saat berperahu di Kepulauan Spermonde, Sulsel |
PERNAH, kubaca tulisan seorang travel blogger tentang kiat gratis bisa jalan-jalan ke luar negeri. Salah satunya adalah menikah dengan warga asing. Saat itu, kutambahkan satu kiat lagi yakni memenangkan beasiswa ke luar negeri. Anda tak hanya jalan-jalan, tapi juga bisa tinggal selama bertahun-tahun. Aku telah mengalaminya.
Belakangan, muncul pertanyaan,
bagaimanakah halnya jika kita berkeinginan untuk keliling Indonesia? Adakah
kiat gratis? Bisakah kita memiliki pekerjaan yang mengharuskan kita untuk
setiap bulan melakukan perjalanan lalu belajar di satu tempat?
Dahulu, pertanyaan itu kusimpan
rapat-rapat. Kupikir mustahil bisa keliling ke banyak tempat di tanah air.
Indonesia yang begini luas tak mungkin dijelajahi satu per satu. Kupikir betapa
menyenangkannya bisa mengunjungi banyak tempat, mengambil gambar, lalu pindah
lagi ke tempat lain.
Namun selalu saja ada kejutan yang kadang
datang menghampiri. Selama beberapa bulan ini, aku perlahan-lahan menjadi seorang
traveler. Aku berpindah-pindah banyak tempat, mengunjungi pulau-pulau eksotik,
lalu merencanakan perjalanan ke mana-mana. Kok bisa? Yup, sebab aku bekerja
sebagai peneliti. Pekerjaan ini memungkinkanku untuk setiap saat melakukan perjalanan,
bertemu orang baru, lalu mengambil gambar-gambar menarik.
saat berada di Papua Barat |
Ternyata ada jalan lain untuk bisa
keliling tanah air. Dengan menjadi peneliti, anda memiliki kesempatan
untuk setiap saat belajar dari kenyataan, menyerap pengetahuan di semua tempat,
lalu berguru pada masyarakat setempat. Demi kegiatan riset itu, aku berkelana
hingga tanah Papua, pedalaman Sulawesi barat, hingga kota-kota kecil di Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Selama beberapa bulan ini, aku
mengunjungi banyak tempat yang kemudian mengasah nuraniku untuk lebih arif
dalam memandang setiap kenyataan.
Susahkah jadi peneliti? Bagiku, semua
pekerjaan punya dimensi kesusahan sendiri. Aku menyadari betul kalau aku punya
beberapa kelemahan di bidang ini. Namun penelitian selalu mengajarkanku untuk
terbiasa bekerja secara tim, saling melengkapi kekurangan masing-masing, lalu
membangun satu mekanisme kerja yang memungkinkan akhirnya riset yang berhasil.
Harus dicatat, kebahagiaan sebagai
peneliti tidaklah dilihat dari seberapa banyak tempat yang didatangi.
Kebahagiaannya terletak pada seberapa sanggup kita melahirkan satu rekomendasi
yang lalu mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Bahagianya ada pada
senyum riang dari orang-orang yang terbantu atas kehadiran kita, serta
mendapatkan manfaat dari kehadiran kita yang hanya sesaat. Puncaknya adalah
bahagia ketika bisa berguru dan mengasah pengetahuan pada orang-orang hebat
yang humble (rendah hati) dan jauh dari kesan angkuh.
Aku bersyukur bisa berguru pada seorang
dukun yang pandai menafsirkan bintang di Mamasa, Sulawesi Barat. Aku senang
karena bisa menyaksikan keahlian seornag nakhoda kapal phinisi di pulau-pulau
sekitar Makassar. Aku juga tak akan pernah lupa dengan pengalaman bertemu
seorang pemain sasando di Kupang yang jari-jarinya seolah punya mata sebab bisa
memainkan sasando dengan dua tangan. Semua jarinya menyentuh senar demi
menghasilkan melodi yang aduhai dan luar biasa indah.
bersama pemusik sasando asal Pulau Rote di Kupang, NTT |
Perjalanan itu semakin bermakna sebab menjadi arena untuk mengayakan pengetahuan, sekaligus memperkaya pengalaman batin. Inilah berlian-berlian indah yang kutemukan di perjalanan. Inilah harta karun berharga yang kutemukan dari kunjungan ke banyak tempat di tanah air.
Aku telah menemukan jalan untuk keliling
Indonesia. Bagamanakah dengan anda? Apakah anda tak berkeinginan untuk
mengunjungi setiap jengkal dari tanah air yang sedemikian luas dan kaya
budayanya?
Bogor, 11 September 2014
1 komentar:
bang yus, sdh prnah kta ke pantai molona, gua moko, air latamburu besar n kecil, di pulau siompu ? indah sekali......!!
Posting Komentar