Perlu Road Map of Corruption

SATU poblem hukum yang kemudian mencuat adalah adanya tumpang tindih kelembagaan dalam hal pengawasan. Hingga kini, publik masih bingung dengan hadirnya begitu banyak komisi dan lembaga yang kesemuanya menjalankan fungsi pengawasan.

Dalam soal kelembagaan, setelah ada MPR dan DPR, kini ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang setelah setahun perannya tak jelas betul. Meski banyak pernyataan politik dilontarkan, cuma dua rancangan undang-undang (RUU) yang disodorkan, yakni RUU Pemekaran Kabupaten Gorontalo Utara serta RUU Protokol dan Keuangan Pimpinan Anggota Lembaga Negara.

Sementara DPR, yang memegang kekuasaan legislatif, setahun ini bekerja jauh di bawah targetnya sendiri. Dari 55 RUU yang diprioritaskan, cuma 27 RUU yang digarap, empat RUU menunggu pengesahan, tujuhRUU sedang dibahas panitia khusus (pansus) bersama pemerintah, lima RUU dibahas di pansus, dan 11 RUU dalam penyempurnaan di pansus atau komisi.

DPR lebih suka memainkan peran pengawasan, mulai dari pertanyaan, pernyataan politik, rekomendasi, atau bahkan ancaman yang sering kosong. Belasan kali anggota DPR mengancam memakai hak interpelasi, tetapi tidak satu pun direalisasikan.

Dalam soal pengawasan, rakyat kini malah bingung menonton panggung yang makin ramai. Rakyat kini melihat begitu banyak komisi negara independen dibentuk, untuk pengawasan, meski fungsinya tumpang tindih.

Beberapa hari yang lalu, Prof Dr Amien Rais mengatakan, saat ini perlu dibuat suatu road map atau pemetaan yang jelas menyangkut korupsi. Ini bisa menjadi peta dan landasan yang bisa menjadi acuan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam hal pengawasan.

Menurutnya, perlu sebuah road map of corruption, peta lika-liku korupsi. Bila peta korupsi tidak dibuat, langkah-langkah pemberantasan korupsi akan selalu bersifat hit and run. Baik yang bertugas memberantas dan yang akan diberantas lalu terjebak permainan petak umpet alias hide and seek.

Pemetaan korupsi sangat urgen (mendesak). Seharusnya KPK, Tmtas Tipikor, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, BPK, BPKP, ditambah lembaga swadaya masyarakat seperti Masyarakat Transparansi Indonesia, Indonesia Corruption Watch, duduk bersama, membuat peta korupsi dimaksud. Hasilnya akan lebih bagus.

Ibarat masuk medan perang yang sulit, lewat peta hasil temuan bersama, akan terlihat mana sasaran strategis, mana sasaran taktis, mana sasaran substantif, mana simbolis dan lainnya. Hal ini dapat menghapus keraguan masyarakat yang kian besar pada usaha pemerintah memberantas korupsi.

Selain itu dapat dibuat skala prioritas dan time schedule perang terhadap korupsi sekaligus dapat diketahui keberhasilan dan kegagalannya.

Comprehensive road map of corruption sungguh amat mendesak. Lembaga-lembaga yang diharapkan dapat memberantas korupsi diharapkan bekerja sama, bukan bekerja berserakan, hit and run, hide and seek. Rakyat menunggu implementasi semboyan "Bersama kita bisa". Kalau tidak, tahun depan dikhawatirkan Indonesia tetap di urutan pertama negara terkorup.(yusran darmawan)

0 komentar:

Posting Komentar