div{margin-top:0}body#layout div.layout-widget-description{font-size:12px;opacity:.7;display:none}body#layout .editlink.icon{top:12px}body#layout div.widget .widget-content{padding:12px 12px}body#layout #main{margin-bottom:10px}body#layout #main .Blog .widget-content{height:120px}body#layout #main h4,body#layout #header h4,body#layout #navmenu h4,body#layout #template-settings h4,body#layout #custom-css h4,body#layout #social-button h4,body#layout #bellow-header-widget h4,body#layout #bellow-header-widget2 h4,body#layout #above-post-widget h4,body#layout #iklan-tengah1 h4,body#layout #iklan-tengah2 h4,body#layout #iklan-atas h4,body#layout #iklan-bawah h4,body#layout #matched-content h4,body#layout #iklan-infeed h4,body#layout #footer-widget-container h4,body#layout #footer-navmenu h4,body#layout #footer-container h4,body#layout #navbar h4,body#layout #custom-javascript-footer h4{display:none}body#layout .template-settings,body#layout .custom-css,body#layout .custom-javascript-footer{width:300px;display:block}body#layout .template-settings div.widget .widget-content,body#layout .custom-css div.widget .widget-content,body#layout .custom-javascript-footer div.widget .widget-content{padding:6px 12px;background:#e4ffff}body#layout .template-settings h4,body#layout .custom-css h4,body#layout .custom-javascript-footer h4{background:#569494;display:none}body#layout .template-settings div.layout-widget-description,body#layout .custom-css div.layout-widget-description,body#layout .custom-javascript-footer div.layout-widget-description{display:none}body#layout .template-settings .editlink.icon,body#layout .custom-css .editlink.icon,body#layout .custom-javascript-footer .editlink.icon{top:6px}body#layout #template-settings div.widget{margin-top:0}body#layout #iklan-tengah1 div.widget .widget-content,body#layout #iklan-tengah2 div.widget .widget-content,body#layout #iklan-atas div.widget .widget-content,body#layout #iklan-bawah div.widget .widget-content{background:#eaffe9;padding:6px 12px}body#layout #iklan-tengah1 div.widget .widget-content .editlink.icon,body#layout #iklan-tengah2 div.widget .widget-content .editlink.icon,body#layout #iklan-atas div.widget .widget-content .editlink.icon,body#layout #iklan-bawah div.widget .widget-content .editlink.icon{top:5px}body#layout #matched-content div.widget .widget-content{background:#ffe9e9;padding:6px 12px}body#layout #matched-content div.widget .widget-content .editlink.icon{top:5px}body#layout #iklan-infeed div.widget .widget-content{background:#e9e9ff;padding:6px 15px}body#layout #iklan-infeed div.widget .widget-content .editlink.icon{top:5px}body#layout #wrapper{overflow:unset;padding:0;padding-bottom:20px}body#layout #wrapper::after{clear:both;content:"";display:block}body#layout #header-container{height:auto;position:unset;padding-top:20px}body#layout #header-container::after{content:"";display:block;clear:both}body#layout #header{width:300px;float:left}body#layout #navmenu{width:455px;float:right}body#layout #post-wrapper{float:left;width:70%;max-width:700px;padding-top:20px}body#layout #post-wrapper .post-container{padding:0 25px 0 0}body#layout #sidebar-wrapper{float:right;width:30%;max-width:300px;padding-top:20px}body#layout #sidebar-wrapper .sidebar-container{padding:0}body#layout #sidebar-wrapper .sidebar-sticky{z-index:0;padding-top:20px}body#layout #navbar{display:block;max-width:100%;margin:0 0 25px}body#layout #navbar::before{content:"Untuk mempercepat loading blog, klik edit dan nonaktifkan Navbar ==>>";position:absolute;bottom:17px;z-index:999;right:70px;color:#ae8349;font-size:12px}body#layout #navbar .Navbar .widget-content{height:unset !important}body#layout #custom-javascript-footer{margin:0} /* CSS FOR LAYOUT */ ]]>

Edit

untukfor ""

untukfor ""

()


    * *

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2024


    Di satu kanal media sosial, saya menyimak kisah hancurnya perpustakaan Alexandria. Perpustakaan ini didirikan pada abad ketiga SM dan menjadi pusat pengetahuan yang sangat penting, menyimpan ribuan gulungan teks dari berbagai belahan dunia. 

