Inspirasi Seorang Anak Kecil (2)


seminggu silam bersama Ara di tengah pasir putih

BANYAK orang menganggap bahwa anak kecil senantiasa belajar banyak pada orang dewasa. Namun pengalaman bersama Ara menunjukkan hal berbeda. Justru saya yang belajar banyak hal kepadanya. Beberapa hari ini, ia memberi pelajaran berharga untuk selalu melihat sesuatu secara positif. Ia adalah guru yang dengan caranya sendiri mengajakku untuk membuka lembar demi lembar buku tentang kehidupan.

Dua minggu silam, saya berkunjung ke kota kecil Pasarwajo bersama Dwi dan Ara. Tadinya kami berniat untuk menyaksikan sebuah ritual adat yang berlangsung secara kolosal. Ternyata kami telat datang. Ketika tiba, ritual adat itu telah usai. Saya dan Dwi benar-benar kehilangan mood. Kami telah berpayah-payah menempuh jarak 48 kilometer untuk sebuah tontonan. Kami kecewa karena tidak mencoba untuk bertanya dulu pada banyak orang yang datang lebih dahulu. Kami kesal karena tidak membuat perencanaan yang baik.

Pasarwajo adalah sebuah kota kecil yang terletak di pesisir pantai. Di situ ada pasir putih, laut biru, serta pohon-pohon rindang. Sayangnya, rasa kesal telah mengaburkan padangan kami pada apa yang tampak. Akan tetapi Ara adalah satu-satunya yang tetap bahagia dan ceria. Ketika melihat laut biru dan pasir putih, ia melompat-lompat demi memuaskan rasa bahagia.

Ia lalu ke tepi laut sambil tertawa gembira. Kami lalu membawanya pada dermaga kecil di situ. Kembali ia sangat bergembira dan tak ingin beranjak. Ia menunjuk kapal layar sambil berkata “ship.” Ia juga menunjuk sebuah perahu karet sambil berteriak “boat.” Dan ketika memandang lautan luas yang biru, ia lalu berteriak sekuat mungkin “ocean!”

Tiba-tiba saja ada semacam embun jernih yang membasahi kalbu. Ia seolah ingin berkata, “Come on Daddy! Kita memang gagal menyaksikan ritual adat, namun bukankah kita tetap bisa melihat laut biru, pasir putih dan kapal-kapal layar?”

setahun silam bersama Ara di tengah salju putih

Saya tiba-tiba saja menjadi malu sendiri dengan semua rasa kesal yang sempat saya tanam dalam hati. Senyumnya seakan hendak berkata, “Tak ada guna memelihara kesal. Lebih baik buka mata dan pikiran bahwa kita sedang menyaksikan pemandangan yang serba indah. Bukankah kita harus bahagia atas anugerah ini?” 
 
Dalam hidup, kita senantiasa berhadapan dengan dua pilihan, apakah hendak melihat positif, ataukah negatif. Pada setiap pilihan terdapat konsekuensi yang harus dihadapi. Pikiran yang negatif menjelma dalam rasa kesal, marah, dan cemburu. Tanpa disadari rasa kesal dan amarah adalah parasit yang secara perlahan mengotori keluasan samudera hati. Banyak riset yang membuktikan bahwa energi negatif adalah awal dari munculnya banyak virus yang membuat manusia terpuruk dalam balutan penyakit.

Namun berpikir positif adalah sikap hidup yang menggiring seseorang untuk selalu dalam kebahagiaan. Membiasakan berpikir positif ibarat menanam tunas-tunas bahagia yang tumbuh di dasar hati dan kelak menyebar kesejukan serta lezatnya buah kegembiraan. Berpikir positif adalah praktik penyembuhan yang membuat manusia selalu dalam siklus kebaikan. Bahwa alam semesta telah lama mengajarkan, ketika kita melihat sesuatu secara positif, maka dunia dan semesta akan menghadirkan segala hal positif sebagai titian untuk kita lewati.

Dengan caranya yang unik, Ara mengajarkan sikap positif itu. Dengan kelincahan dan keriangan khas anak kecil, ia membawa saya pada satu tamasya spiritual untuk merenungkan ulang segala dampak buruk berpikir negatif. Ia mengajak saya merenung, jika bisa berpikir positif, mengapa harus memelihara kesal? Dengan kecentilannya, ia telah menanam benih-benih berpikir positif serta cara melihat semua hal dengan penuh kegembiraan.

Ara, sebagaimana dipotret kemarin

Pada titik ini, saya telah belajar banyak dengannya. Benar kata orang bijak bahwa segala hal di sekitar kita sesungguhnya adalah tanda-tanda yang mengajarkan kita banyak hal untuk menyaput segala kabut keangkuhan dan sikap merasa benar. Di saat bersamaan, saya tiba-tiba saja malu dengan diri saya. Batin ini masih penuh dengan berbagai kesal, marah, iri, dengki serta cemburu yang harus selalu dibersihkan.

Namun saya yakin bahwa ia tak akan pernah lelah untuk mengajari saya untuk terus bergerak menjangkau dalamnya lautan pengetahuan, dan tidak berputus-asa ketika hanya sanggup menjejak di tepi pantai.

Terimakasih Ara sayang.


Baubau, 16 September 2013

BACA JUGA:




0 komentar:

Posting Komentar