Serunya Seminar Tesis Mbak Fikri!!


SAHABATKU Siti Fikriyah Khuriyati (Mbak Fikri) adalah sumber inspirasi yang tak pernah padam. Sejak awal kuliah, aku selalu kagum dengan staminanya yang luar biasa dalam membagi waktu antara kuliah dan bekerja di DPR RI serta aktif di beberapa LSM. Bayangkan, betapa sibuknya harus masuk kantor tiap hari di DPR untuk membahas begitu banyak draft undang-undang, kemudian kuliah lagi di antropologi dan harus membaca banyak buku panduan.

Tapi, Mbak Fikri selalu bisa melakoni semua itu dengan baik. Nilainya selalu saja yang terbaik di kelasku. Aku selalu ingat, jika kuliah usai, ia tak bisa lama ngobrol di kantin bersamaku dan beberapa teman. Ia langsung tancap gas dengan motornya ke DPR dan berhadapan dengan tema baru lagi. Ia sanggup menjalani keduanya, bahkan menjadi yang terbaik di kelas antropologi. Pribadinya low profile dan punya semangat besar untuk menuntaskan dahaganya pada pengetahuan. Aku suka malu dan minder bila bercermin pada dirinya dan menemukan betapa malasnya aku yang tak kunjung bisa menaklukan waktu. Bagiku, Mbak Fikri adalah mata air inspirasi.

Kemarin, aku kian minder setelah Mbak Fikri menjadi orang pertama di angkatanku yang mempresentasikan rencana tesisnya. Di saat aku dan teman-teman masih bergelut dengan kuliah yang masih belum kelar, ia sudah jauh melangkah maju dan meninggalkan kami yang hanya bisa memandang kagum padanya. Staminanya itu bikin aku tak bisa berhenti mengaguminya. Temanku Gonjess pernah mengatakan, “Stamina dan keseriusan seperti itu hanya bisa kita lihat pada orang bule. Jarang orang Indonesia yang punya semangat meluap-luap seperti itu. Di antara kita, mungkin hanya Mbak Fikri yang punya itu.”

Aku rasa, Gonjess benar juga. Kemarin aku cukup beruntung karena bisa menghadiri seminar proposal Mbak Fikri yang berjudul Reproduksi Identitas Simbolik Parlemen Indonesia. Inilah seminar yang paling menarik yang pernah kuikuti. Bahkan jika dibandingkan dengan beberapa seminar S3 yang kusaksikan belakangan ini, seminar Mbak Fikri masih jauh lebih menarik sebab sebab diwarnai diskusi yang cukup alot serta debat ilmiah yang cukup seru.

Bagiku, tema yang diangkat Mbak Fikri jarang ditelaah oleh para antropolog lainnya. Apalagi, pada bagian awal seminar, Mbak Fikri mengatakan, “Saya melihat pendekatan ilmu politik dalam melihat parlemen kita terlampau makro. Mereka tidak melihat hal-hal yang sifatnya mikro dan mendetail dari realitas politik di parlemen. Padahal di sana, ada kebudayaan yang berdenyut dan selalu bergerak. Di sana ada pergulatan manusia.“ Nah, itu hanya pengantar saja dari presentasinya yang sungguh amat mengesankan. Pantas saja bila Ibu Suraya mengatakan, “Ini tema yang sangat menarik dan callenging.“

