AKU tak pernah setuju dengan mereka yang hendak menghakimi sebuah keyakinan. Bagaimanapun, keyakinan adalah dimensi personal yang merupakan urusan antara manusia dan pencipta. Setiap orang berhak memilih ajaran atau keyakinan manapun yang hendak dipilihnya. Apakah orang tersebut mau atheis, atau memilih Al Qiyadah, maka semuanya punya konsekuensi yang bersifat personal.
Di negeri ini, terlalu banyak orang yang mengambil otoritas Tuhan dan menghakimi sesamanya. Banyak orang yang tidak sabar untuk segera mengambil alih otoritas Tuhan dan segera memvonis kelompok lain sebagai “sesat” dan memberi label “penyimpangan”. Pertanyaannya, apa sih defenisi sesat dan menyimpang? Bukankah semuanya merupakan konstruksi pengetahuan manusia? Bukankah itu hanya kategori yang dibuat manusia dan bersifat menyejarah?
Susahnya adalah semua agama selalu punya tradisi kerasulan. Semua agama punya kisah tentang nabi atau rasul yang turun dan menyandang misi untuk “meluruskan” sebuah ajaran. Jika Kristen menurunkan seorang Yesus Kristus untuk meluruskan “kesesatan” agama sebelumnya, maka Islam juga menurunkan Muhammad dengan misi untuk “meluruskan” kesesatan. Bahkan Buddha sekalipun, mengenal sosok Siddharta Gautama yang hadir ke bumi untuk “meluruskan” keyakinan Hindu yang mengenal system kasta. Apakah agama memang selalu hadir sambil membawa klaim? Mengapa sih agama harus membawa misi pertempuran antara “kebaikan” dan “kejahatan?” Ah,…. Kayaknya semua agama sama saja. Sama-sama otoritarian dan menindas yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar