Mereka yang Hatinya Seluas Samudera



JIKA saja saya punya waktu dan kesempatan, saya ingin sekali menjadi guru di rimba raya. Saya ingin menyaksikan langsung denyut nadi masyarakat yang tinggal di pedalaman serta di pelosok hutan. Saya ingin memahami setiap tarikan napas serta degup kekhawatiran mereka yang ruang hidupnya terus diciutkan oleh modernisasi.

Bagi saya, pengalaman mengajar di pelosok itu bisa memperkaya pengetahuan tentang dinamika sosial. Betapa irinya saya dengan mereka yang ke desa-desa maupun pesisir hutan yang belajar membumikan gagasan. Mereka menunjukkan bahwa perubahan sosial tak sesederhana seorang aktivis brondong menyebut nama Karl Marx, Lenin, ataupun Antonio Gramsci.

Mereka mengajarkan bahwa segala teori-teori sosial itu harus dibenturkan dengan kenyataan lapangan. Mustahil memahami masyarakat jika hanya melihat dari atas, melihat dari sudut pandang teori. Para pengajar itu hendak membalik proses deduksi ala akademisi, melalui upaya memahami satuan-satuan kecil realitas demi menemukan satu hikmah yang lalu memperkaya batinnya.

Saya baru saja membaca buku berjudul Meretas Aksara di Belantara. Isinya adalah kisah hidup orang-orang rimba sebagaimana dituturkan oleh para anak muda pemberani, yang membikin kelas belajar di tengah rimba raya. Mulanya, anak muda itu hendak mengajarkan pengetahuan baru pada orang rimba. Ternyata, yang terjadi adalah interaksi yang amat memikat, dan orang rimba mengajarkan lebih banyak pengetahuan.

Saya trenyuh membaca bagian akhir buku. Di situ ada profil dari para pengajar di sekolah rimba. Betapa saya bersedih saat membaca kisah dua orang pengajar yang meninggal karena malaria di sela-sela mengajar di tengah rimba. Selalu ada harga yang dibayar atas keberanian memasuki rimba dan mengajarkan pengetahuan baru. Barangkali, mereka melihat kematian hanya sebagai satu ritus untuk menyempurnakan keikhlasan, ketulusan, serta ruang-ruang hati yang seluas samudera dan digunakan untuk menampung demikian banyak kearifan orang rimba.(*)


Bogor, 1 September 2015

BACA JUGA:


 


0 komentar:

Posting Komentar