    Kisah pembakaran Perpustakaan Alexandria terjadi pada tahun 48 SM, ketika Jenderal Agung Romawi Julius Caesar mengepung Alexandria selama Perang Saudara Romawi

    Hancurnya perpustakaan tidak sekadar hancurnya buku-buku, tetapi hancurnya koleksi dan himpunan pengetahuan manusia, dari zaman ke zaman. Buku menyimpan jejak peradaban, menjaga nalar manusia untuk terus belajar dari berbagai kesalahan, serta mewariskan tetes pengetahuan untuk generasi mendatang.

    Saya bersyukur, di tahun 2024, belum ada penghancuran buku dan perpustakaan. Lebih bersyukur lagi karena ada banyak buku-buku bagus. Meskipun aktivitas saya meningkat, namun saya senang bisa menyerap banyak hal baru yang tercatat di lembar-lembar buku.

    Meneruskan tradisi dari tahun ke tahun, saya menuliskan buku yang saya sukai, dan pernah diresensi di media sosial. Ada buku ilmu sosial, humaniora, sejarah, hingga sains populer. Ada juga tentang geopolitik. Silakan menyimak.


    Kita dan Mereka (Agustinus Wibowo)

    Ini buku paling keren yang baca di tahun 2024. Disarikan dari perjalanan panjang menyusuri banyak lokasi. Agustinus menjadikan perjalanan sebagai seni penemuan diri, sekaligus menemukan tetes-tetes hikmah. 


    Agustinus Wibowo seolah membuat ringkasan dari berbagai teori-teori besar mengenai nasionalisme, identitas, dan juga reproduksi sejarah. Untuk melakukannya, dia merangkum semua petualangan dan perjalanan ke berbagai negara, bertemu banyak orang, lalu menyatukan keping demi keping pengalaman untuk melihat gambaran lebih besar.

    Agustinus menulis dengan style ala Jared Diamod, Karen Amstrong, dan Yuval Noah Harari.

    Saya menduga, buku ini ibarat pintu gerbang untuk memasuki semesta berpikir manusia di berbagai negara, yang mengonstrksi konsep-konsep pembeda dengan yang lain, padahal sejatinya semua bangsa menjalani proses yang sama. 

    Tembok, batas, kulit, bangsa, cerita, tanah air, dan diri tidak lebih dari sesuatu yang dibangun manusia dan dipengaruhi faktar sejarah dan budaya. Apapun itu, ini buku ini amat pantas untuk dibaca dan dikoleksi. 


    Nexus: A Brief history of Information Networks, From Stone Age to AI (Yuval Noah Harari)

    Ini buku yang saya tunggui selama enam bulan. Saat media asing memuat buku Harari yang segera keluar, saya dengan sabar menantinya. 

    Harari melanjutkan gagasan utamanya dalam Sapiens, yakni manusia bisa bekerja dalam skala massif karena mempercayai fiksi, cerita, dan mitos. Inilah prestasi terbesar umat manusia, yang tidak dimiliki hewan lain.


    Buku ini membahas bagaimana informasi telah membentuk dan menghancurkan dunia kita. Revolusi informasi terjadi dengan cepat hingga manusia modern mengalami obesitas informasi, satu keadaan di mana satu informasi bertindih dengan informasi lainnya sehingga keadaan menjadi kacau. Tak jelas mana benar dan mana salah.

    Kita menyebut diri kita Sapiens, manusia bijaksana. Tapi kelakuan kita adalah merusak alam semesta. Kita di ambang bunuh diri ekologis dan teknologi. Kita membangun bumi melalui informasi dan kerja sama skala massif, namun penghancuran bumi juga melalui informasi, yang dikemas menjadi fiksi fantasi, dan delusi massal.

    Masa depan dunia, bagi Harari, adalah distopia. Dunia yang menakutkan. Peran manusia dalam mengatur kehidupan di bumi akan digantikan oleh mesin pemroses data. Tugas kosmis Homo Sapiens telah berakhir, dan akan digantikan oleh data. Ini dimungkinkan apabila kita melihat perkembangan artificial intelligence dan big data saat ini.

    Manusia juga tunduk pada algoritma. Manusia menyerahkan kebebasan pada algoritma dan mesin, yang bisa memprediksi dengan presisi apa saja yang dilakukan manusia. 


