Baru dua kali saya menyendok makanan, tiba-tiba ada suara riuh di restoran hotel itu. Para pegawai hotel datang dengan memakai atribut ultah. Mereka bernyanyi. Saya pikir lagu itu ditujukan untuk orang lain. Ternyata buat saya.
Sejak dua tahun lalu, saya selalu merahasiakan tanggal ultah. Bahkan di media sosial pun, notifikasi ultah saya sembunyikan. Namun, tak mungkin menyimpan rahasia di era digital. Di hari ultah, berdatangan email yang isinya ucapan selamat.
Satu asuransi berwarna merah malah mengirimkan email berkali-kali, juga bingkisan. Mungkin terkait berapa polis yang saya beli. Ada juga bank. Ada juga asuransi mobil. Demikian pula beberapa hotel. Kejutan datang dari hotel yang kebetulan saya inapi hari itu.
Saya teringat satu bacaan mengenai ucapan ultah sebagai salah satu strategi marketing yang sangat efektif.
Semuanya bermula dari kisah Joe Girard. Dia dikenal sebagai sales mobil paling tangguh di Amerika Serikat. Tak ada satu pun yang bisa melampaui apa yang dilakukannya. Ia bisa menjual hingga enam mobil dalam sehari. Bayangkan, dalam sebulan ia bisa menjual mobil hingga 180 mobil. Bayangkan pula, berapa komisi yang didapatkannya.
Joe Girard amat percaya diri ketika ditanya rahasianya. Ia mengatakan, sekali seseorang membeli mobil padanya, maka orang itu pasti akan datang kembali. Kalau tak datang lagi, maka ada dua kemungkinan, yakni (1) pindah dari Amerika Serikat, (2) pindah ke planet lain.
“Sebab sekali orang tersebut transaksi dengan saya, pasti akan mencari saya kembali saat hendak membeli mobil,” katanya dengan yakin.
Rahasianya apa? Dia selalu berusaha mengenali siapa pun konsumennya. Dia menghafal nama mereka, lalu secara rutin merawat pertemanan. Dia secara rutin mengirimkan kartu ucapan kepada semua yang pernah dikenalnya. Tradisi mengirimkan kartu sangat bermakna bagi orang Amerika.
Tak hanya itu, ia juga tak sungkan-sungkan untuk menelepon dan menyampaikan selamat ulang tahun. Ia punya daftar lengkap tentang nama dan tanggal ulang tahun. Dia hafal hal-hal kecil tentang pelanggannya.
Mulai dari jumlah dan nama anak, alamat rumah, hingga nama anjing yang dipelihara pelanggan. Setiap bertemu, ia akan menjadikan semua informasi itu sebagai pintu masuk untuk berdialog. Dia disukai banyak orang. Hebat kan?
Bukan hanya Joe Girard yang menggunakan ucapan ultah sebagai strategi. Saya tahu dan mengenal beberapa politisi yang melakukan itu. Mereka berusaha mencatat dan mengenal siapa saja yang ultah di dapil mereka. Saat tiba hari H, mereka akan mengirimkan bingkisan.
Bagi konstituen, apalagi dia anak muda, kado ultah adalah sesuatu yang berharga. Tiba-tiba saja ada seseorang yang kenal siapa kamu dan memberimu kebahagiaan. Nama politisi itu akan terpatri di hati. Pada hari H, namanya akan dicoblos di bilik suara.
Di era ini, kita menamakannya soft selling. Anda mengambil hati orang lain melalui tindakan kecil bermakna, lalu merasuk dalam kesadaran orang itu. Para pemasar hebat tidak lagi hanya sekadar memasarkan sesuatu. Pemasar hebat lebih mengutamakan pelayanan, kenyamanan, serta merebut hati para calon konsumennya.
Saya melihat metode pemasaran yang lembut ini justru berakar pada budaya kita. Kita tahu sendiri dalam Islam, Rasul dulu disebut Al Amin karena kejujurannya saat berdagang. Dengan cara itu, orang-orang terkesima dan percaya padanya.
Saya teringat pada ajaran orang tua dan masyarakat kita untuk selalu berkata jujur, tidak menyakiti orang lain, berusaha membahagiakan siapa pun, serta menyayangi siapa saja. Inilah kaidah-kaidah moral yang diajarkan oleh masyarakat kita secara tradisional.
Kami orang Buton, punya falsafah “Pobinci-binciki kuli.” Maknanya, cubitlah dirimu, jika sakit, jangan cubit orang lain. Dalam hidup, kita akan diperlakukan sebagaimana kita memperlakukan orang lain. Itulah landasan moral dalam dunia sosial kita.
Untuk jadi pemasar yang baik, jadilah orang baik. Jadilah orang yang memahami dan memperlakukan semua orang dengan baik. Bangunlah pertemanan yang saling menguatkan. Jadikan nilai-nilai persahabatan itu di atas segala hal yang menyangkut materi.
Sepulang dari hotel, HP-ku berdering. Seorang lulusan magister yang menemui saya kemarin, tiba-tiba menelepon. “Kak Yos, bantulah aku. Pinjamilah aku barang sejuta dua juta. Kakak kan baik,” katanya.
Hmm. Punya banyak relasi juga tak selamanya baik, khususnya bagi kantong.
0 komentar:
Posting Komentar