Cerita tentang Sulhan Yusuf




Sebuah buku berjudul Pesona Sari Diri yang ditulis Sulhan Yusuf tiba rumah saya di Bogor. Buku itu dikirimkan langsung oleh penulisnya dari Kota Makassar. Buku ini menjadi temali silaturahmi yang menghubungkannya dengan orang lain.

Saya tertegun memandang buku ini. Saya ingat penulis Paolo Coelho yang pernah bilang, hadiah terbaik bagi seseorang adalah buku yang ditulis sendiri. Sebab dalam buku itu, ada pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, sekeping jiwa, kisah-kisah yang terentang lama.

Sebuah buku memang hanya sekeping materi. Tapi di balik buku itu, ada proses bertemu kenyataan, merekam semua ide dalam pikiran, memasaknya dalam renungan, kemudian mengalirkannya sebagai energi dalam setiap kata-kata.

Di balik setiap kata dalam buku ini, terasa kerja-kerja seorang penulis. Saya bisa merasakan bagaimana dia merawat embiro gagasan, mengubahnya jadi energi yang menggerakkan jemarinya untuk mengalirkan ide, lalu merawatnya dengan tanya dan dialog.

Saya bisa bayangkan, ada masa-masa di mana dirinya begadang, memikirkan kata demi kata, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang tergurat di layar, kemudian buku.

Makanya, setiap tulisan bukanlah sesuatu yang diam. Di situ ada aliran pikiran, sungai gagasan, karang-karang dan posisi pijak, juga ada riak-riak permenungan. Buku adalah himpunan dari semua gelora, samudera, dan gelombang pemikiran seseorang atas semua kenyataan yang dilihatnya, kemudian diubah menjadi energi dalam wujud kata.

Proses membaca adalah proses menyelam dalam samudera gagasan seseorang, melihat dunia yang diciptakan dalam imajinasinya, serta membiarkan diri kita untuk mengalir dan mengikuti setiap tarikan napas dalam alur yang dibuat seseorang.

Kadang-kadang kita mengalami ketakutan, kegembiraan, serta merasakan girang saat membaca. Kita tidak sadar kalau penulis buku adalah pencipta yang menghadirkan semua ketakutan dan kegembiraan itu. Kita mengalir dalam labirin yang disusunnya, dan kelak akan keluar pada alur yang juga diciptakannya.

Saya cukup lama mengenal Sulhan Yusuf di kota Makassar. Dahulu, saya seorang mengikuti kajian-kajian dan bedah buku yang menghadirkan dirinya. Di mata saya, dia memang terlahir untuk dunia literasi. Hidupnya selalu di tengah pusaran literasi. Bahkan dia punya satu toko buku yang memberinya kemewahan untuk bisa membaca semua literatur terbaru.

Belakangan, media sosial kembali mempertemukan saya dengan dirinya. Saya bisa melihat aktivitasnya yang sering hadir di kelas-kelas inspirasi. Dia sering membagikan renungan dan catatan-catatannya kepada khalayak luas di media sosial.

Tulisannya bukanlah jenis tulisan yang menghentak dan membuat kita terbakar lalu marah. Tulisannnya ibarat setetes embun yang membasuh jiwa, menghadirkan banyak permenungan, serta membuat mata lebih terang ketika melihat.



Dia menyajikan tema-tema sederhana, tapi di situ ada banyak hikmah dan pembelajaran. Saya amat yakin dirinya sering membaca kisah-kisah dalam khasanah sufistik dan tasawuf. Dia membaca buku-buku renungan dan penuh pembelajaran. Atau buku-buku hikmah dan kearifan.

Jenis-jenis tulisan seperti ini tidak pernah menggurui, tidak memaksa kita untuk bersepakat, namun menawarkan kita segelas air dingin yang bisa mendinginkan semua gejolak dalam diri. Dia menawarkan semacam rest area agar kita sejenak istirahat dan melihat kenyataan dengan cara yang lebih jernih.

Terimakasih atas silaturahmi yang indah melalui buku bernas ini. Mudah2an saya pun bisa mengirimkan buku saya sesegera mungkin. semoga.



0 komentar:

Posting Komentar