    How Ai Thinks (Nigel Toon)

    Saya membaca buku ini di penghujung tahun 2024. Saat itu saya sedang mencari jawaban mengapa banyak orang kian tergantung pada Meta Ai untuk menyelesaikan semua tugas. 

    Seorang akademisi berujar, ChatGPT, Meta Ai, Copilot, hingga berbagai perangkat kecerdasan buatan lainnya menimbulkan banyak kekhawatiran. Kita membayangkan generasi yang tidak lagi membaca, tidak lagi menalar, dan hanya bisa mengetik bantuan ke ChatGPT. Entahlah. 


    Nah, buku How AI Thinks mengurai semuanya. Menurut penulisnya, Nigel Toon, kita lebih banyak khawatir soal teknologi ketimbang memahaminya. Kita kadang alpa dan malas untuk mempelajari satu inovasi, dan lebih memilih percaya kabar buruk terkait teknologi itu. 

    Saya suka dengan cerita penulisnya yang dahulu menderita disleksia, yang kesulitan mengeja kalimat. Tapi dia bekerja keras untuk menyederhanakan semua hal, hingga akhirnya dia berhasil menjadi CEO perusahaan semikonduktor. 

    Manusia berpikir, maka manusia ada. Sementara komputer berbeda. Komputer menyesuaikan buku aturannya sendiri berdasarkan perubahan dalam informasi yang diterimanya, dengan cara yang sama seperti hewan beradaptasi berdasarkan perubahan lingkungan yang diamati melalui data sensorik. 

    Buku ini menawarkan tamasya di jagad AI. Saya cukup familiar dengan beberapa nama yang dibahas di sini. Di antaranya adalah Alan Turing, sang penemu komputer. Pernah lihat film The Imitation Game yang dibintangi Benedict Cumberbatch. 

    "Setiap organisme hidup di planet ini, semuanya bergantung pada kita," kata Toon. AI pun bergantung pada kita. Iya, bergantung pada kita. Tapi apa yang kita lakukan agar kreativitas dan nalar tetap tumbuh di era di mana ChatGPT terus memberi jawaban final pada mahasiwa kita?


    Riwayat Terkubur (John Roosa)

    Ini buku humaniora dan ilmu sosial yang layak disebut terbaik di tahun 2024. Buku ini adalah terjemahan dari The Buried Histories karya John Roosa yang memperoleh penghargaan George Kahin Prize tahun 2023, bersama buku lain yakni Moments of Silence, yang ditulis sejarawan Thailand, Thongchai Winichakul.

    Selain membaca berbagai dokumen, John Roosa mengolah semua kesaksian lisan menjadi sumber sejarah yang akurat. Dia begitu mencintai semua korban kekerasan yang suaranya dibungkam oleh negara. Kerja-kerja sejarawan bukan sekadar mengungkap nostalgia sejarah, tapi juga membuka berbagai kasus kekerasan yang hendak dilupakan. 


    John Roosa merekonstruksi peristiwa pembantaian komunis tahun 1965 demi memetik banyak hikmah agar bangsa ini tidak melakukan tindakan dungu dan biadab di tahun mendatang. Di balik jargon-jargon kita sebagai bangsa yang penuh welas asih dan penyayang ada keping sejarah yang bertutur kalau dalam diri kita ada kebiadaban. 

    Kita mengisi kanvas sejarah dengan kengerian, sesuatu yang kita tutup-tutupi sembari berlindung di balik kalimat kalau kita adalah negara besar. 

    Saya membaca buku ini dengan deg-degan. Pemimpin Indonesia yang terpilih pernah menjadi bagian rezim yang itu. Semoga buku ini tidak mengalami nasib seperti apa yang terjadi di rezim itu, yang pernah melarang banyak buku kritis, membelenggu nalar, memenjarakan pengarang, lalu ... (ah, saya tak kuat melanjutkannya).


    Autocracy Inc (Anna Applebaum)

    Saya selalu tertarik membaca buku-buku yang disebut memenangkan penghargaan Pulitzer. Setelah beberapa tahun lalu saya membaca Gun, Germs, and Steel dari Jared Diamond, kali ini saya membaca Autocracy.Inc: The Dictators Who Want to Run the World yang ditulis oleh Anne Applebaum.


