Indahnya Tradisi Cucurak





DI banyak tempat di Bogor, orang-orang merayakan tradisi cucurak. Tradisi ini berupa makan bersama di satu tempat wisata atau tempat belanja bersama seluruh keluarga dan para sahabat untuk menyambut Ramadhan. Kemarin, semua tempat makan penuh. Orang-orang berkumpul, bersenda gurau, saling bermaaf-maafan, lalu mengucapkan selamat memasuki bulan puasa.

Aku merasakan betapa indahnya tradisi ini. Aku merasakan makna sosial yang sedemikian kuat. Yang nampak adalah makan bersama lalu bersenda-gurau, tapi sesungguhnya di situ terdapat tali silaturahmi yang dipererat, ikatan persahabatan yang terus diperkuat temalinya, pengharapan yang ditanam bersama, lalu saling mendoakan untuk hidup yang lebih baik.

Di kantor saya, semua karyawan berkumpul bersama. Ada pengharapan dari bos besar serta pesan-pesan untuk lebih bersiap untuk menghadapi ekonomi yang tak menentu. Selanjutnya doa bersama, lalu semua karyawan mengambil makanan di nampan. Kami makan bersama sembari mendoakan untuk bisa melalui ibadah dengan tenang. Kami sama-sama saling menguatkan harapan dan menyuburkan optimisme untuk tetap saling menjaga silaturahmi dan jaringan kerjasama.

Dari manakah asal tradisi? Dalam bahasa Inggris, tradisi berasal dari kata tradition. Kata ini berasal dari bahasa latin “tradere” yang bermakna “to transmit, or give something to another for safekeeping” yang berarti mengirimkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain untuk disimpan. Sosiolog Anthony Giddens menyebut bahwa tradisi merupakan sesuatu yang bersifat ritual dan dilakukan berulang-ulang. Tradisi adalah aset kelompok masyarakat yang mencirikan suatu kebudayaan dan tata perilaku yang berlaku dalam masyarakat.

Hanya saja, dalam konteks cucurak, kita bisa mengatakan bahwa ada dinamika dan dialektika yang terjadi secara terus-menerus. Bahkan, terjadi pula perbenturan penafsiran terkait tradisi. Dari sisi religi, mungkin saja ada banyak kalangan yang menganggap tradisi ini tidak bersesuaian atau barangkali menyimpang dari ajaran. Barangkali ada saja yang menilai bahwa tak ada tradisi seperti ini pada masa ketika agama mulai bertunas dan mekar.

Barangkali tradisi ini hanya satu dari sedemikian banyak tradisi lain. Barangkali, ada makna-makna lain yang bisa telusuri dalam sejarah tentang cucurak. Dugaan saya, cucurak hanyalah satu manifestasi dari penguatan relasi antar kelompok yang hendak memaknai datangnya Ramadhan. Pada titik ini, cucurak bisa ditafsir sebagai sebentuk penafsiran yang dilakukan oleh satu komunitas yang sejatinya hendak menguatkan satu makna tentang betapa pentingnya memelihara solidaritas. Tanpa solidaritas, maka ikatan dan keutuhan satu kelompok bisa tercerai-berai.

Pada titik ini, saya belajar tentang kekuatan tradisi. Demi memahami bagaimana jantung dan urat nadi masyarakat, tradisi bisa menjadi pintu masuk. Melalui tradisi, ada nilai-nilai bersama yang diwariskan secara terus-menerus, yang disebut oleh para sosiolog sebagai reproduksi sosial. Melalui tradisi ini, satu masyarakat bisa semakin memperkuat sendi-sendiri solidaritas, memperkuat keutuhan diri, serta menemukan sisi-sisi paling hangat dari satu komunitas. Inilah sisi-sisi yang paling membahagiakan.


Bogor, 18 Juni 2015

0 komentar:

Posting Komentar