seminggu silam bersama Ara di tengah pasir putih |
BANYAK orang menganggap bahwa anak kecil senantiasa
belajar banyak pada orang dewasa. Namun pengalaman bersama Ara menunjukkan hal
berbeda. Justru saya yang belajar banyak hal kepadanya. Beberapa hari ini, ia
memberi pelajaran berharga untuk selalu melihat sesuatu secara positif. Ia adalah
guru yang dengan caranya sendiri mengajakku untuk membuka lembar demi lembar
buku tentang kehidupan.
Dua minggu silam, saya berkunjung ke kota
kecil Pasarwajo bersama Dwi dan Ara. Tadinya kami berniat untuk menyaksikan
sebuah ritual adat yang berlangsung secara kolosal. Ternyata kami telat datang.
Ketika tiba, ritual adat itu telah usai. Saya dan Dwi benar-benar kehilangan
mood. Kami telah berpayah-payah menempuh jarak 48 kilometer untuk sebuah
tontonan. Kami kecewa karena tidak mencoba untuk bertanya dulu pada banyak
orang yang datang lebih dahulu. Kami kesal karena tidak membuat perencanaan
yang baik.
Pasarwajo adalah sebuah kota kecil yang
terletak di pesisir pantai. Di situ ada pasir putih, laut biru, serta
pohon-pohon rindang. Sayangnya, rasa kesal telah mengaburkan padangan kami pada
apa yang tampak. Akan tetapi Ara adalah satu-satunya yang tetap bahagia dan
ceria. Ketika melihat laut biru dan pasir putih, ia melompat-lompat demi memuaskan
rasa bahagia.
Ia lalu ke tepi laut sambil tertawa
gembira. Kami lalu membawanya pada dermaga kecil di situ. Kembali ia sangat
bergembira dan tak ingin beranjak. Ia menunjuk kapal layar sambil berkata
“ship.” Ia juga menunjuk sebuah perahu karet sambil berteriak “boat.” Dan
ketika memandang lautan luas yang biru, ia lalu berteriak sekuat mungkin
“ocean!”
Tiba-tiba saja ada semacam embun jernih
yang membasahi kalbu. Ia seolah ingin berkata, “Come on Daddy! Kita memang gagal
menyaksikan ritual adat, namun bukankah kita tetap bisa melihat laut biru, pasir
putih dan kapal-kapal layar?”
setahun silam bersama Ara di tengah salju putih |
Saya tiba-tiba saja menjadi malu sendiri
dengan semua rasa kesal yang sempat saya tanam dalam hati. Senyumnya seakan
hendak berkata, “Tak ada guna memelihara kesal. Lebih baik buka mata dan
pikiran bahwa kita sedang menyaksikan pemandangan yang serba indah. Bukankah
kita harus bahagia atas anugerah ini?”
Dalam hidup, kita senantiasa berhadapan
dengan dua pilihan, apakah hendak melihat positif, ataukah negatif. Pada setiap
pilihan terdapat konsekuensi yang harus dihadapi. Pikiran yang negatif menjelma
dalam rasa kesal, marah, dan cemburu. Tanpa disadari rasa kesal dan amarah
adalah parasit yang secara perlahan mengotori keluasan samudera hati. Banyak
riset yang membuktikan bahwa energi negatif adalah awal dari munculnya banyak
virus yang membuat manusia terpuruk dalam balutan penyakit.
Namun berpikir positif adalah sikap hidup
yang menggiring seseorang untuk selalu dalam kebahagiaan. Membiasakan berpikir
positif ibarat menanam tunas-tunas bahagia yang tumbuh di dasar hati dan kelak
menyebar kesejukan serta lezatnya buah kegembiraan. Berpikir positif adalah
praktik penyembuhan yang membuat manusia selalu dalam siklus kebaikan. Bahwa
alam semesta telah lama mengajarkan, ketika kita melihat sesuatu secara
positif, maka dunia dan semesta akan menghadirkan segala hal positif sebagai
titian untuk kita lewati.
Dengan caranya yang unik, Ara mengajarkan
sikap positif itu. Dengan kelincahan dan keriangan khas anak kecil, ia membawa
saya pada satu tamasya spiritual untuk merenungkan ulang segala dampak buruk
berpikir negatif. Ia mengajak saya merenung, jika bisa berpikir positif,
mengapa harus memelihara kesal? Dengan kecentilannya, ia telah menanam benih-benih
berpikir positif serta cara melihat semua hal dengan penuh kegembiraan.
Ara, sebagaimana dipotret kemarin |
Pada titik ini, saya telah belajar banyak
dengannya. Benar kata orang bijak bahwa segala hal di sekitar kita sesungguhnya
adalah tanda-tanda yang mengajarkan kita banyak hal untuk menyaput segala kabut
keangkuhan dan sikap merasa benar. Di saat bersamaan, saya tiba-tiba saja malu
dengan diri saya. Batin ini masih penuh dengan berbagai kesal, marah, iri,
dengki serta cemburu yang harus selalu dibersihkan.
Namun saya yakin bahwa ia tak akan pernah
lelah untuk mengajari saya untuk terus bergerak menjangkau dalamnya lautan
pengetahuan, dan tidak berputus-asa ketika hanya sanggup menjejak di tepi
pantai.
Terimakasih Ara sayang.
Baubau, 16 September 2013
BACA JUGA:
0 komentar:
Posting Komentar