Saipul Jamil |
PEDANGDUT senior Saipul Jamil dilaporkan
ke polisi atas tindakan amoral yang diduga dilakukannya. Publik terhenyak.
Media-media online tak henti membahas kasusnya. Di tengah berbagai kontroversi
atas apa yang dilakukannya, Saipul Jamil tengah menyusun tiga skenario yang
akan menyelamatkan kariernya di dunia artis. Minimal ia tidak runtuh begitu
saja atas persoalan ini.
Jika ranah hukum adalah arena kontestasi
di mana seseorang memainkan peran tertentu, marilah kita melihat tiga skenario
yang akan dilakukan Saipul Jamil di hadapan media dan rakyat Indonesia. Apakah ia
akan tenggelam setelah kasus ini ataukah bertahan? Dugaan saya, ia akan mulus
melewati semuanya. Nah, kita lihat tiga skenario itu.
***
BERITA itu laksana petir di siang bolong.
Di tengah ketenaran sebagai penyanyi, yang didapuk sebagai juri di ajang
pencarian bakat bagi pedangdut di Asia Tenggara, Saipul Jamil tiba-tiba
dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan. Seorang pemuda melaporkan dirinya
menjadi korban atas tindakan tersebut.
Sebagai pesohor, kasus ini jelas aib yang
akan menurunkan namanya. Masyarakat kita kerap mengaitkan tindakan seornag
pesohor dengan penampilannya di atas panggung. Apalagi, penggemar dangdut
adalah masyaraat lapis menengah ke bawah yang justru amat sensitif dengan
berbagai isu moral. Maka karier Ipul, demikian panggilannya, diprediksi akan
tamat.
Tapi sebagai seorang aktor panggung, Ipul
tahu persis bagaimana realitas psikologis masyarakat Indonesia. Meskipun ia
mesti mengadapi persidangan serta tuntutan pengacara di pengadilan, ia
melakukan segala upaya untuk menghindarkannya dari ancaman hukuman puluhan
tahun penjara. Sejak pertama digelandang ke kantor polisi, ia melakukan
beberapa skenario atau langkah strategis untuk tetap menjaga citranya sebagai
seorang pedangdut papan atas. Ia bisa juga belajar dari musibah yang pernah
dihadapi artis lainnya.
Pertama, Saipul akan menampilkan kesan
kalau dirinya tidak bersalah. Kalaupun publik tetap menuding bersalah, ia akan
menampilkan kesan kalau dirinya adalah korban. Tentu saja, akan sulit mencari
rasionalisasi dari pernyataan sebagai korban. Bisa saja, ia akan memunculkan
asumsi-asumsi kalau ada pedangdut senior lain yang tak suka dengannya, lalu
membuat jebakan agar dirinya jatuh seketika. Model skenario tentang
keterlibatan pihak ketiga ini pernah dilakukan oleh beberapa politisi ataupun
artis yang terjerat kasus.
Di beberapa media, ia menyebut kata
khilaf. Ia sengaja memilih diksi itu, sebab kata ‘khilaf’ lebih bernuansa
sesuatu yang tak sengaja dilakukan. Dengan mimik bersalah, serta sorot mata
yang selalu berkaca-kaca saat diliput media, ia bisa sukses membangun image
kalau dirinya tak sengaja melakukannya. Publik mendukung. Korban tersudut lalu
mencabut laporan. Ia lalu kembali menjadi juri ajang pencarian bakat.
Kedua, tim pengacara dan teman-teman
dekatnya akan segera melakukan silent
operation untuk menghubungi dua pihak, yakni media massa agar sedikit lunak
dalam memberitakan kasusnya, serta anak muda yang menjadi korban itu. Ia siap
menggelontorkan berapapun dana yang dibutuhkan untuk mencapai kata damai, lalu
menyelesaikan persoalan secara diam-diam. Ia bisa saja meniru langkah Ahmad
Dhani yang harus mengatasi tuntutan hukum atas anaknya yang menabrak orang lain
hingga tewas di satu jalan. Ahmad Dhani menawarkan dana santunan, serta
beasiswa, juga kunjungan ke kampung tempat korban. Begitu foto bareng serta
berurai air mata di depan keluarga korban, kata maaf didapatkannya. Kasusnya
dinyatakan selesai.
Ketiga, ia akan sesegera mungkin
menggunakan simbol-simbol atau identitas agama. Di atas panggung, ia bisa saja
berjingkrak lalu memeluk para penyanyi perempuan, namun saat menghadapi kasus
tuduhan, ia akan kembali pada identitas Islam. Ia akan kembali mengenakan baju
gamis, memanjangkan jenggot, serta melaksanakan syariat, dengan harapan agar
mendapatkan simpati publik.
