Mencari Hikmah di Hari Kemarin



DI satu rak toko buku, saya melihat buku berjudul The World Until Yesterday, yang diterjemahkan dengan judul Dunia Hingga Kemarin. Penulisnya adalah Jared Diamond, seorang profesor kajian geografi manusia di University of California at Los Angeles. Baru baca satu bab, saya langsung hanyut pada argumentasi bahwa ada begitu banyak pelajaran pada masyarakat tradisional yang justru terabaikan.

Dari sisi content, tak ada yang mengejutkan buat saya. Karya-karya etnografi dari para antropolog telah lama mengajarkan pahaman relativisme kultural. Bahwa semua budaya memiliki kebenaran dan hikmah sendiri-sendiri. Tidak tepat jika melihat satu budaya dengan standar budaya lain. Yang harus dilakukan adalah mengalir ke dalam sungai satu budaya, memahami budaya itu sebagaimana penganutnya, lalu mengikuti sungai logika pikir dan tindak penganut budaya itu sembari mempertahankan sikap kritis.

Seingat saya, Jared Diamod telah melahirkan beberapa buku-buku bagus yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sebelum buku ini, bukunya yang sudah terbit dan menghentak dunia adalah Guns, Germs and Steel (Senjata, Kuman, dan Bedil) yang isinya adalah sejarah perkembangan manusia dan peradaban. Buku lainnya adalah Collapse (Runtuhnya Peradaban) yang isinya adalah bagaimana kerusakan lingkungan, perubahan iklim, ledakan populasi, dan kerusuhan politik telah menyebabkan runtuhnya peradaban.

Nampaknya, Jared Diamod fokus pada runtuhnya peradaban. Ia mulai meleburkan berbagai sekat-sekat bangsa dan negara demi melihat manusia sebagai kesatuan yang berjalan di atas muka bumi. Ia menyaksikan, mencatat, lalu memberikan telaah kritis atas tumbuh dan bangkitnya peradaban, lalu bagaimana peradaban itu runtuh oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Ia berangkat dari satu keprihatinan melihat bahwa sekian abad perkembangan manusia, nampaknya peradaban hanya berjalan di tempat. Batas antara moden dan tradisional amatlah tipis.

Modernitas mulanya menjadi harapan manusia akan hidup yang lebih baik dan lebih beradab. Namun, modernitas ternyata hanyalah mitos. Munculnya berbagai peperangan serta konflik yang bersumber pada hasrat penaklulan menjadi bom waktu bagi peradaban hari ini. Runtuhnya banyak peradaban menjadi catatan besar bahwa persoalan mendasar yag dihadai manusia hari ini bukanlah bagaimana menghadirkan bangunan pencakar langit.

Persoalan besar dalah bagaimana mengelola semua kemajuan menjadi sesuatu yang memanusiakan manusia. Pada titik ini, pengalaman masyarakat tradisional bisa menjadi rujukan buat manusia modern. Manusia harus berani belajar dan menyerap hikmah pada apa yang tersaji hingga kemarin, demi menatap masa depan yang lebih manusiawi.

Saya masih perlu menuntaskan bab-bab yang lain untuk menyerap insporasi dari profesor yang pernah menerima penghargaan National Medal of Science ini. Tapi buku ini sudah cukup menanamkan satu eksan kuat dalam diri bahwa satu hal baik di negeri Paman Sam adalah para profesornya setia menulis dan melahirkan buku-buku bermutu. Para profesornya tak tertarik untuk menduduki posisi pejabat publik, namun setia menulis dan menginspirasi orang lain dengan bait demi bait kalimat mencerahkan.

Di tanah air kita, banyak yang bergelar profesor. Tapi banyak di antaranya mendapatkan gelar itu hanya karena mencukupkan syarat adminsitratif. Tak semuanya memiliki spirit serta energi besar seseorang yang mendedikasikan dirinya di titian mencerahkan banyak orang.

Tentu saja, tak ada salahnya jika rasa iri dan cemburu pada Jared Diamod harus selalu ditumbuhkan demi tetap menjaga konsistensi untuk melahirkan karya terbaik. Tak hanya iri dan cemburu, harus ada upaya kuat untuk menumbuhkan tunas-tunas pengetahuan lalu pohon yang kuat dan mengakar, dan mengalahkan rimbunnya pohon pengetahuan Jared Diamond.


Bogor, 13 Juni 2015

0 komentar:

Posting Komentar