KOALISI itu baru seumur jagung. Namun santer terdengar kalau pasangan Prabowo – Muhaimin akan segera bercerai. Konon, pihak Prabowo ingin berjodoh dengan Ganjar Pranowo. Ada kabar berhembus kalau pasangan ini didukung istana.
Ibarat permainan, kartu Prabowo memang belum habis. Dia tetap maju ke palagan pilpres dengan penuh semangat. Dia tahu sebagian pendukungnya lari ke Anies, namun dia tetap yakin punya banyak keunggulan.
Dalam dua pekan, banyak sosok penting bertemu Prabowo Subianto. Mulai dari Menteri Pertahanan Amerika Serikat hingga Panglima Angkatan Bersenjata Cina. Di atas kertas, mereka membahas jual beli alutsista.
Namun, bisa jadi mereka membahas hal-hal yang jauh lebih substantial. Di antaranya adalah posisi Indonesia di tengah tarik-menarik negara-negara serta potensi perang di masa mendatang.
Dunia sedang tidak baik-baik saja. Perang Rusia–Ukraina diprediksi akan panjang. Banyak pengamat melihat Rusia sengaja menahan diri dan tidak melancarkan serangan pamungkas.
Rusia sengaja membiarkan barat mengalirkan senjata dan jutaan dollar ke Ukraina, yang secara perlahan akan membuat koalisis NATO dan Amerika akan bangkrut dengan sendirinya. Rusia pun telah membangun aliansi strategis dengan negara BRICS yang membuat negara itu tetap tegar menghadapi sanksi.
Perang itu ibarat pisau yang menikam semua orang. Bukan hanya inflasi dan ekonomi yang kian suram, tapi perang itu telah membuka kotak pandora peperangan yang selama sekian tahun ditutup rapat.
Banyak negara, mulai Jerman hingga Jepang mulai menambah anggaran militer. Dunia mulai khawatir dengan perang yang setiap saat bisa merambah ke mana-mana.
Dalam sejarah, perang selalu menjadi titik akhir opsi untuk mencapai tujuan tertentu. Di masa sekarang, perang bisa terjadi sebagai harga yang harus dibayar Amerika untuk mempertahankan imperium selama beberapa dekade.
Saat ini, perang terjadi di Eropa, di mana Ukraina menjadi proxy dan perpanjangan tangan. Setelah Eropa, perang berikutnya bisa terjadi di Asia, saat Cina hendak mengambilalih Taiwan ke pangkuan Ibu Pertiwi Tiongkok.
Perang juga bisa merambah ke Laut Cina Selatan, yang menjadi rumah bersama bagi komunitas Asean.
Di titik ini, Indonesia menjadi negara paling strategis yang perannya ditunggu. Indonesia pun menjadi negara yang setiap saat bisa terkena dampak perang. Indonesia pun setiap saat harus siap berperang untuk menjaga setiap jengkal tanah air dari berbagai kekuatan yang bisa merobek kebangsaan.
Di titik ini, Indonesia butuh Prabowo. Ya Prabowo. Mengapa?
Pertama, Prabowo berlatar militer. Setiap zaman selalu melahirkan pemimpin yang tepat untuk menjawab permasalahan yang muncul. Indonesia butuh pemimpin yang kuat untuk menghadapi krisis global yang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat.
Dalam beberapa perhelatan pilpres, Prabowo selalu mengingatkan publik tentang perlunya modernisasi peralatan militer. Dia selalu mengingatkan orang-orang tentang potensi perang yang bisa terjadi.
Dalam dunia militer, ada peribahasa: “Si vis pacem, para bellum.” Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang. Di atas kertas, Prabowo lebih unggul dari capres lain dalam hal memimpin orkestrasi perang saat Ibu Pertiwi dalam ancaman.
Selain itu, sebagian besar publik Indonesia menginginkan pemimpin seperti Vladimir Putin yang terlihat kuat. Di antara semua capres yang namanya disebut lembaga survei, hanya Prabowo yang mendekati Putin.
