C U A N

 


Selama tiga hari berturut-turut, saya berjumpa dengannya di satu kantin di Jakarta. Akhirnya kami saling sapa dan ngobrol. Kami berkenalan.

Namanya Jason. Dia berasal dari Korea, namun lama tinggal di Beijing. Dia lulusan Seoul National University. Saya tidak tahu dia kerja apa.

Kami mengobrol banyak hal. Mulanya bahas drama Korea, setelah itu membahas beberapa investasi yang berujung pada penipuan. “Untuk berbisnis, jangan hanya pikir Cuan. Tapi juga harus Cengli, Cincai, Cia, dan Cau,” katanya dalam bahasa Inggris.

Saya penasaran. Dia tersenyum.

Dia mengutip filosofi 5C yang selalu diterapkan orang Cina. Menurutnya, filosofi itu yang membuat orang Cina bisa menguasai bisnis di seluruh dunia.

C pertama adalah Cuan. Maksudnya, bisnis itu harus jelas menguntungkan. Kalau kita tidak yakin bisnis itu menguntungkan, jangan berinvestasi. Jangan ikut-ikutan. Jangan terpengaruh selebgram.

C kedua adalah Cengli atau masuk akal. Jika kita tidak bisa meyakinkan diri sendiri bisnis itu masuk akal dan bisa jalan, jangan jalan. Demikian pula jika kita tidak percaya pengelolanya.

C ketiga adalah Cincai atau maklum. Bisnis tidak harus langsung sempurna. Makanya, kita harus cincai dan bersedia untuk toleransi saat ada kesalahan kecil. Maklumi jika ada kegagalan, sepanjang tidak keluar dari track atau jalur.

C keempat adalah Cia atau makan. Usahakan untuk selamatkan modal dan keuntungan saat ada kesempatan. Kita tidak tahu apa yang terjadi esok.

C kelima adalah Cau atau kabur. Bisnis itu ada jamannya. Kalau sudah kering, harus move on. Mulai lagi yang baru. Tidak boleh baper saat satu usaha gagal. Ibarat pedagang, maka saatnya menggelar tikar di tempat lain.

“Makanya, jika ada yang hendak membeli bisnismu, jangan ragu untuk jual. Belajar dari Yahoo,” katanya.

Saya ingat sekitar tahun 2000-an Yahoo masih berjaya. Google belum mencapai posisi seperti sekarang. Di masa itu, Microsoft menawar Yahoo sebesar 44,6 miliar dollar. Pemegang saham bersorak kegirangan.

Tapi pendiri Yahoo, Jerry Yang, menolak mentah-mentah. Dia yakin Yahoo yang saat itu mulai terpuruk bisa diselamatkan. Saat itu, para investor mulai dumping atau menjual saham. Namun, ada banyak orang yang masih percaya Jerry Yan diam-diam membeli saham Yahoo karena mengira harganya akan bangkit.

Mereka mengira, Jerry Yan seperti Steve Job yang saat kembali ke Apple bisa membangkitkannya. Rupanya, semua keliru. Yahoo terus turun hingga bangkrut. Hingga akhirnya, Microsoft tidak tertarik membelinya. Jerry Yan tersingkir dari posisi CEO.

Saya menyimak. Tak lama kemudian, HP berdering. Barulah saya ingat kalau ada teman menunggu di satu hotel dekat situ. Saya lalu pamit. Teman itu mengajak saya untuk bertemu seorang ahli smelter dari luar negeri. Kata teman, ahli smelter ini sangat susah ditemui. Kalau dia tiba di Indonesia banyak yang antri untuk bertemu.

Tiba di hotel itu, saya bersama teman segera ke resto untuk menemuinya. Di situlah, saya melihat Jason sedang ditemui banyak orang. Rupanya dia yang hendak ditemuii. Spontan saya teriak: “Jason, Is that you?”



0 komentar:

Posting Komentar