Syair tentang Kampung Halaman


pemandangan di Desa Wantopi, Mawasangka, Buton (foto: Ode Tongky)

SEMALAM aku tiba-tiba memimpikan tentang kampung dan hari-hari yang lewat. Aku tiba-tiba saja merindukan saat-saat ketika sedang bermain di tepi laut, melihat nelayan yang melaut dengan perahu kecil, atau melihat anak-anak yang sedang berenang demi mengejar koin.

Aku tak hanya merindukan gambar-gambar atau sketsa tentang kampung nelayan. Aku juga merindukan suasana serta bangunan emosi yang terhubung di antara semua warga. Di kampung-kampung, aku tak pernah merasa sendirian. Di situ, ada jalinan kasat mata yang menautkan semua orang sebagai satu keluarga.

Kehangatan itu ada di kampung. Terlepas dari anda mau bersepakat atau tidak dengan kenyataan ini. Kampung adalah sebuah penanda atas hubungan emosional, yang membuat semua warganya saling terhubung. Di kampung, ada kisah turun-temurun tentang harmoni serta konflik yang kemudian disalurkan melalui mekanisme adat dan tradisi. Di kampung, ada tatanan, sesuatu yang tercipta sejak masa lampau, lalu dipertahankan di masa kini.

Desa Wantopi, Mawasangka, Buton (foto: Ode Tongky)

Di situ ada aspek keras kepala, atau mungkin satu keterbelakangan (sebagaimana kata orang kota), akan tetapi amat kuat mengikat semua warga dalam hukum keseimbangan. Tatanan itu mempererat solidartas, serta perasaan senasib sepenanggungan atas kondisi ekonomi, harapan untuk keadaan yang lebih baik, sera keinginan untuk tidak larut dalam perlombaan untuk ‘menjadi kaya’ sebagaimana manusia kota.

Aku tiba-tiba saja merindukan saat-saat ketika duduk di pinggir laut, sambil melihat menari tenggelam di ufuk sana. Di kota-kota, yang udaranya dirampas oleh dengus napas modernisasi, matahari tenggelam telah lama kehilangan pesona. Matahari itu telah tertutup oleh bangunan tinggi serta asap pekat knalpot kenderaan bermotor.

Namun, apakah kampung masih seromantis dahulu ketika semua orang sama-sama menunggu pagi di tepi laut sembari menanti kedatangan nelayan? Entahlah.

Mungkin, waktu dua tahun terlampau lama buatku untuk segera merasakan bagaimana debaran jantung ketika melompat dari perahu lalu menyelam demi mengumpulkan ‘duri babi’, hewan laut yang kugemari di masa kecil. Mungkin pula aku akan merindukan pasar tradisional yang secara perlahan berganti dengan mini market. Akankah demikian?


Athens, 6 Januari 2013

4 komentar:

Unknown mengatakan...

keren banget nich tempat, btw buton bukan nya daerah tambang yaaa ????

Yusran Darmawan mengatakan...

iya. Buton itu tempat tambang aspal. letaknya di Sulawesi Tenggara. tertarik ke sana?

Unknown mengatakan...

huaaaaa kampung halamanq desa wantopi,,,, kangen, kangen, kangeeeeeeennn

Unknown mengatakan...

huaaaaa kampung halamanq desa wantopi,,,, kangen, kangen, kangeeeeeeennn

Posting Komentar