Sepucuk Surat buat TUHAN




KUTULIS surat ini di tepi sebuah rumah ibadah yang megah dan penuh pilar-pilar, serta kaligrafi. Konon, rumah ibadah ini adalah rumahmu. Entah, apakah kamu selalu singgah di situ ataukah tidak. Atau jangan-jangan, kamu memilih berumah di satu rumah yang tak bisa dijangkau siapapun, kecuali mereka yang mengasihimu lebih dari apapun.

Kemarin, seseorang berpidato dan menyebut namamu hingga ribuan kali. Ia mengucap namamu saat sedang memuji dan tersenyum ceria sembari berkisah tentang kasih sayang dan karuniamu atas alam semesta. Semuanya indah. Namun semuanya berubah kala namamu disebut saat seseorang itu sedang marah. Ia beberapa kali mengancam mereka yang menyaksikannya. Ia menyebut-nyebut kata laknat semudah menyebut kecantikan bidadarimu yang jauh lebih cantik dari Syahrini.

Katanya, kamu akan memasukkan semua yang tak patuh ke neraka, satu tempat penuh penyiksaan. Kubayangkan tempat itu sebagai tempat paling membosankan. Di mana-mana ada lolongan, teriakan, tubuh yang dicambuk, ruangan penuh api. Hidup mereka bakal menderita karena hukuman itu. Azabmu sungguh mengerikan, sebagaimana beberapa kali kusaksikan dalam sinetron di televisi. Semua orang takut dan berharap selamat dari semua hukumanmu.

Di sini, di tanah yang terdiri atas berbagai suku dan agama, ada banyak orang yang terus menyebut namamu demi menyatakan sikap. Namamu juga disebut saat mengelirukan mereka yang berbeda. Namamu diteriakkan dalam setiap aksi kekerasan. Namamu dibawa-bawa dalam tindakan heroik untuk menghakimi mereka yang menyapamu dengan cara lain. Negeri ini terlampau banyak bersimbah darah dan air mata atas tengkar yang selalu mengatasnamakan namamu.

Entah, apakah kamu pernah mendelegasikan kuasa kepada mereka ataukah tidak, yang pasti, mereka bergerak atas namamu, demi kemuliaanmu. Entah, apakah di setiap aksi kekerasan itu namamu kian berkibar ataukah tidak, yang jelas, mereka meyakini bahwa tindakannya dilakukan demi untuk kebesaranmu. Namamu diteriakkan dengan mata melotot, dengan pedang teracung ke udara. Namamu juga disampaikan dalam segenap sengit dan tengkar di media sosial. Demi namamu, orang-orang rela menyabung nyawa dan melakukan apapun.

Namun, apakah kamu membutuhkan semua teriakan-teriakan itu? Apakah kamu bahagia dengan tindakan heroik yang seolah-olah telah menjaga kesucian namamu? Bukankah kamu hanya ingin hidup tenang sebagaimana sosok-sosok lain? Bukankah kamu hanya butuh keikhlasan dan kebaikan hati semua orang demi memakmurkan semesta kita bersama.

Kuyakin kamu tak butuh semua yang diteriakkan dengan penuh emosi itu. Kuyakin kamu hanya ingin hidup tenang di rumahmu di kampung sana yang jauh dari hingar bingar serta bising dari mereka yang mengakui sedang membelamu. Kuyakin kamu hanya ingin dunia yang lebih baik dan penuh senyum dari orang-orang yang tulus dan saling membantu sesamanya.

Bogor, 2 September 2015


Catatan Penting:

Tuhan yang dimaksud bukanlah Dia yang Maha Besar. Tuhan dalam tulisan ini adalah dia yang tinggal di Banyuwangi dan berprofesi sebagai tukang kayu. Semoga keberkahan selalu menghampirinya.



0 komentar:

Posting Komentar