Sebelum Mbak Fikri tampil, ada dua mahasiswa lainnya yang juga mempresentasikan rencana tesisnya. Mereka adalah Gofur dengan tesis bertemakan Manusia Gerobak: Studi Pemulung Jakarta. Satunya lagi adalah Mbak Sunarwati dengan tesis bertemakan analisis desain komunikasi visual iklan Teh Botol Sosro. Saat mereka tampil, dua dosen penguji yaitu Iwan Tjitradjaja dan Achmad Fedyani (Pak Afid) langsung mencecarnya dengan pertanyaan yang substansial. Iwan mengatakan proposal itu agak ambisius. Kata Iwan, harus selalu dilihat dari sisi kemiskinan perkotaan yang lahir sebagai ekses kebijakan. Meskipun Goffur cukup alot mempertahankan persentasinya, namun ia “terkapar” juga saat Pak Afid menyerangnya dengan sejumlah pertanyaan teoritis. Pak Afid memprotes begitu banyak teori yang hendak digunakan Gofur serta pendekatannya dalam membaca realitas pemulung. “Bagaimana caramu memperlakukan sebuah teori? Apakah sekedar menjadi cuplikan-cuplikan saja? Anda mesti membangun asumsi-asumsi dan hipotetik. Mesti ada jarak dengan beberapa teori, kemudian membangun penjelasan-penjelasan. Itulah asumsi-asumsi. Jangan sekedar pasrah saja dan cuplik teori secara membabi buta.” Kata Pak Afid.

Namun, saat Mbak Fikri tampil, suasananya agak berbeda. Saat itu, Iwan Tjitradjaja digantikan oleh Suraya Afiff. Keduanya mengamati presentasi dan menyimak diskusi seru yang terjadi antara Mbak Fikri dengan kawan-kawan yang menyaksikan seminar tersebut. Pertanyaan-pertanyaan justru banyak diutarakan oleh teman-teman yang menyaksikan seminar itu. Mulai dari Jaya yang menanyakan hubungan antara simbol dan produk kebijakan DPR, kemudian Gofur yang menanyakan bagaimana hasil penelitian terdahulu, hingga aku sendiri yang menilai Mbak Fikri terlalu banyak berasumsi dalam penelitiannya. Terakhir, Dyah yang berkomentar masalah simbol. Berhadapan dengan bertubi-tubi pertanyaan itu, Mbak Fikri justru tetap fokus dalam menjawab pertanyaan. Ia banyak mengangkat contoh kasus bagaimana parade kemewahan simbolik seakan dipertontonkan di gedung parlemen. Mulai dari mobil mewah, pakaian mahal, hingga beberapa atribut yang kesemuanya menjadi sekrup kecil dari mesin besar bersama ketidakdilan di negeri ini. Mbak Fikri sedang menyingkap tabir yang selama ini menutupi tingkah polah di parlemen Indonesia yang selalu mengklaim dirinya mengemban amanat rakyat.

Yang aku kagum, Mbak Fikri tidak kehabisan jawaban dan contoh-contoh. Ibarat pertempuran, ia tidak kehabisan amunisi dalam meladeni desingan pertanyaan yang berseliweran. Ia tetap tenang, meski beberapa kali suaranya meninggi ketika pertanyaan seakan tidak berkesudahan. Ketika suaranya meninggi, Mitha –yang duduk disampingku—langsung berbisik, ”Wah, kayaknya ini sudah mulai nada do tinggi.”

Usai jawaban Mbak Fikri, Ibu Suraya memberi banyak masukan. Mulai dari persoalan metodologi bagaimana mengoperasionalkan konsep, hingga masalah konseptual yaitu fenomena in group dan out group dalam melihat realitas parlemen. Ia memberi apresiasi yang tinggi atas penelitian yang akan dilakukan Mbak Fikri. Sedangkan Pak Afid hanya berkomentar pendek. Katanya, jangan terlalu banyak berasumsi, usahakan tetap menarik jarak, serta pertimbangkan ulang teori Bourdieu dalam penelitian ini. “Realitas yang diamati Bourdieu di Eropa Barat, jelas tidak sama dengan realitas yang diamati di parlemen kita,” katanya untuk menutup diskusi. Selamat ya Mbak Fikri!! Good luck.

Depok, 27 November 2007

Pukul 09.40 (Jelang Kuliah Organisasi Sosial)

www.timurangin.blogspot.com


0 komentar:

Posting Komentar