REMAJA itu bernama Gardner Elliot. Tanpa
diingininya, ia lahir dan besar di Planet Mars. Dahulu, ibunya adalah astronot
yang dikirimkan ke Mars untuk misi yang lebih panjang. Saat itu, manusia telah
membangun wahana yang cukup luas di planet itu. Para astronot secara berkala
dikirimkan untuk mengisi laboratorium an menjalankan riset. Di antara barisan
para astronot itu, Sarah Elliot datang bersama rombongan. Apa daya, perempuan
itu ternyata hamil dan meninggal dunia saat melahirkan bayinya di Mars.
Gardner tumbuh sebagai bocah bumi yang
diasuh para astronot. Sejak masih bayi, ia telah divonis tidak bisa
meninggalkan Mars. Dokter menyebut dirinya diterpa penyakit aneh yang hanya
memungkinkannya tinggal di planet yang gravitasinya lebih rendah. Tak hanya
itu, pihak NASA tak ingin membawanya ke bumi sebab khawatir terjadi kehebohan,
serta penghakiman publik. Keberadaan Gardner dirahasiakan. Ia tak boleh kembali
ke bumi. Ia adalah remaja Mars yang takdirnya ditentukan NASA dan perusahaan
yang menyediakan ekspedisi ke planet itu. Ia haram kembali ke bumi.
Gardner tumbuh sebagai remaja cerdas yang
penuh rasa ingin tahu. Ia besar di wahana yang canggih. Sejak belia, ia sudah
akrab dnegan komputer, kendaraan antariksa, dan berbagai alat canggih. Waktunya
diisi dengan banyak kegiatan. Bangun pagi, ia akan menyirami tanaman di ruang
khusus, berlari di lintasan yang ada di wahana, serta tak lupa, ia akan
mengaktifkan internet, lalu chatting dengan manusia bumi. Di situlah, ia
menjalin hubungan dekat dengan remaja asal Arizona bernama Tulsa.
Kedekatan itu menumbuhkan benih-benih
cinta. Dia mulai mempertanyakan mengapa dirinya ada di Mars. Ia tak peduli
dengan pernyataan para dokter dan astronot tentang tubuhnya yang tak bisa
bertahan lama di bumi. Ia ingin berangkat ke bumi, lalu menjalani hidup normal
ala manusia lainnya. Suatu hari, saat memeriksa arsip ibunya, ia melihat
rekaman ibunya bersama seorang lelaki. Ia yakin itulah ayahnya. Ia ingin menemui
sang ayah. Ia juga ingin bertemu Tulsa, sekadar merengkuh tangannya, lalu
merasakan getar indah yang disaksikannya di Youtube pada lelaki yang
mengganggam tangan perempuan.
Biarpun amat ditentang, ia berhasil lolos.
Seorang astronot perempuan, yang serupa ibunya, memberinya jalan. Ia diikutkan
dalam misi perjalanan ke bumi. Hidupnya bermula di situ, sebagai manusia remaja
yang falling in love pada Tulsa. Namun, apakah Tulsa percaya dirinya seorang
penduduk Mars yang justru tak paham banyak hal tentang bumi? Bisakah gadis itu
menerima dirinya sebagai manusia sekaligus alien yang datang untuk menjemput
takdir bersamanya?
***
PEREMPUAN muda itu bernama Tulsa. Ia siswi
sekolah menengah di Arizona. Setiap hari ia selalu chat dengan Gardner Elliot.
Ia merasa amat dekat dengan lelaki itu. Biarpun lelaki itu merahasiakan banyak
hal, ia tak peduli. Baginya, lelaki itu selalu siap saat dirinya hendak bercerita
banyak hal. Lelaki itu selalu stand by
di internet untuk menjadi sahabatnya.
Suatu hari, lelaki itu datang ke
sekolahnya. Ia langsung marah-marah sebab tak pernah memberi kabar selama
beberapa bulan. Saat Gardner menjelaskan ia sedang dalam perjalanan dari Mars,
rasa marah itu semakin menjadi-jadi. Dunia sudah terlampau banyak menyimpan
banyak kebohongan. Tak perlu lagi ada kebohongan dari lelaki yang setiap hari
ditemaninya chatting.
Biarpun merasa dibohongi, ia tetap menerima
permohonan maaf lelaki itu. Pelan-pelan ia melihat keanehan. Saat lelaki itu
diminta menunggu dirinya di dekat tangga, beberapa jam berikutnya, lelaki itu
masih di posisi yang sama. Ia tidak memilih duduk atau nongkrong di kantin
sekolah. Rupanya, lelaki itu setia dengan janji untuk menunggunya.