    Buku ini memberikan wawasan yang mendalam tentang dinamika kekuasaan global dan ancaman terhadap demokrasi, serta mengajak pembaca untuk mempertanyakan bagaimana kita dapat melindungi dan memperkuat demokrasi di dunia yang semakin otoriter.

    Saya menyukai pandangan Anna Applebaum tentang otoritarianisme. Applebaum menawarkan perspektif yang jelas dan tajam tentang bagaimana otoriter di seluruh dunia bekerja sama untuk mempertahankan kekuasaan mereka, meskipun mereka tidak memiliki ideologi yang sama.

    Menurutnya, semua penguasa diktator punya jejaring yang sama. Semuanya saling membutuhkan. Buku ini menyoroti bagaimana otoriter dari berbagai negara, seperti Rusia, Tiongkok, Iran, dan Venezuela, bekerja sama dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bidang keuangan, teknologi, dan informasi.

    Biarpun belum kelar dibaca, buku ini recommended!


    Marketing (Henry Manampiring)

    Beberapa tahun lalu saya membaca buku Filosofi Teras, yang membahas filsafat stoik dengan cara yang renyah. Saat penulisnya mengeluarkan buku marketing, saya tertarik untuk membacanya. 


    Rupanya, selama ini Henry Manampiring berprofesi sebagai marketing handal dan pernah memegang banyak brand terkenal. 

    Buku ini seringan mengunyah krupuk atau mencicipi sup ayam bagi jiwa Marketing bisa dikemas menjadi lebih sederhana, dan serupa mengikuti curhat seorang anak muda yang hendak mengembangkan diri. Buku ini dikemas serupa obrolan, di mana marketing menjadi sesuatu yang melekat dengan diri seseorang. 

    Untuk menjelaskan positioning, dia mulai dengan kalimat “janji harus ditepati.” Maksudnya, ketika Anda memilih asosiasi tertentu agar Anda dikenal, maka mulailah dengan selalu menepati janji agar tetap konsisten. Seiring waktu, itu akan jadi positioning Anda. 

    Gara-gara buku ini, saya bisa me-review ulang banyak pekerjaan gara-gara membaca buku ini. Penulisnya ingin mengatakan, marketing adalah sesuatu yang bisa diterapkan untuk membuat hidup lebih baik. 

    Persis Hermawan Kartajaya yang mengatakan bahwa kerja-kerja marketing itu identik dengan kebaikan, bagaimana memperlakukan semua orang sebagai orang dekat sehingga kamu disukai dan dipercayai semua orang, lalu muncul keputusan untuk membeli. 

    Di buku ini, satu kalimat yang saya sukai: “esensi marketing adalah berguna.” Berilah manfaat sebanyak mungkin ke orang lain di sekitar. Sebab “a brand is a set of promise” yakni sehimpun janji yang harus dipenuhi secara konsisten. Keren!


    Power (Robert Greene)

    Di pertengahan tahun 2024, saya membaca terjemahan dari versi ringkas buku 48 Laws of Power yang ditulis Robert Greene. Buku ini serupa Il Principe yang ditulis Niccolo Macchiavelli. 


    Bedanya, bukunya Robert Greene ini lebih kekinian dan lebih ambisius dalam mengantarkan seseorang menuju tangga kekuasaan. Tentunya lebih licik. Buku ini mengajarkan cara berkuasa. Bukan dengan cara yang benar, sebagaimana diajarkan kepada kita sejak kecil. Melainkan segala cara dan strategi untuk bersiasat sehingga kekuasaan akan digenggam.

    Di bab awal, saya membaca bab berjudul “Jangan Pernah Tampil Lebih Cemerlang dari Atasan Anda.”Kata Green, semua atasan mengalami rasa tidak aman. Cara terbaik untuk menghadapi atasan adalah beri sanjungan. Namun jangan lakukan secara vulgar dan terbuka. Lakukan diam-diam. Jika Anda lebih pintar, jangan tunjukkan kepintaran itu. 

    Buat atasanmu merasa dirinya lebih pintar. Buat dia merasa selalu di atas. Jangan ragu untuk tampil bodoh dan sesekali bertanya padanya, yang menunjukkan ketidaktahuan Anda. Jika Anda lebih kreatif, katakan secara terbuka bahwa kreativitas itu datang dari atasan Anda.

