Tunas CINTA yang Tumbuh Seusai Bom Surabaya




ALAM semesta tak pernah berhenti memberikan banyak pelajaran untuk kita. Hari ini gunung bisa meletus dan membuat segala hal di sekitarnya berserakan dan mati. Tapi esok setelah letusan itu, dunia seakan telah didaur ulang. Udara menjadi lebih jernih, tanah-tanah lebih gembur, dan tunas-tunas baru tumbuhan muncul di mana-mana.

Peristiwa bom di Surabaya juga menunjukkan pelajaran serupa. Betapa kuatnya ikatan solidaritas warga, betapa hebatnya ketangguhan orang Surabaya dalam menghadapi setiap ancaman. Dan betapa banyaknya pelajaran cinta yang bisa dipetik dari peristiwa bom yang niatnya untuk menebar ketakutan itu.

Di Surabaya, kita melihat cinta yang bertebaran dan tumbuh di mana-mana.

*** 

DUARRR!!!! Bom itu meledak di Gereja SMTB Santa Maria Tidak Bercela di Ngagel, Surabaya. Potongan tubuh terlempar ke mana-mana. Teroris itu datang dengan menumpang sepeda motor, yang lajunya dihambat oleh seorang petugas keamanan di gereja itu. Tubuh petugas keamanan itu berhamburan bersama teroris. Jika saja tak ada petugas itu, ratusan orang di dalam gereja akan menjadi korban. “Untung ada Bayu,” kata seorang jemaat.

Hari itu, semua orang di gereja itu menyebut nama Aloysius Bayu Rendra Wardhana, atau kerap dipanggil Bayu. Dalam waktu sepersekian detik, Bayu melompat dan berlari demi menghadang motor yang memasuki gereja. Niatnya tak sekadar memberitahu di mana lokasi parkir, tapi ia bisa merasakan ada sesuatu yang salah ketika pengendara terus melaju ke depan gereja.

Lelaki yang baru saja memiliki bayi itu menjalankan tugasnya dengan amat baik. Dia memilih menjadi martir demi menyelamatkan banyak orang. Kematiannya tak hanya ditangisi istri bersama bayi kecilnya, tapi juga ditangisi banyak orang yang kesemuanya berterimakasih kepadanya. Dia memilih untuk melepaskan selembar nyawanya yang sangat berharga demi keselamatan banyak orang.

Bayu dan teroris itu sama-sama tewas. Tubuh mereka sama-sama terburai. Teroris itu mengorbankan diri demi menyampaikan pesan. Teroris itu meninggalkan dunia dengan harapan agar banyak orang ikut tewas bersamanya. Baginya, tidak penting siapa pun yang tewas, sebab dirinya hendak menyampaikan pesan politik kepada pihak berkuasa. Dia ingin menebar teror. 

Tapi Bayu berbeda. Dia rela tewas demi menyelamatkan banyak kehidupan. Bayu adalah seorang yang sangat mencintai kehidupan, dan ikhlas menyelamatkan mereka yang hidup. Istri dan bayinya memang akan kehilangan Bayu. Tapi seumur hidup istri dan bayinya akan bersemi kisah-kisah heroik seorang ayah yang rela bertarung demi kehidupan. Sepanjang hidup mereka, akan dibanjiri sungai apresiasi dan kebajikan dari banyak orang. Bayu adalah pahlawan yang akan selalu menjadi monumen di hati banyak orang Surabaya.

BACA: Yang Tersisa Seusai Bom Surabaya

Beberapa jam setelah Bayu tewas, kisah kepahlawanannya menyebar bersama angin. Orang-orang mulai tergugah dan menyatakan simpati. Semuanya menyatakan kecaman pada teroris. Di balik kecaman itu, terselip pernyataan cinta kepada mereka yang menjalani kehidupan. Pimpinan organisasi massa dari berbagai agama menatakan sikap. NU dan Muhammadiyah mengutuk pelaku pemboman. 

Kemanusiaan memang tak akan pernah dibatasi oleh sekat-sekat apa pun. Orang-orang melihat bahwa korban dari peristiwa itu adalah manusia-manusia yang niatnya datang untuk beribadah. Apa pun agama dan keyakinannya, setiap orang berhak untuk hidup dan dilindungi. Bahkan terhadap seseorang yang bersalah sekalipun, hak hidupnya harus dijaga dan dilindungi.