Ia sudah pernah menjalankan skenario ini
saat digugat cerai oleh Dewi Perssik. Tiba-tiba saja ia rajin mengenakan kopiah
haji, serta berbaju gamis ala ustad di masjid-masjid. Saat diwawancarai, ia
banyak menyebut kata-kata dalam bahasa Arab, misalnya Masya Allah dan
Astagfirullah. Publik tersentuh oleh kalimat-kalimatnya.
Sewaktu bertugas sebagai jurnalis, saya
pernah menemui Dewi Perssik dan menyakan alasan perceraiannya. Dewi ngomong
banyak, namun tiba-tiba minta agar tidak dipublikasikan. Ia tahu kalau Ipul
sukses mengambil hati banyak orang Indonesia dengan penampilannya yang sangat
agamis. Pernyataan Dewi pasti akan ditanggapi negatif, sebab Ipul terlanjur
dicap alim dan religius.
Di tanah air kita, ada dua modus yang
selalu ditempuh para pesohor saat berkasus. Pertama, menyatakan diri sakit
sehingga pemeriksaan selalu batal. Kedua, mendadak Islami dengan cara memakai
busana Muslim, serta menampilkan identitas Islam. Saya sendiri suka geli
melihatnya. Di satu media, saya melihat wawancara dengannya. Ia menolak
wawancara dengan alasan tengah menunggu azan magrib. Setelah itu, media meliput
dirinya yang sedang berbuka puasa.
Nampaknya, skenario terakhir ini sedang dijalankannya.
Portal news.liputan6.com menampilkan
berita tentang ketegaran lelaki ini. Berita itu membahas ketegaran Saipul
Jamil, yang menyebut peristiwa ini sebagai “ujian dari Allah.” Di bahagian
komentar, saya melihat banyak dukungan yang mengharapkan dirinya tabah atas
“ujian” ini. Bagi saya sih, ini malah lucu. Seharusnya, simpati dan dukungan
diberikan kepada korban agar bisa memulihkan trauma atas tindakan pencabulan.
Sebab tindakan itu biasanya menimbulkan trauma yang jejaknya panjang, serta tak
bisa dipulihkan dalam waktu singkat.
***
TANPA kita sadari, Saipul Jamil tengah
menunjukkan watak khas para pesohor kita. Ia seolah hendak memberitahu
orang-orang bahwa dunia panggung adalah dunia yang penuh dengan permainan
karakter. Ia sedang memainkan peran-peran tertentu demi membangkitkan simpati,
dukungan, serta membalik wacana seolah dirinya sebagai korban. Di saat
bersamaan, ia menghidupkan asa dan namanya agar tidak tenggelam atas “badai”
yang tengah dihadapinya. Boleh jadi, di masa depan, ia akan mengulangi perbuatannya.
Sebagai publik, tentu saja, kita berhadapan
dengan praktik pembodohan, yang memosisikan kita hanya sebagai konsumen pasif,
yang terus-menerus dijejali dengan satu informasi. Kita tak pernah tahu seperti
apa kejadian sesungguhnya di kasus ini. Yang kita terima hanya fakta-fakta
tentang seseorang yang tegar, menghadapi cobaan, sembari menggunakan gamis dan
songkok haji, lalu berkata bahwa ini adalah ujian Allah.
Permainan simbol yang dimainkan Saipul
ditujukan untuk memenangkan wacana publik, lalu perlahan-lahan menutupi jejak
yang dilakukannya. Pola yang dimainkannya serupa dengan para politisi yang
‘mendadak Islami’ saat terkena kasus korupsi. Sebagai publik, harusnya kita
bertanya, apakah saat melakukan tindakan memalukan itu, adakah dirinya
mengingat indahnya ajaran serta nama Tuhan? Kita juga bisa bertanya-tanya,
mengapa kita mudah iba saat simbol agama ditampilkan demi menutupi satu praktik
jahat yang justru merusak nama agama itu sendiri?
Saya tiba-tiba saja teringat percakapan
seorang pengacara dengan seorang politisi yang terjerat kasus korupsi.
Kebetulan, politisi itu bukan beragama Islam. Sang politisi menyampaikan
kehawatirannya akan dicerca oleh publik. Pengacara senior itu dengan cueknya
berkata, “Gampang. Nanti lo masuk Islam,
setelah itu datang ke persidangan sambil membawa zikir. Lo percaya gue deh.
Orang akan memaafkan elo..”
BACA JUGA:
8 komentar:
mantap banget bang ulasannya. mohon izin untuk dibagikan melalui akun facebook saya.
terima kasih.
silakan bro..
selalu sy suka caranya kakandaku yg satu ini kalo sudah membedah,,, mantap kanda
artisss.....artis...
mengerikan
izin share ya, publik sebaiknya memijirkan hal ini
izin share ya, publik harus memikirkan ini
Suka dg tulisannya, kritis dan informatif, mantabbbb mas
semoga Bang Ipul bisa melewati segala cobaan ini.... hueksss..
Posting Komentar