Segelas Moke yang Mempersatukan



sebuah perahu di Teluk Maumere

SELAMA berkunjung ke banyak daerah di Indonesia timur, termasuk Maumere (Sikka), saya menemukan satu benang merah tradisi yang bisa ditemukan di mana-mana. Tradisi itu adalah meminum tuak secara bersama-sama. Melalui tuak, ikatan kekerabatan dikuatkan. Sekali anda minum tuak dengan seseorang, maka anda adalah saudara yang akan dibelanya sampai mati. Bahkan ketika anda salah sekalipun, ia tetap akan membela.

Jangan pernah sekalipun anda meragukan solidaritas yang dimiliki seseorang dari timur Indonesia. Uniknya, persaudaraan itu dirajut melalui banyak cara. Sekali anda berbuat baik, maka anda akan terus diingat. Jika tak punya kesempatan berbuat baik, cukup minum moke secara bersama. Dijamin, anda akan menjadi bagian dari rekan yang bersama minum moke.

Di penginapan tempat saya tinggal, acara minum moke hampir setiap malam dilakukan. Melalui acara itu, pemilik penginapan, pekerja, hingga tetangga sama-sama bergabung untuk meminum moke atau tuak. Tak hanya minum, mereka juga akan saling berceloteh hingga suasananya ribut. Biasanya, mereka akan saling mendengarkan. Jika ada yang lucu, mereka akan tertawa ngakak bersama-sama. Kadang, acara minum moke itu diselingi dengan musik dangdut yang suaranya membahana dari soundsystem berukuran jumbo.

Saya sempat nimbrung dan menyaksikan dari dekat. Dengan mata kepala sendiri saya menyaksikan bahwa saat meminum moke, tak ada yang disebut hierarki sosial. Semuanya berada pada posisi sama, jenis minuman sama, gelas yang sama, hingga teler secara bersama pula. Seusai teler, biasanya ikatan mereka semakin kuat. Mereka akan mengidentifikasi diri sebagai satu kesatuan yang memiliki tugas berbeda.

Entah, apakah ada yang pernah melakukan riset tentang acara minum moke. Akan tetapi saya sangat yakin kalau acara ini berperan penting untuk memperkuat jaringan sosial. Moke tidak hanya sekedar minuman tetapi mempunyai nilai kultural, ekonomi dan sosial yang tinggi. Bagi sebagian orang, moke adalah simbol adat, persaudaraan dan pergaulan bagi masyarakat Flores.

Moke adalah minuman yang diolah dari hasil penyulingan buah dan bunga pohon lontar maupun enau. Proses pembuatannya masih tradisional. Konon, proses pembuatan moke adalah warisan dari nenek moyang. Pembuatannya dilakukan di kebun-kebun masyarakat dengan menggunakan wadah-wadah tradisional seperti periuk tanah untuk memasaknya.

Pembuatan moke memerlukan keuletan, kesabaran dan keahlian khusus untuk menghasilkan minuman yang berkwalitas. Moke ada berbagai jenis mulai dari moke biasa, moke merah sampai moke dengan kandungan alkohol tertinggi. Khusus untuk moke yang kandungan alkoholnya tinggi masyarakat biasa menyebut ‘BM’ atau bakar menyala. Walaupun moke merupakan minuman yang beralkohol, untuk mendapatkannya sangat mudah, diberbagai sudut kota maupun di pelosok desa moke selalu tersedia.

Semalam, saat kembali dari pertemuan dengan seorang informan, kembali para karyawan penginapan menggelar pesta minum moke. Suara khas Rhoma Irama terdengar nyaring dan bercampur dengan gelak tawa. Saat melintas, sejumlah anak muda bertato itu menahan langkahku. Mereka meminta saya untuk bergabung. Saya sadar betul bahwa mereka ingin menjalin persaudaraan. Saya pun duduk di dekat mereka. Segelas moke diberikan.

Baru mencium baunya, saya lagsung merasa mual. Sungguh, saya bukan peminum yang perkasa. Saya pasti akan mudah tumbang dengan hanya meminum satu sloki. Dengan tidak bermaksud mengecewakan mereka, saya pura-pura mengambil moke. Saat di mulut, saya mencium bau alkoho yang kuat. Saya tak sanggup. Tapi persaudaaraan juga penting.

Inilah yang disebut dilema. Saya berada di tengah dua pilihan sulit. Apakah kami akan bersaudara berkat moke, ataukah melalui hal lain. Ah, izinkan saya memilih satu pilihan yang paling tepat. Hiks.


Maumere, 18 November 2014

0 komentar:

Posting Komentar