Lelaki itu dikejar-kejar oleh polisi dan
para lelaki berseragam NASA. Ia lalu berlari bersamanya. Ia merencanakan
pelarian dengan pesawat penyiram tanaman, singgah ke Las Vegas, lalu menikmati
banyak panorama di perjalanan. Bersama lelaki bernama Gardner, perjalanan itu
menjadi mengasyikkan. Ia terheran-heran melihat lelaki itu yang terkesima
melihat apapun, mulai dari bintang-bintang, pemandangan lembah, lautan luas,
hingga serangga. Bahkan seekor kuda pun bisa membuat Gardner terkagum-kagum. Bersama
Tulsa, Gardner menjalani banyak petualangan. Mereka tidur dipayungi langit di
dalam tenda. Mereka bisa berbincang banyak hal sembari berpelukan. Gardner
merasakan sesuatu yang paling indah di bumi. Dia merasakan CINTA.
Hingga akhirnya, Gardner terjatuh karena
sakit. Dia pun membawanya ke rumah sakit, sebelum akhirnya kembali kabur karena
Gardner yakin tak ada yang bisa mengobatinya. Gardner ikhlas jika dirinya
akhirnya tewas dalam pencariannya. Di saat sakit itu semakin parah, mereka
berhasil menemui laki-laki yang disangka ayah. Ternyata mereka keliru. Sakit
Gardner semakin parah. Ia merasa sudah menyaksikan banyak hal-hal yang indah
dan romantis di bumi. Ia ingin tewas di tengah gelombang samudera. Tulsa
berteriak sekuat tenaga.
***
DI bioskop tanah air, film ini baru akan
tayang. Di situs 21 Cineplex, film ini masuk kategori Coming Soon alias segera tayang.
Tapi saya beruntung karena telah menyaksikannya lebih awal di situs internet.
Rupanya film ini mendapat review
negatif saat tayang di Amerika sana. Tapi saya justru menyukai jenis film yang
sederhana, tapi punya pesan kuat.
Film ini memang ditujukan untuk remaja.
Saya tertarik dengan tema yang tidak biasa, yakni kisah cinta manusia yang
hidup di Mars dan manusia di bumi. Mereka sama-sama manusia, sama-sama dari
species sama, hanya saja berbeda karena faktor kecelakaan. Yang membuat
cintanya unik adalah berbagai perbedaan, yang justru menjadi jembatan pemersatu
bagi mereka. Cinta mereka menembus ribuan kilometer, menembus ruang angkasa.
Dalam banyak sisi, film ini mengingatkan
saya pada Blast from the Past (1999)
yang diperankan Brendan Fraser dan Alicia Silverstone. Kisahnya mengenai
pasangan saintis bersama bayinya yang masuk ke dalam bunker disebabkan
kekhawatiran atas radiasi nuklir. Setelah puluhan tahun, bayi itu telah menjadi
remaja yang dididik dengan selera tahun 1960-an. Remaja itu naik ke permukaan,
lalu kembali menjadi manusia normal dengan segala keluguan dan kepolosannya.
Film Space
between Us ini tak jauh beda dengan Blast
from the Past. Bagi yang tak suka ribet, film ini sangat pas untuk
dinikmati sebagai hiburan. Saya menyukai banyak hal biasa, yang justru amat
bernilai. Misalnya melihat dari ketinggian, merasakan hujan, hingga melihat
lautan biru dnegan pasir putih.
Saya menyukai pertanyaan Gardner Elliot
kepada semua orang yang ditemuinya: What’s
your favorite thing about earth?” Jika saya ditanyai hal yang sama, saya mungkin
akan menjawab: “memandang lautan luas.” Sebab memandang lautan tak bertepi
serupa memandang karya seni yang amat indah, mengingatkan saya pada masa kecil
di tepi laut, membayangkan semesta luas di lautan dan segala mahluk di sana, lalu
merasakan betapa kecilnya manusia.
Tapi saya tak akan menjawab lautan. Saya
akan jujur mengatakan “cinta.” Sebab cinta adalah satu kata yang mengisi
seluruh pemaknaan kita tentang semesta. Selagi ada cinta, segala hal yang
biasa-biasa saja akan menjadi luar biasa. Selagi ada cinta, maka manusia akan
selalu kuat dan menerjang segala kemustahilan. Selagi ada cinta, gunung tinggi
akan didaki, laut luas akan diseberangi. Selagi ada cinta, manusia bisa
melaksanakan misi yang tak mungkin menjadi mungkin. Selagi ada cinta, manusia
siap berkorban untuk segala hal yang dicintainya.
Selagi ada cinta, tak ada lagi diri. Yang
ada adalah kamu dan senyum mekar itu.
Bogor, 2 April 2017
BACA JUGA:
0 komentar:
Posting Komentar