    Kepada banyak orang, katakan kalau Anda hanya mengikuti arahan dan petunjuk atasan. Jika Anda terlihat lebih menonjol, maka perlahan timbul rasa tidak aman, hingga Anda bisa disingkirkan. 

    Dengan membiarkan atasan lebih cemerlang, maka bukan berarti kalah. Atasan itu justru masuk dalam skema permainan Anda. Andalah yang mengendalikan situasi, diam- diam mengonsolidasikan kekuatan, hingga satu titik kekuatan dan pengaruh Anda semakin besar hingga perlahan naik jadi penguasa. 

    Dari zaman Adam hingga zaman algoritma, semua atasan suka pujian dari bawahan. Yang beda hanya kadarnya. Yang beda adalah watak dan cara bermain. Saya menikmati bacaan ini. Ada juga bab yang saya sukai, yakni “Buat orang lain bekerja, tapi tetap tuai pujian atas kerja keras mereka.” 


    Ngomongin Uang (Glenn Ardi)

    Buku ini seringan krupuk. Isinya tidak memusingkan. Isinya keren sebab memberikan pelajaran bagaimana mengelola finansial dengan cara yang renyah. 

    Saya menyukai contoh-contoh yang diberikan dalam buku ini, khususnya mengenai para miliader. Ternyata mereka tidak seperti yang kita bayangkan. Mereka tidak suka memakai barang mewah, mengonsumsi makanan sebagaimana orang lain, juga tidak suka pamer. 


    Yang suka pamer adalah mereka yang bukan konglomerat. Nah, pasti Anda heran. Demikian pula saya ketika membaca buku ini.

    Yang membedakan dkita dengan para miliader beneran adalah kemampuan untuk menahan uang selama mungkin di genggaman, kemampuan mengontrol pengeluaran. 

    Bisa menahan pengeluaran 1 juta, saat punya uang 2 juta adalah hal biasa. Tapi bisa menahan 2 juta, saat uang di tangan 20 juta adalah hal luar biasa. Lebih hebat lagi, jika menahan 2 juta saat memiliki uang 10 miliar. Itu keren. Buku ini menjadi panduan dan peta jalan untuk para pemula di dunia literasi keuangan. Tak perlu menjadi milader, tetapi setidaknya punya rencana hendak ke mana. 

    Satu pelajaran yang saya petik dari buku ini, rata-rata miliader punya perencanaan atau budgeting yang bagus. Mereka tahu pengeluaran bulanan, serta investasi apa yang harus dilakukan.


    Unstoppable Us, Vol 2 (Yuval Noah Harari)

    Buku Unstoppable Us Vol 2 disambut gembira semua anak-anak di seluruh dunia. Saya beruntung karena bisa langsung membacanya melalui kindle. 


    Sejarawan Yuval Noah Harari bercerita mengenai sejarah dan peradaban dengan kalimat-kalimat sederhana dan memikat. Dia serupa seorang kakek yang mendongeng di hadapan anak-anak, lengkap dengan gambar komik, ilustrasi, dan lukisan-lukisan. 

    Dalam buku Unstoppable Us Vol 1 yang berjudul How Humans Took Over the World (2022), dia membahas “kekuatan super” yang dimiliki manusia, yakni kemampuan membuat cerita, dongeng, dan mitos, untuk membangun peradaban. 

    Dalam buku Unstoppable Us Vol 2, berjudul Why the World Isn't Fair, dia bercerita bagaimana manusia melanjutkan kehidupan setelah melalui masa berburu dan meramu. 

    Dia bercerita tentang buku sejarah penuh kisah para raja, ratu, dan jenderal. Dari mana asal mereka semua? Mengapa ada orang kaya dan miskin? Mengapa ada orang berkuasa dan ada orang ditindas? 


    LEAP (Rhenald Kasali)

    Sebagai pembaca buku-buku manajemen, buku Rhenald Kasali selalu menjadi koleksi. Dalam buku LEAP, dia membahas berbagai contoh bagaimana bisnis bisa melenting hingga tinggal landas.

    Di buku ini, saya menemukan banyak kisah bisnis, yang ternyata bergeser dari visinya ketika pertama didirikan. kalbe Farma dulu cuma berdagang obat dari garasi rumah. Pemiliknya merasa tidak akan pernah melompat, hingga memberanikan diri untuk membangun pabrik. Kini, perusahaan itu menjadi penyedia solusi kesehatan yang terintegrasi. 


