Sembari menunggu
pesawat, saya membeli dan membaca buku The Gene: An Intimate History yang ditulis Siddharta
Mukherjee. Saya pernah membaca publikasi kalau Bill Gates merekomendasikan buku
bagus yang ditulis profesor keturunan India dari Columbia University ini.
Penulis buku ini pernah memenangkan Pulitzer tahun 2011 untuk karyanya The
Emperor of All Maladies: A Biography of Cancer (Kekaisaran Penyakit: Biografi
Kanker).
Lembaran2 awal buat
saya kagum. Jumlah halaman 594 yang ditulis dengan huruf2 kecil. Bisa
dibayangkan produktivitas penulis buku ini akan susah ditandingi mayoritas
profesor di negara kita. Saya tidak yakin akan bisa menghabiskan buku ini
dengan cepat, mengingat saya ada list bacaan lain. Tapi menimang-nimang buku
ini saja mendatangkan kebahagiaan. Apalagi, saya memang ingin mengoleksi buku2
bagus yang diapresiasi banyak pihak.
Buku ini membahas
satu tema penting yakni gen. Dalam pahaman saya, gen ibarat kode-kode program
yang tertanam dalam sirkuit diri kita sejak sebelum lahir dan mempengaruhi
sosok diri kita. Buku ini mengurai sejarah pemikiran tentang gen, sejak era
Yunani kuno hingga teori genetika modern.
Dalam buku Homo
Deus yang ditulis Yual Harari di situ ada penjelasan tentang rekayasa genetika
yang memungkinkan manusia untuk menyusun ulang kode-kode program pada bayi yang
akan lahir, memberinya kekebalan terhadap penyakit, serta memetakan DNA. Kelak,
dokter akan dengan mudah memetakan risiko penyakit seseorang dan apa obat
penangkalnya. Someday, manusia bisa seperti Victor Frankenstein yang mencipta
monster sebagai mahluk yang tunduk pada keinginan manusia.
Namun sejumlah
persoalan etis, politis, dan ideologis bisa muncul. Apakah manusia punya hak
untuk mengambil alih peran Tuhan yang mengatur semua keseimbangan alam dan
mahluk? Sejauh mana bisa ditolerir kelancangan manusia untuk melakukan rekayasa
genetika lalu mengubah tikus sehingga punya sayap seperti kelelawar? Atau
penciptaan manusia super yang kebal pada penyakit? Bagaimanakah kita menilai
kehadiran pasukan klone dalam kisah Star Wars yang unsur penyusunnya diambil
dari DNA seorang prajurit jahat?
Setidaknya, buku
ini memberi banyak pelajaran. Sains harus dipahami secara historis sehingga
kita bisa memahami tahap perkembangannya, serta menyadari bahwa setiap teori
selalu berangkat dari berbagai realitas yang terus diujikan dalam serangkaian
eksperimen. Teori selalu dinamis.
Pembelajaran lain
adalah setiap pengetahuan tak pernah bisa lepas dari kuasa. Dulu, sains hadir
sebagai penerang bagi manusia untuk memahami semesta dengan segala
kompleksitasnya. Kini, sains bertujuan untuk mewujudkan hasrat manusia untuk
abadi dan hidup lebih lama, sebagaimana Gilgamesh Project dari Sumeria. Manusia
tak lagi hendak menaklukan alam, tapi ingin menjadi Deus atau Tuhan.
Sains kedokteran
berkembang dengan tujuan untuk memperpanjang kerja tubuh manusia agar kelak
bisa amortal dan hidup lebih lama. Manusia tetap bisa mati, tapi sains akan
membuat hidup lebih panjang. Semua penyakit dikenali dan dipetakan, lalu
dibuatkan penangkalnya. Sains terus menyempurnakan kehidupan manusia berkat
kerja-kerja para ilmuwan di berbagai laboratorium dan pusat riset. Di titik
itu, kita bisa bertanya, akan ke manakah perjalanan manusia di masa-masa
mendatang?
Ah, saya baru
membaca lembaran awal. Perlu berhari-hari untuk bisa paham tuturan dalam buku
bagus ini.
0 komentar:
Posting Komentar