Serial drama Korea berjudul Vincenzo akhirnya tamat. Pertama kalinya saya menonton drakor sampai 20 episode. Biasanya, hanya 16 episode.
Beberapa kali saya terkejut karena Vincenzo suka permen KOPIKO. Rupanya penggemar drakor di Indonesia dan Malaysia heboh gara2 iklan KOPIKO.
Bagi saya, Vincenzo masuk dalam daftar drama Korea paling keren yang pernah saya tonton.
Ketika menonton 10 episode awal, saya ogah-ogahan. Menjelang akhir, dramanya kian seru. Di mata saya, karakter yang dimainkan Song Jong Ki ini unik. Dia bukan tipe hero yang serba sempurna.
Bisa dikatakan dia anti-hero. Dia mengalahkan kejahatan, tapi dengan cara melakukan kejahatan. Dia membela kebaikan, tetapi cara-caranya sering melanggar hukum. Dia berada di tengah garis abu-abu, antara baik dan buruk.
Nama lengkapnya adalah Vincenzo Cassano. Dia adalah orang Korea yang diadopsi keluarga Italia, kemudian dibesarkan sebagai mafia. Dia pun datang ke Korea sebagai pengacara, sekaligus mafia, yang kemudian berhadapan dengan dunia hukum dan kejahatan.
Di mata Vincenzo, kebaikan itu rapuh dan lemah, dibandingkan kejahatan. Demi memenangkan kebaikan, maka kejahatan pada derajat tertentu (a certain degree of evil) diperlukan.
Kisah drama ini bermula dari pengacara idealis Hong Yu Chan, yang kemudian tewas secara tragis. Yu Chan sosok yang taat hukum, bertindak taat asas, serta selalu mengikuti aturan.
Sosok baik ini tidak dapat menumpas kejahatan. Sebab, hanya seorang evil yang bisa mengalahkan evil. Dalam bahasa Vincenzo, "un diavolo scaccia l'altro" (one devil chases another).
Saya pikir serial ini tidak menyuruh kita untuk mengikuti jalan Vincenzo sebagai malaikat pencabut nyawa yang sadis. Saya bergidik ngeri saat dia menyiksa lawannya dengan kejam, sebelum membunuhnya. Dia mencabut kuku lawannya, lalu menyiram bensin, dan membakar.
Serial ini hendak menunjukkan bahwa batas-batas antara baik dan buruk itu tidaklah sesederhana yang kita bayangkan. Vincenzo adalah setan kecil (lesser evil) yang melawan setan besar.
Dalam satu episode, dia menghukum pengacara Choi Myung-hee. Sebelumnya, Choi menyebut mereka sama-sama sampah. Vincenzo bilang mereka berbeda. Dia menyebut dirinya seperti Dewa Vaisravana (Rahwana?) yang memimpin yaksha dan raksasa. Dalam mitologi Hindu-Buddha, mereka adalah golongan mahkluk yang ganas tapi bukan makhluk jahat.
Bagi yang belajar real politics, paham kalau seorang politisi, juga pemimpin politik, bukanlah sosok serupa malaikat. Dalam titik tertentu, mereka adalah manusia biasa yang saling berkontestasi dan mengeluarkan berbagai strategi untuk menang.
Persis seperti Vincenzo, yang nampak culun, baik hati, dan berwajah bayi, namun saat dia beraksi, dia bisa sedingin setan. Dia tanpa beban mengeksekusi musuhnya, tanpa ampun.
Saya menyukai caranya mengeksekusi lawannya. Dia mengingatkan saya pada sosok The Count of Monte Cristo, sosok pembalas dendam paling keren dalam fiksi karangan Alexander Dumas.
Sebagaimana Monte Cristo, Vincenzo tak ingin membunuh lawannya dengan mudah. Dia tidak mau langsung tembak, padahal kesempatan untuk itu banyak. Dia merancang strategi sehingga lawannya dalam keadaan terpojok, putus asa, kehilangan harapan, dan mengeluarkan sisi paling jahat. Saat itulah, Vincenzo datang dengan kengerian yang lebih dahsyat.
Di episode akhir, Vincenzo mengutip syair: “Il male è grande e vasto," yang bermakna the sea is great and wide. Dia ingin mengatakan, kejahatan itu seperti lautan yang penuh ombak, dan manusia lemah terombang-ambing (saya terkenang para peneliti yang tewas dibunuh di episode 4).
Di titik ini, kita butuh orang seperti Vincenzo yang bisa tenang mengumpulkan bukti, mengatur strategi dan taktik, lalu menjebak semua musuhnya satu per satu. Setelah itu, dia datang dengan dingin sembari memainkan korek zippo.
“Un diavolo scaccia l'altro”
0 komentar:
Posting Komentar