    Yang paling membuat saya tertarik adalah kisah Alfamart yang didirikan seorang lulusan SMP Djoko Susanto, yang bisnisnya jualan rokok, kemudian diajak gabung oleh Putera Sampoerna. Djoko minder karena dirinya cuma lulusan SMP. Tapi Putera Sampoerna tetap percaya dengannya, hingga diajak untuk membangun usaha ritel Alfa Gudang Rabat. 

    Setelah itu membangun Alfamart. Tahun 2002, Djoko memiliki 17.813 gerai Alfamart, serta 2.985 milik anak peusahaan. Bahkan dia mendirikan 1.400 gerai Alfamart di Filipina. 

    Pelajaran penting yang saya dapatkan, bisnis harus selalu dinamis. Mindset harus selalu berubah, sehingga selalu relevan di setiap zaman. Di titik ini, keberanian mengambil risiko serta passion dalam membaca tanda-tanda zaman menjadi penting sebagai pembeda. Di titik ini, berlaku kalimat, “If you risk nothing, then you risk everything.” 


    Networking (William Ndut)

    Dalam hiodup, kita belajar kalau ereka yang punya networkign bagus selalu punya potensi untuk melejit. Seseorang yang punya networking bagus, akan jauh lebih sukses ketimbang orang yang hanya mengandalkan kepintaran. 

    Malah, kata seorang kolumnis, seorang penjilat akan lebih sukses dari pekerja yang rajin. Mengapa? Sebab dia tahu cari muka ke atasan. 


    Kebetulan, saya membaca buku berjudul NETWORKING: Seni Nyetor (dan cari) Muka untuk Profesional, yang ditulis William Ndut, akademisi UI. Saya tertarik dengan kalimat: Bahwa networking bukan soal “setor muka" di pesta dan acara, tetapi juga seni “cari muka” yang membantu kita mencapai cita-cita dan menjadikan kehidupan profesional jauh lebih bermakna. Dia melihat “cari muka” dalam pengertian positif. 

    Yakni upaya untuk mengomunikasikan pencapaian, portofolio, atau kemampuan yang dimiliki dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup dan jejang karier profesional. 

    Baginya, networking adalah seni dan proses yang terus bertumbuh. 


    The Infinite Game (Simon Sinek)

    Di awal tahun 2024, saya membaca buku The Infinite Game dari Simon Sinek, penulis yang digemari Thomas Lembong. Di bagian awal, Simon Sinek membahas bagaimana perang Vietnam berlangsung. 

    Simon Sinek mengatakan, pemenang perang bukanlah dia yang berlimpah logistik dan paling banyak membunuh. Bukan dia yang punya armada tempur canggih. Bukan dia yang paling banyak pasukan. 


    Pemenang perang adalah dia yang tetap bertahan, dia yang penuh luka-luka karena bertempur, penuh derita karena perang, tetapi tetap bangkit berdiri dan menantang lawan. Pemenang perang adalah dia yang sungguh- sungguh, digerakkan oleh semangat kuat. 

    Dia yang memainkan “The Infinite Game”, permainan yang tak berkesudahan. Sinek lalu menggunakan kerangka pikir ini dalam bisnis. Banyak organisasi dan pemimpin terjebak dalam permainan yang salah, yaitu permainan terbatas yang hanya fokus pada keberhasilan jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang. 

    Sinek mengajak kita untuk bermain dalam permainan tak terbatas yang berfokus pada keberlanjutan dan menciptakan dampak positif yang berkelanjutan. Dia ingin semua pemimpin bisnis tidak terjebak dalam kalkulasi untung rugi jangka pendek, melainkan melihat sesuatu yang lebih substansial, yakni bagaimana menghasilkan sesuatu yang berdampak pada banyak orang. 

    *** 

    Ini beberapa buku yang saya baca dan pernah diresensi. Semoga di tahun 2025, makin banyak buku-buku bagus. Semoga.

    BACA JUGA:

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2023

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2022

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2021

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2020

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2019

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2018

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2017

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2016

    Buku yang Saya Sukai di Tahun 2015


    Posting Komentar untuk " Buku yang Saya Sukai di Tahun 2024"