PULUHAN tahun silam, Ferdinand de Sausure merumuskan semiotika sebagai ilmu untuk menafsir berbagai tanda-tanda yang muncul di permukaan. Sebagai satu disiplin studi linguistik, semiotika bisa pula digunakan sebagai bentuk tafsir atas berbagai fenomena politik.
Segala bentuk kejadian, peristiwa (event) bisa dilihat sebagai tanda (sign) yang merepresentasikan sesuatu. Lewat cara itulah, masa depan bisa diprediksi dan didekati. Lewat cara itulah, realitas bisa dibaca dan bisa dihindari berbagai situasi yang bisa menjadi ancaman bagi proses konsolidasi demokrasi di negeri ini.
Tahun 2005 bisa dicatat sebagai tahun di mana ruang politik digeser menuju satuan yang lebh mikro dan spesifik. Seluruh konflik dan dinamika yang biasanya hanya terjadi di tingkat pusat selaku pusat pergeseran wacana dan kekuasaan, memasuki babakan baru dan tersesentralisasi hingga daerah-daerah.
Ada harapan sekaligus kengerian dalam memasuki tahun 2006. Di bulan Januari, sesuai rencana sebelumnya, pemerintah akan menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS). Harapan masyarakat kian melambung ketika pemerintah tak henti mengumbar janji akan gaji PNS yang bisa mencapai Rp 3 juta di tahun 2008.
Namun, tetap saja harus dcatat kalau setiap kenaikan gaji PNS selalu membawa efek domino bagi harga-harga dan stabilitas makro perekonomian. Harga barang segera melambung, situasi ekonomi bisa memburuk jika pemerintah tidak sigap dan eskalasi ketidakpuasan mengalami eksplosi.
Di bulan Januari pula, pemerintah bakal menaikkan harga elpiji dan pertamax. Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) ini, jelas akan memukul daya belanja masyarakat yng sudah nyaris limbung akibat naiknya harga barang. Situasi daya beli masyarakat bisa langsung merosot tajam.
Meskipun kemudian pemerintah akan segera mengucurkan bantuan langsung tunai (BLT), masalah tetap akan terus hadir laksana mata air. Penyaluran bantuan ini, tetap membawa potensi konflik dikarenakan akurasi data di lapangan yang tidak teratasi. Apalagi, negeri ini belum mempunyai pemetaan kemiskinan yang jelas menyangkut realitas kemiskinan.
Sayangnya, harapan akan lahirnya potensi kritik di parlemen laksana melukis di atas awan. Parlemen kita tak bisa berbuat banyak dikarenakan lahirnya blok atau koalisi permanen di bawah pemerintahan SBY-Kalla. Aliansi yang dibangun pemerintah lewat mekanisme reshuffle kabinet, bisa berimplikasi pada nihilnya kritik pada rezim yang tengah berkuasa.
Selama tahun 2005 ini, demonstrasi yang muncul kebanyakan peran serta partai politik yang beroposisi terhadap pemerintah. Dengan berubahnya posisi politis dari partai tersebut tentu saja, resistensi menjadi kendur.
Dengan kondisi itu, kemungkinan terjadinya ledakan di tingkat bawah akan mengecil. Persoalan yang kedua adalah stabilitas ekonomi di tahun 2006 juga agak lebih baik karena stabilnya situasi politik. Dengan demikian, investasi kemugkinan masuk dan tenaga kerja akan terserap lebih banyak.
Pengamat politik Sukardi Rinakit menilai seluruh gejolak-gejolak sosial akan hilang dengan sendirinya. Kecuali kalau ada suatu perkembangan yang tidak diprediksi sebelumnya (unpredictable). "Tetapi gejalanya lemah. Sampai hari ini tidak ada gejala yang dilihat mengarah pada gejolak sosial 2006, kata Direktur Soegeng Sarjadi Syndicated ini.
Situasi tanpa goyangan massa juga dikemukakan pengamat politik dari CSIS, Indra J Piliang. Menurut Indra, konsolidasi di masyarakat sipil jauh lebih lemah dari tahun 2005. "Meskipun beban hidup kian besar, tapi dukungan massa tidak akan besar jika tidak berafiliasi dengan parpol," kata Indra.
Menurut Indra, masyarakat terlihat kehilangan gairah dan mengalami kelembaman. Frustrasi- frustrasi yang muncul malah tidak berhasil untuk muncul menjadi sebuah akumulasi gerakan politik.
Reshuffle yang dilakukan akan ampuh untuk meredam gejolak itu karena semua aspirasi kepentingan telah tertampung. "Dengan adanya reshuffle kemarin dan secara politik kendali berada di tangan SBY, saya lihat tahun 2006 ini menjadi tahun pembuka untuk SBY untuk mengatur pemerintahan lebih presidensial," jelas Indra.(yusran darmawan/andi syahrir)
Search
Pengunjung Blog
...
Tentang Saya
blogger l researcher l communication practitioner l lecturer l teacher l IFP Fellow l ethnographer l anthropologist l academia l historian wanna be l citizen journalist l Unhas, UI, and Ohio Mafia l an amateur photographer l traveler l a prolific author l media specialist l political consultant l writerpreneur l social and cultural analyst l influencer l ghost writer l an avid reader l father l Kompasianer of the Year 2013 l The Best Citizen Reporter at Kompasiana 2013 l The 1st Winner of XL Awards 2014 l The 1st Winner of Indonesian Economic Essay Competition 2014 l
0 komentar:
Posting Komentar