petualangan itu lalu membawanya pada situasi dikejar-kejar oleh sejumlah orang. Ia mesti bertarung dengan nasib, hingga akhirnya satu sosok manusia android atau robot datang membantunya. Ia lalu diarahkan untuk bertemu sosok jenius yang pernah mendatangi tempat itu.

***

SOSOK jenius itu adalah Frank Walker. Dahulu ia adalah sosok anak muda penuh optimisme. Hasratnya untuk menguasai sains menyala-nyala. Dalam usia muda, ia terobsesi untuk menciptakan satu alat pelontar yang bisa membawa manusia terbang mengangkasa.

Frank muda lalu ikut dalam satu kompetisi para penemu. Ia menampilkan alat yang belum sepurna. Meskipun ditolak, ia gigih mempertahankan optimismenya bahwa tak ada sesuatu yang mustahil. Ilmu pengetahuan itu ibarat cahaya terang harapan yang bisa mengatasi segala gelap pesimisme.

Seorang perempuan muda lalu memberinya pin, yang kemudian menjadi tiket untuk ke masa depan. Di situlah ia menyempurnakan temuannya, kemudian terbang mengelilingi dunia yang serba canggih dan tertata rapi. Satu kejadian akhirnya menjadi petaka baginya. Ia terusir dari masa depan, sejak satu tunas pesimisme tumbuh dalam dirinya.

Ia kembali ke masa kini dengan membawa pesimisme itu. Ia berpikir bahwa dunia akan segera kiamat ketika alam semesta kian tak seimbang. Perusakan alam sedang terjadi di mana-mana, revolusi terus berkumandang, dan bom atom terus meluluhlantakkan dunia. Yang bisa dilakukan hanyalah menunggu dan menunggu. Ia melalui masa tuanya dengan cara menanti azab dan petaka besar yang akan segera menghancurkan bumi.

***

SAYA cukup menikmati kisah dalam film yang diproduksi Disney ini. Sosok Frank adalah gambaran dari manusia modern hari ini yang kerap dirundung pesimisme dan dijalari kekhawatiran akan masa depan yang suram. Rasa takut itu telah lama membelit dirinya sehingga menganggap tak ada yang bisa diakukan.

Sosok Casey adalah sosok pemimpi yang tak mau menghakimi masa depan dengan prediksi penuh kesuraman. Ia sangat optimis bahwa selagi manusia hari ini melihat sesuatu dnegan penuh optimisme, maka masa depan yang gemilang bisa terbentuk. Tantangannya adalah bagaimana menyatukan berbagai gagasan positif itu dalam satu barisan besar manusia optimis yang kemudian mengubah hari ini dan masa depan.

Kisah tentang negeri masa depan ini mengingatkan saya pada buku Utopia yang dtulis Thomas More (1477-1535). Utopia digambarkan sebagai negeri antah-berantah yang di dalamnya terdapat semua keteraturan. Manusia saling berbagi budaya dan cara hidup yang sama dan seimbang. Banyak yang menilai bahwa Utopia adalah kritik halus pada dinamika abad ke-16, khususnya hierarki sosial, sistem pendidikan, hingga berbagai adat-istiadat.

Meskipun Thomas More agak pesimis dan menyebut dunia itu sebagai utopia, namun saya justru melihatnya sebagai sepercik optimisme. Bahwa ada satu dunia yang lebih indah dan nyaman sepanjang manusia bisa membumikan gagasan itu ke dalam realitas. Perubahan selalu dimulai dari gambaran ideal tentang masa depan, lalu ditarik mundur ke masa kini demi memahami kenyataan.

Melalui dinamika hari esok dan hari ini, manusia lalu merumuskan apa saja langkah strategis yang harus dilakukan demi membumikan satu impian agar tidak melayang-layang.

Pesan yang saya petik dari film ini adalah optimisme dan harapan adalah dua tanaman yang harus disemai ke mana-mana. Selagi manusia selalau optimis dan penuh keyakinan, masa depan akan terang benderang. Namun selagi manusia pesimis maka masa depan bisa menjadi amat mengerikan. Dinamika antara pesimis dan optimis inilah yang menjadi jantung utama dari bergulirnya adegan dalam film.

Saya menyukai dialog di salah satu adegan film. Kepada ayahnya, Casey bercerita tentang dongeng yang disampaikan seorang tetua suku Indian Cherokee kepada cucunya. Dongeng itu mengenai dua serigala abadi di dalam benak manusia. Serigala pertama adalah serigala yang penuh dengan sifat negatif: kebencian, kerakusan, dan kehancuran. Serigala yang kedua yang penuh dengan sifat positif: kebahagiaan, perdamaian, dan harapan.

Cucu tersebut kemudian bertanya, "Serigala manakah yang akan menang?" Tetua suku tersebut dengan bijak menjawab, "Serigala yang akan menang adalah serigala yang kau beri makan." Artinya, selagi kita memelihara pandangan negatif dan pesimisme, maka masa depan akan menjadi seba suram. Dan jika kita memelihara sikap positif dan optimisme, maka masa depan akan penuh kebahagiaan, di mana semua orang saling berbagi kasih dalam satu harmoni. Inilah hukum tak tertulis yang sedang bekerja di semesta kita.

Pandangan ini bukan hal baru. Siddharta Gautama pernah mengatakan hal yang sama. “Segala yang dialami didahului pikiran, dipelopori pikiran, diciptakan pikiran. Jika orang berbicara atau berbuat dengan pikiran yang buruk, maka penderitaan akan mengikutinya, laksana roda mengikuti jejak.”

Nah, jika ada yang bertanya, apakah sejarah masa depan akan memuncak pada pencerahan, perdamaian, serta alam semesta yang lestari? Barangkali kita harus menggeledah pada seberapa banyak cadangan optimisme di dalam diri kita. Di situlah terletak jawaban atas pertanyaan itu.



Jakarta, 4 Juni 2015

1 komentar:

Unknown mengatakan...

karena qt (manusia) seperti terselubung hal negatif, yg perlahan qt jg harus melepasnya, dan ini menjadi PR untuk setiap orang. to be positive, get off d negative

Posting Komentar