Saat Ara Meletuskan Balon Hijau



DI usia 19 bulan, anakku Ara mulai memiliki banyak hobi. Ia suka jalan-jalan di sore hari, bermain-main di dapur, suka menari saat lagu diperdengarkan, serta suka bermain dengan balon-balon. Ia juga mulai egois. Ketika mengendaki sesuatu, maka ia akan memaksakan kehendak.

Jika kita tidak peduli dengan keinginannya, maka ia akan mengeluarkan senjata pamungkasnya yaitu tangisan. Nah, siapa sih yang akan tahan ketika melihat bocah itu mulai menangis dan merengek atas sesuatu?

Sepertinya, ia tahu kalau tangisannya sangat efektif. Saya akan membatalkan apapun yang saya kerjakan demi memenuhi keinginannya. Hanya dia satu-satunya yang bisa menunda janji untuk bertemu profesor. Dia pula yang bisa membuat saya batal ke kampus. Saya sih memang seorang pemalas. Namun saya sering butuh alasan untuk menyalurkan kemalasan. Nah, tangisan Ara adalah alasan paling kuat untuk menahan saya keluar rumah.

Belakangan ini, Ara mulai mengenali lagu-lagu. Dalam sehari, ia bisa menyaksikan lagu-lagu melalui youtube hingga berjam-jam. Bahkan ketika tidur pun, ia ingin mendengar lagu-lagu lullaby. Ia mulai tahu lagu-lagu khas dari Gigglebbellies, Simple Songs, atau Barney. Ibunya mengajarkannya banyak lagu-lagu berbahasa Inggris. Ara juga belajar berbagai gaya melalui lagu-lagu itu.

Ketika ibunya mengajaknya ke Athens Library untuk mendengarkan storytelling serta kumpul bocah, ia mengenali lagu-lagu yang dinyanyikan sang pencerita berambut pirang itu. Ketika lagu twinkle-twinkle little star dinyanyikan, ia akan ikut berdiri lalu jarinya membentuk segitiga saat kalimat “Like a diamond in the star.”

Ia juga mulai belajar bicara. Namun, kalimat-kalimat yang dikeluarkannya adalah bahasa Inggris. Sebagai ayah, saya mulai khawatir, jangan-jangan kelak dia hanya bisa bahasa Inggris. Dikarenakan bahasa Inggris saya masih pas-pasan, saya mulai khawatir akan susah memahaminya kelak.


saat bangun tidur

Nah, sebagai counter atas tindakan ibunya yang mengajarinya lagu-lagu bahasa Inggris, saya mulai mengajarkannya lagu berbahasa Indonesia. Syukurlah, dia sekarang punya tiga lagu favorit yakni “Paman Datang”, lagu karangan AT Mahmud yang dinyanyikan Tasya, “Cicak-Cicak di Dinding,” serta lagu “Balonku Ada Lima.”
 
Dua lagu terakhir sering dinyanyikannya. Jangan terkejut. Ia tidak menyanyikan lagu sampai tuntas, ia hanya suka menggumam atau ikut bersenandung. Ketika saya menyanyi lagu Cicak di Dinding, ia akan menunggu kalimat “Datang Seekor Nyamuk”. Lalu ia akan berteriak “Hap!”. Nah, inilah kalimat pertama yang dihapalnya dalam lagu. Sama halnya ketika saya menyaksikan lagu balon. Ia akan menunggu kalimat “Meletus balon hijau”. Ia akan menjawab “Pang!” sambil tersenyum-senyum. Ia merasa sukses karena bisa ikut menyanyikan lagu, meskipun cuma kata “Pang”. Hehehe.

Sebulan ini, dia sangat suka dengan balon gas. Suatu hari, kami pernah membawa sekitar 10 balon gas dari kampus yang diikat dengan tali. Ia bermain-main hingga tertidur. Kamar kami pun dipenuhi balon gas. Sayangnya, ketika bangun pagi, semua balon itu tidak lagi terbang. Ia agak sedih dan selalu ingin menerbangkan balon. Demi menyenangkannya, saya selalu membelikannya balon gas saat kembali dari kampus. Harganya cukup murah yakni 63 sen.

Hari ini, ibunya mengirim pesan agar saya kembali membeli balon gas. Nampaknya, selama seharian, si Ara berusaha menerbangkan balonnya. Saya pun membelikannya balon gas berwarna hijau. Saat saya membuka pintu apartemen, ia melompat-lompat kegirangan saat melihat balon hijau itu.

Saya belum hendak memberikannya. Ia lalu mulai menangis dan merajuk sambil tangannya menggapai balon. Ketika saya memberikannya, ia lalu bermain-main sambil tertawa gembira. Tiba-tiba saja, ketika sedang menarik-narik balon hijau itu, balonnya langsung pecah. Pang!

Ia sangat tekejut. Sedetik berikutnya, ia mengambil sobekan balon yang pecah itu lalu membawanya ke saya. Ia mulai terisak sambil berharap agar saya bisa menyambung sobekan itu lalu membuatnya terbang sebagaimana semula. Kali ini, saa pun tak bisa berkata apa-apa. Saya hanya meledeknya, “Meletus balon hijau!”

Kali ini, saya tak mendengar kata “Pang!” dari mulutnya. Ia masih terisak. Hiks...


Athens, 4 April 2013

2 komentar:

Ayu Welirang mengatakan...

Wah... Bisakah Ara mengenali warna juga Pak? Seharusnya, kalau bisa, Ara tetap bergumam, "Pang!" dan tidak menangis. hehehehe. :)

Salam buat Ara. Ara lucu sekali Pak. ^_^

Yusran Darmawan mengatakan...

dia cukup sedih. krn masih ingin main2 balon.

Posting Komentar