Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD kesal luar biasa pada politisi yang juga Juru Bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul. Ia jengkel karena Ruhut tidak mencerminkan kapasitasnya sebagai orang yang mengerti hukum, kemudian memberi komentar pedas atas orang lain.
Mahfud, mengatakan persoalan hukum yang seringkali dikomentari di gedung parlemen DPR RI oleh Ruhut merupakan materi mahasiswa strata satu (S1). “Komentar Ruhur, komentar orang bodoh. Komentar dia (Ruhut) di DPR itu, adalah komentar anak-anak mahasiswa S1,” ujar Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Jum’at (20/5) sebagaimana bisa dibaca DISINI.
Sebagai mantan mahasiswa saya agak tersinggung. Tapi setelah melihat realitas gerakan mahasiswa hari ini, mungkin Mahfud menyindir sikap Ruhut yang asal ngomong, tanpa memperdulikan bagaimana perasaan orang lain atas apa yang diomongkannya. Ia tak peduli jika komentar pedasnya melukai orang lain. Tapi, apakah analogi mahasiswa itu tepat? Entah. Anda sendiri yang menilainya.
Komentar pedas Ruhut bukan cuma sekali. Ia sudah pernah membuat kesal banyak orang atas komentarnya di hadapan Jusuf Kalla, serta komentar tentang politisi lainnya. Anehnya, mengapa partai politik sebesar Partai Demokrat malah mengangkatnya sebagai juru bicara?
Salah negeri ini mengapa memilih Ruhut sebagai representasi suara rakyat. Ia lebih banyak menghabiskan karier sebagai pengacara dan artis sinetron. Tidak heran jika ia menadikan parlmen sebagai panggung sinetron. Ia leluasa memancing amarah, kekesalan, serta kejengkelan banyak orang. Ia terbiasa memainkan peran ala sinetron.
Oleh sebab itu, marilah bersama kita mendukung Ruhut kembali menjadi pemain sinetron yang handal. Pengalaman yang hanya seumur jagung menjadi pesinetron telah menggelisahkan Ruhut sehingga memindahkan panggung sinetron ke dalam panggung politik. Politik tidak lagi dijelmakan sebagai arena untuk menyempurnakan hidup manusia. Politik menjadi arena yang penuh intrik dan saling serang sesuai skenario yang sebelumnya disusun, dan posisi seorang politisi layaknya seorang aktor yang sedang memainkan peran.
Marilah bersama mendukung Ruhut menjadi bintang sinetron yang tersohor. Kalimat-kalimat makian yang meluncur dari tuturnya akan kian menemukan ruangnya melalui penggung sinetron tersebut. Ia akan sukses menjadi aktor watak, dan boleh jadi, ia akan sukses meraih Piala Citra sebagai supremasi tertinggi dalam dunia seni peran. Ia akan sukses mentransformasikan sinetron menjadi tayangan berkualitas. Dunia seni peran akan menemukan titik kegemilangannya karena kesuksesan Ruhut mengekspresikan kualitas peran yang pernah dimainkannya di panggung politik. Ruhut akan menjadi prasasti tentang bagaimana menerjemahkan sebuah skenario yang apik ke dalam sebuah panggung.
Marilah bersama mendukung Ruhut menjadi seorang bintang. Dan di atas panggung politik, kita tak lagi mendengar seruan makian. Kita tak lagi mendengar kalimat pelecehan. Di atas panggung itu kita menyaksikan sebuah upaya penemuan kebenaran yang sebelumnya mengabur karena sibuk meladeni konflik yang diciptakan Ruhut. Biarlah panggung politik kita kembali menjadi arena epistemologis di mana masing-masing partai politik saling menguji argumentasi, tanpa harus saling menyakiti antar politisi. Tanpa saling teriak-teriak dan suasana gaduh bak pasar malam.(*)
Mahfud, mengatakan persoalan hukum yang seringkali dikomentari di gedung parlemen DPR RI oleh Ruhut merupakan materi mahasiswa strata satu (S1). “Komentar Ruhur, komentar orang bodoh. Komentar dia (Ruhut) di DPR itu, adalah komentar anak-anak mahasiswa S1,” ujar Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Jum’at (20/5) sebagaimana bisa dibaca DISINI.
