Lelaki Korea Bergincu Merah


Kim Soo Hyun dalam salah satu drama Korea

SESEORANG di rumahku sedang keranjingan menonton drama You Who Come from the Star. Ia agak telat menyaksikan drama yang beberapa waktu lalu membuat banyak perempuan ‘terkapar’ pada pemeran prianya yakni Kim Soo Hyun. Ketika ‘terpaksa’ menyaksikan tayangan ini, aku menemukan definisi tampan bagi orang Korea. Yakni wajah bersih dan cling setiap saat, rambut rapi seolah tiap saat keluar dari salon, serta bibir bergincu merah. Inikah tampan?

***

SEBUAH badai hiburan tengah melanda dunia. Badai itu kerap disebut Korean Wave. Melengkapi penetrasi yang tinggi di bidang teknologi, di mana-mana bisa kita saksikan berbagai produk industri hiburan asal negeri Ginseng itu. Di tanah air, layar televisi kita ikut menyiarkan tayangan drama, film, musik asal Korea.

Entah kenapa, setelah menyaksikan beberapa film Korea, tak satupun yang ‘bersarang’ di benakku. Aku juga tak bisa menghapal persis wajah para pemerannya. Aku hanya mengingat satu nama yakni Cha Tae Hyun yang berperan dalam film My Sassy Girl. Tadinya, aku berpikir mungkin agak sulit menghapal wajah aktor asal Asia Timur.

Tapi anggapan ini langsung kutepis. Aku menghapal betul wajah dan karakter bintang film Hongkong seperti Jet Li, Andy Lau, Jacky Chan, Aaron Kwok, Stephen Chow, Mo Shao Chung, Chao Wen Chuo, hingga aktor laga favoritku yakni Donnie Yen dan Ekin Cheng. Ketika melihat wajah mereka di poster, aku langsung mengenalinya. Anehnya, aku tak bisa menghapal satupun aktor film Korea, padahal beberapa filmnya telah kutonton. Why?

Tak hanya aktor, aku juga tak menghapal satupun aktris Korea. Aku hanya bisa menyebutkan beberapa judul film yang ceritanya bisa membuatku betah dan menontonnya hingga tuntas. Di antara film itu adalah My Sassy Girl, My Boss is My Hero, Sex is Zero, dan My Girlfriend is an Agent.

Bagiku, aktor dan aktris Korea memiliki tipikal wajah yang sama. Para aktor dan aktris lahir dari rahim kebudayaan yang kriteria tampan dan cantik telah mengalami penyamaan. Industri hiburan telah menetapkan satu kriteria tentang tampan dan cantik, yang kemudian menjadi ikon kapitalisme. Setiap orang ingin berpenampilan sebagaimana kriteria-kriteria itu. Apakah bisa?

“Korea adalah negeri yang warganya paling banyak melakukan bedah plastik,” kata Anton, seorang sahabat asal Palembang yang tengah menjalani program post-doktoral di University of California at Berkeley, Amerika Serikat. Anton, yang beberapa kali berkunjung ke Korea, juga memaparkan analogi. Katanya, jika di tanah air sunatan adalah sesuatu yang wajib bagi lelaki, maka di Korea, bedah plastik dianggap sebagai hal wajib. Hah?

Anton benar. Beriringan dengan penyeragaman konsep, industri kedokteran menyediakan praktik bedah plastik yang lalu menjadi trend. Setiap orang ingin mengubah penampilan agar nampak lebih bersinar sehingga menarik hati lawan jenisnya. Di tengah keseragaman penampilan seperti itu, adakah tempat bagi keunikan? Entahlah.

poster drama You Who Come from the Star

Yang pasti, industri hiburan di Korea memang laksana virus yang merasuk ke mana-mana. Di satu blog, aku menemukan keheranan seorang warga Amerika yang ikut program pertukaran pelajar di Korea. Katanya, di kelas yang diikutinya, semua orang punya defenisi yang seragam tentang cantik. Yakni memiliki mata yang besar. Maklum saja, mayoritas warga Korea memiliki mata sipit, yang dianggap pasaran.

Siswa Amerika itu menjelaskan kalau beberapa teman sekelasnya sengaja ke sekolah membawa alat sejenis pembesar bola mata yan justru bisa berbahaya bagi siswa itu. Jika alat itu terlupa, maka kerap kali para siswa menggunakan bolpoin untuk membesarkan bulu mata.

Beberapa sosiolog telah mengatakan bahwa selera kita adalah selera yang dikonstruksi oleh media massa. Industri hiburan melakukan proses ‘cuci otak’ sehingga semua orang memiliki konsep yang seragam. Demi konsep yang seragam itu, orang-orang akan melakukan banyak hal dan mengeluarkan uang sebanyak yang sanggup dikeluarkan. Celakanya, Korea mengidap ‘amnesia’ massal yang kemudian membawa konsekuensi pada dinamika sosial, budaya, serta relasi personal antar warganya.

Namun, apakah anda sepakat dengan konsep tampan dan cantik ala Korea itu?

Sejak dulu, aku menolak penyeragaman definisi. Apapun itu. Bagiku, wajah bersih dan cling, rambut selalu rapi seolah keluar dari salon, serta gincu merah bukanlah tolok ukur ketampanan seorang lelaki. Yang disebut tampan adalah mereka yang memiliki wajah tegas dan karakter yang kuat. Ketampanan seseorang tak bisa dilihat dari fisik, namun suara yang tegas, berwibawa, serta punya pesona yang sanggup menggerakkan orang lain untuk melakukan apapun yang diinginkan sang pemilik suara tegas. Lelaki yang gagah adalah lelaki yang punya kharisma, mata yang tajam namun teduh, serta memiliki ketenangan dalam keadaan apapun. Ia juga bisa menenangkan siapapun yang sedang galau melalui kalimat-kalimat yang menggetarkan.

Ini menurutku lho. Bisa kutebak kalau definisi ini amat berbeda dengan definisi dari para ABG yang memajang poster Lee Min Ho dan Kim Soo Hyun sembari histeris lalu mengecupnya. Boleh jadi, sosok para lelaki bergincu merah itu justru lebih membekas di hati ketimbang kisah-kisah hebat dan inspiratif dari mereka yang mengubah dunia secara diam-diam dan tak berniat menyebarkan kisah-kisah magisnya.

Yah, setiap zaman memang punya ciri. Setiap zaman punya selera.



0 komentar:

Posting Komentar