Beberapa abad setelah peristiwa peperangan antar agama pernah meluluhlantakkan umat manusia, masih saja ada banyak orang yang membawa permusuhan sebagaimana abad silam. Masih saja ada banyak orang yang beranggapan bahwa bumi adalah ladang perang untuk menyebarkan keyakinan. Masih saja ada orang yang merasa khawatir dan takut akan dizalimi sebagaimana abad-abad silam. 

Padahal dunia terus bergerak maju. Selain kisah peperangan, dunia menyimpan banyak catatan tentang perdamaian. Selain kisah-kisah dalam berbagai manuskrip dan kitab, sejarah mencatat banyaknya orang-orang yang rela menjadi martir untuk perdamaian. Dunia amat indah ketika orang-orang tiba pada ikrar untuk berpegangan tangan demi menatap masa depan yang penuh bahagia.

*** 

KISAH lain yang menggetarkan di Surabaya adalah seusai bom, ratusan orang berbondong-bondong mendatangi kantor Palang Merah Indonesia (PMI) untuk mendonorkan darah. Ratusan orang ini datang beramai-ramai untuk mendonorkan darah dengan harapan bisa membantu korban peristiwa bom.



Mulai dari birokrat hingga driver online semuanya datang untuk menyumbangkan darahnya. Seusai mendonorkan darah, seorang bapak yang bekerja sebagai driver online berkata, “Saya ingin menyelamatkan manusia lain yang jadi korban bom. Saya ingin berbuat banyak hal, tapi ini yang bisa saya lakukan saat ini,” katanya.

Bapak itu tidak pernah mempersoalkan latar belakang agama korban yang hendak dibantunya. Dia tahu bahwa korban yang berjatuhan itu adalah jemaat gereja dan petugas keamanan. Tapi kesadaran akan kemanusiaan itu jauh lebih berharga dari apa pun. Dengan menyumbang darah, dia berharap ada banyak orang terselamatkan. Ada kehidupan yang tetap dipertahankan.

Seorang lelaki lain bernama Teguh juga mengajak banyak orang untuk mendonorkan darah. Teguh tak pernah mendonorkan darah seumur hidupnya. Tapi mendengar banyak orang mendonorkan darah untuk korban bom, ia lalu tergerak hatinya. Ia pun datang dan ikut membantu. “Setetes darah saya akan sangat berharga untuk orang lain.” Teguh mengajarkan betapa pentingnya membantu sesama.

Surabaya memang menyimpan banyak kisah heroik. Dahulu, kota ini menorehkan jejak ketika banyak orang banyak berjibaku dan bertarung dengan penjajah yang hendak kembali bercokol. Semangat hebat untuk mempertahankan wilayah itu menyebabkan ribuan orang tewas dalam satu semangat yang terus diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Di Surabaya, peristiwa bom itu kian menguatkan solidaritas warga. Tak hanya berbagi postingan tentang kecaman pada terorisme, semua orang berbagi semangat untuk tidak takut pada apa pun aksi teror.  Semua orang menyalakan semangat nasionalismenya dan menyatakan perang pada segala hal yang mengancam nurani kemanusiaan semuanya. Sebab teror bisa datang kapan saja dan di mana saja. Teror juga bisa mengancam diri kita dan seluruh keluarga sehingga harus dilawan sekarang juga.

Di Surabaya, kita menyaksikan semangat kepahlawanan. Semangat itu terus terpatri di dada orang Surabaya. Ketika banyak orang memikirkan orang lain, maka itu pertanda bumi ini akan tidak pernah kekurangan orang baik. Ada pesan kuat menghentak: "Kita boleh beda dalam keyakinan, tapi dalam kemanusiaan, kita adalah saudara sekandung."

Ketika banyak orang yang berbagi untuk sesamanya, kita menyaksikan satu proses transformasi sedang berlangsung. Alam bisa saja mengalami badai, tapi setelah itu tunas-tunas tanaman akan tumbuh dan menghijau. Sebuah ledakan bisa dipandang sebagai representasi benci dan angkara yang tak akan selamanya abadi. Di atas puing-puing kebencian itu, nilai-nilai seperti solidaritas, kebaikan, dan keteladanan akan tumbuh di mana-mana. 

Semuanya berakar pada rasa cinta yang berkecambah, kemudian mengeluarkan akar, lalu menumbuhkan batang hingga daun-daun. Kelak, bunga cinta akan bermekaran dan menebar keindahan dan wangi yang menyemarakkan peradaban.




0 komentar:

Posting Komentar