Jacqueline Samuel, pelukan untuk menyehatkan |
DI New York, seorang perempuan manis
mencari nafkah dengan cara berpelukan. Kelihatannya simple, namun ia meyakini
bahwa apa yang dilakukannya adalah adalah terapi untuk mengatasi stres. Demi
untuk berpelukan dengannya, ia memasang tarif hingga 60 dollar US atau sekitar
600 ribu rupiah dalam sejam. Wah.. Mahal amat?
Perempuan itu bernama Jacquiline Samuel.
Usianya 29 tahun. Ia adalah janda dengan satu anak. Ia mengklaim dirinya
sebagai seorang pemeluk professional. Dalam sepekan, ia bisa menghasilkan uang
berlimpah yang kemudian digunakan untuk membiayai keluarganya. Apakah ia sama
dengan penjaja cinta yang bertebaran di Las Vegas?
Jackie menolak keras anggapan itu.
Terhadap mereka yang hendak memanfaatkan jasanya, ia membuat perjanjian bahwa
dalam sejam, mereka hanya berpelukan saja. Ia menolak jika ada pelanggan yang
meminta hubungan seks. Baginya, berpelukan adalah cara lain untuk mengungkapkan
kasih sayang. Ia juga menerapkan aturan ketat. Klien yang memeluknya, dilarang untuk
menyentuh tubuhnya yang tertutup pakaian dalam.
Di zaman ketika banyak orang menjadi
individualis, berpelukan adalah terapi yang amat menenangkan. Dengan
berpelukan, seseorang seakan disadarkan bahwa dirinya membutuhkan orang lain
yang bersedia untuk mendengarkan keluh kesan, serta bersedia menjadi pelabuhan
dari kegalauan perasaan.
“Warga
Amerika hidup dalam kultur di mana berpelukan seolah tabu. Kita takut
melakukannya. Padahal, studi-studi terbaru menunjukkan bahwa warga Amerika yang
jarang berpelukan lebih banyak memelihara energi negatif dalam kehidupannya.
Ini sangat beda dengan warga Eropa, Afrika, Asia, ataupun Amerika Latin,” katanya.
Mengapa Jackie membuka bisnis pelukan?
Sebab ia meyakini bahwa bersentuhan memiliki kekuatan penyembuhan. The
Snuggery, tempat usahanya, adalah tempat untuk rehat sejenak dari kepenatan
hidup yang sering membuat orang-orang dilanda stres berkepanjangan. Lewat
pelukan yang cuma beberapa saat itu, ia meyakin bahwa seseorang akan merasa
lebih sehat sebab bisa sama-sama merasakan kekuatan penyembuhan yang dikelola
dengan pikiran positif.
Jackie dan kiennya (1) |
Saya sangat tertarik menelusuri latar
belakang Jackie. Ternyata ia mendapatkan gelar sarjana di bidang brain dan
cognitive science dari University of Rochester di New York. Pantas saja jika
dalam situs The Snuggliers, ia bisa menjelaskan filosofi pelukan serta kekuatan
penyembuhan di balik pelukan tersebut.
“Ketika
kita bersentuhan, pikiran kita akan memproduksi lebih banyak serotonin dan
oxytocin. Keduanya adalah unsur yang bisa membuat kita lebih tenang dan
bahagia, serta menghadirkan relaksasi yang menyenangkan dan menyehatkan.
Berpelukan juga mengurangi kadar cortisol atau kadar hormon stres yang bisa
melemahkan sistem kekebalan tubuh kita,” katanya, sebagaimana dikutip dari website-nya. “Studi-studi menunjukkan bahwa saat kita
bersentuhan atau berpelukan akan bisa menurunkan stres dan rasa sakit selama
lima hari,” lanjutnya.
Pengalaman Dipeluk
Bagi kita yang dibesarkan dalam iklim
ketimuran, berpelukan tidaklah menjadi tradisi. Kita hanya memeluk mereka yang
dekat sepert anak, saudara, atau orangtua. Namun di negeri seperti Amerika
Serikat (AS), berpelukan adalah cara lain untuk menunjukkan kedekatan serta
perhatian kepada orang lain.
Pada mulanya, saya merasa sangat aneh. Ketika
bertemu sahabat baik perempuan maupun lelaki, saya sering dipeluk. Namun lama
kelamaan, saya kian menyadari bahwa berpelukan adalah bahasa tubuh yang
menunjukkan rasa perhatian serta kasih sayang. Ketika kita dipeluk seseorang
dengan penuh bahagia, maka kita seakan merasakan kedekatan serta rasa memiliki.
Saya juga memperhatikan anak saya. Ketika
ia menyanyi atau berhasil menyebut satu kata, saya akan segera memberikan
pelukan. Saya melihat reaksinya yang sangat girang dan bahagia. Saat dipeluk,
ia merasa disayangi serta diperhatikan. Saya pun ikut kecipratan rasa bahagia.
Belakangan ini, saya sering tak betah saat
di kampus Saya selalu berusaha untuk segera pulang. Perasaan saya dipenuhi rasa
bahagia yang berlipat-lipat ketika membuka pintu apartemen, lalu ada seraut
wajah kecil yang kegirangan dan segera datang untuk dipeluk. Pada saat itu,
saya merasa menjadi manusia paling bahagia sedunia.
Saya menikmati perasaan bahagia itu saat
bersama anggota keluarga lainnya. Saya bahagia saat menyadari bahwa saya
terlahir dari masyarakat dengan kultur pedesaan yang di kalangan anggota
keluarga masih sama-sama merasakan indahnya kekeluargaan dan kebersamaan. Ketika
saya berkesempatan ke Amerika, maka saya akan tetap mencari kebahagiaan itu
demi menghangatkan rasa tenang dalam dada ini. Maka sejak awal saya tetapkan
bahwa tujuan saya ke sini bukan saja untuk belajar dan mencari ilmu, namun juga
untuk berbahagia. Bukankah ini tujuan dari smeua aktivitas?
Saya tak punya harta beda. Tapi saya amat bangga
karena memiliki keluarga, sahabat-sahabat yang baik hati, serta lingkungan
pergaulan yang penuh dengan rasa kedekatan dan keakraban yang saling
menyuburkan dan menguatkan. Mereka adalah harta yang tak ternilai. Dan untuk
rasa bahagia ini, saya bisa menikmatinya dengan gratis. Tak harus membayar 60
dollar sejam.
Athens, Ohio, 12 April 2013
0 komentar:
Posting Komentar