Sebagai mantan mahasiswa saya agak tersinggung. Tapi setelah melihat realitas gerakan mahasiswa hari ini, mungkin Mahfud menyindir sikap Ruhut yang asal ngomong, tanpa memperdulikan bagaimana perasaan orang lain atas apa yang diomongkannya. Ia tak peduli jika komentar pedasnya melukai orang lain. Tapi, apakah analogi mahasiswa itu tepat? Entah. Anda sendiri yang menilainya.
Komentar pedas Ruhut bukan cuma sekali. Ia sudah pernah membuat kesal banyak orang atas komentarnya di hadapan Jusuf Kalla, serta komentar tentang politisi lainnya. Anehnya, mengapa partai politik sebesar Partai Demokrat malah mengangkatnya sebagai juru bicara?
Salah negeri ini mengapa memilih Ruhut sebagai representasi suara rakyat. Ia lebih banyak menghabiskan karier sebagai pengacara dan artis sinetron. Tidak heran jika ia menadikan parlmen sebagai panggung sinetron. Ia leluasa memancing amarah, kekesalan, serta kejengkelan banyak orang. Ia terbiasa memainkan peran ala sinetron.
Oleh sebab itu, marilah bersama kita mendukung Ruhut kembali menjadi pemain sinetron yang handal. Pengalaman yang hanya seumur jagung menjadi pesinetron telah menggelisahkan Ruhut sehingga memindahkan panggung sinetron ke dalam panggung politik. Politik tidak lagi dijelmakan sebagai arena untuk menyempurnakan hidup manusia. Politik menjadi arena yang penuh intrik dan saling serang sesuai skenario yang sebelumnya disusun, dan posisi seorang politisi layaknya seorang aktor yang sedang memainkan peran.
Marilah bersama mendukung Ruhut menjadi bintang sinetron yang tersohor. Kalimat-kalimat makian yang meluncur dari tuturnya akan kian menemukan ruangnya melalui penggung sinetron tersebut. Ia akan sukses menjadi aktor watak, dan boleh jadi, ia akan sukses meraih Piala Citra sebagai supremasi tertinggi dalam dunia seni peran. Ia akan sukses mentransformasikan sinetron menjadi tayangan berkualitas. Dunia seni peran akan menemukan titik kegemilangannya karena kesuksesan Ruhut mengekspresikan kualitas peran yang pernah dimainkannya di panggung politik. Ruhut akan menjadi prasasti tentang bagaimana menerjemahkan sebuah skenario yang apik ke dalam sebuah panggung.
Marilah bersama mendukung Ruhut menjadi seorang bintang. Dan di atas panggung politik, kita tak lagi mendengar seruan makian. Kita tak lagi mendengar kalimat pelecehan. Di atas panggung itu kita menyaksikan sebuah upaya penemuan kebenaran yang sebelumnya mengabur karena sibuk meladeni konflik yang diciptakan Ruhut. Biarlah panggung politik kita kembali menjadi arena epistemologis di mana masing-masing partai politik saling menguji argumentasi, tanpa harus saling menyakiti antar politisi. Tanpa saling teriak-teriak dan suasana gaduh bak pasar malam.(*)
3 komentar:
Ruhut kliatannya memang sengaja di plot sebagai pengeruh suasana dalam rapat2 yang memojokkan demokrat, sehingga anggota lain menjadi emosi dan tidak fokus dalam menggali informasi pada kasus2 tertentu, contohnya ketika menjadi anggota pansus century, memalukan betul tingkahnya, jikalau tidak dikatakan menjijikan (maaf)..
Ayo kita dukung Ruhut rame-rame, setelah itu di banting sekeras-kerasnya ke aspal jalanan...
sepakat, sy jg mendukung ke dunia seni peran krn dia pintar memainkan perasaannya dan perasaan org lain. lain di hati nuraninya tp lain juga yg diucapkan agar org lain tersakiti perasaannya....pintar cari muka pdhl mukanya sudah ada....ruhut....ruhut.... ternyata kau bukan politisi sejati yg santun..tetapi politisi karbitan yg tak tau etika.....
Posting Komentar