Kedua, Prabowo bisa menjadi titik tengah dan penyeimbang. Dulu, Prabowo dipersepsikan sebagai anti-China. Namun saat pidato di forum International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 2022 di Singapura, ia mengemukakan pandangan yang disukai semua orang. Bahkan pejabat dan pemimpin militer Cina membagikan berita tentang pernyataan Prabowo.
Saat itu, Prabowo menyebut posisi Indonesia yang respek pada semua kekuatan-kekuatan besar dunia. Posisi Indonesia adalah tidak memihak siapapun, tetapi berperan aktif untuk mendorong perdamaian dunia.
“Situasi di Ukraina mengajarkan kami bahwa kami tidak akan pernah bisa mengabaikan keamanan dan kemerdekaan kita begitu saja. Oleh karena itu, kami bertekad untuk memperkuat pertahanan kami dan itulah kata kuncinya. Outlook kami defensif, tetapi kami telah menyatakan bahwa kami akan mempertahankan wilayah kami dengan segala cara yang kami miliki,” katanya.
Ketiga, Prabowo bisa menjadi titik tengah dari polarisasi politik. Memang, sebagian pendukungnya pindah ke Anies, namun sebagian tetap loyal padanya. Dilihat dari sisi marketing, dia tetap startegis. Sebab dia bisa menggaet pemilih Jokowi, sembari tetap mempertahankan sebagian pendukungnya.
Dia juga terbukti bisa dipercaya. Saat pindah ke haluan pemerintah, dia bisa bekerja dengan baik, dan mengabaikan suara-suara yang memintanya untuk oposisi atau terus mengkritik pemerintah.
Gerinda memainkan politik dua kaki. Di pemerintahan, ada Prabowo yang menopang pemerintah. Di luar pemerintahan, ada sosok Fadli Zon yang terus melancarkan kritik pada pemerintah. Strategi menjaga keseimbangan ini memungkinkan Prabowo tetap mendulang suara yang cukup signifikan.
Keempat, sebagaimana pernah dilontarkan Gus Dur, Prabowo adalah sosok yang paling ikhlas. Dia patriot sejati yang bisa mengabaikan semua perbedaan. Saat dia kalah dari arena pilpres, dia bersedia menerima pinangan Jokowi untuk menjadi menteri demi bangsa dan negara Indonesia.
Dia menunjukkan kepada banyak orang kalau segala perbedaan bisa diabaikan saat Ibu Pertiwi memanggil. Dia menolak untuk mengarahkan pendukungnya membenci pemerintah. Dia bisa menjaga amanah dan konsisten membantu Jokowi hingga hari terakhir menjabat.
***
Di jagat politik, berembus kabar Prabowo didorong untuk berpasangan dengan Ganjar. Kubu Muhaimin Iskandar, yang partainya PKB siap koalisi dengan Gerindra, langsung protes dan mengancam akan membuat poros baru. Pihak Gerindra, yang diwakili Sekjen Ahmad Muzani, tetap tenang dan menilai kompetisi pilpres masih panjang.
Jika Prabowo berpasangan dengan Ganjar, maka keduanya bisa saling melengkapi. Prabowo berani, Ganjar tenang. Prabowo akan fokus mengurus geopolitik dan isu-isu internasional, Ganjar akan fokus untuk memperkuat dalam negeri.
Namun, Prabowo berpotensi kehilangan massa dari kalangan Nahdlatul Ulama, yang terbukti bisa memenangkan Jokowi hingga jadi presiden dua periode.
Di dunia politik, segala hal bisa terjadi. Jangankan Prabowo-Ganjar, bahkan Prabowo-Puan pun bisa menjadi pasangan. Bisa pula Prabowo-Anies, mengingat Kerja sama keduanya di pilkada DKI Jakarta.
Yang pasti, kartu Prabowo tetap hidup. Dia tetap menjadi pemain politik yang bisa mengubah lanskap pertarungan politik negeri ini.
Sebab Indonesia butuh Prabowo.
0 komentar:
Posting Komentar